"Pak, saya tidak meminta apa pun pada Bapak. Saya hanya memohon, tolong jangan pisahkan saya dari Rakha."
"Maaf, Non. Saya dan istri saya sudah tidak punya keturunan. Saudara pun tidak ada, apa jadinya jika Rasya harus kehilangan nyawa."
"Pak, Bapak tidak boleh mendului takdir. Rakha pasti akan baik-baik saja. Tolong, Pak. Jangan pisahkan kami."
"Pak De, ini alasan yang tidak tepat. Pak Panji dan Ibu Alisia sudah melakukan yang terbaik untuk Rasya. Tolong, Pak De. Rasya aman di sini."
"Apa jaminannya, Sya? Kamu hampir mati. Dan Pak De juga tidak yakin kalau Non Fatma benar-benar mencintaimu lahir batin."
"Pak De, urusan perasaan hanya kami berdua yang tahu."
"Tapi tebukti saat kamu sakit Non Mala justru bersama orang lain."
"Itu salah, Pak. Itu bukan kesengajaan."
"Apa benar begitu, Mala?" Panji menatap nyalang pada putrinya.
"Pa, aku tahu aku salah karena pernah tak mempercayai kalian. Tapi sebagai orang tua yang sudah membesarkan aku, apa Papa dan Mama tidak tahu seperti apa aku? Cuma Rakha, Pa. Cuma Rakha yang bisa merebut hatiku."
"Tapi saya takut kalau keponakan saya satu-satunya kembali celaka terlebih sampai meregang nyawa, Non. Maaf, saya harus membawa Rasya."
Mala bersimpuh, berjalan mendekati Pak Beni dengan kedua lututnya, "Pak, tolong jangan ambil Rakha dari saya. Saya mohon."
Rakhasya membantu Mala berdiri, memeluknya erat seakan tak ingin di lepaskan. "Tolong, Pak De."
"Pak Beni, mereka saling mencintai." Alisia ikut memohon.
"Baiklah, Pak. Jika itu keputusan Bapak. Kami tidak bisa apa-apa. Mungkin, takdir tidak berpihak pada mereka."
Mala terkejut dengan keputusan Panji. "Pa, enggak! Mala nggak mau, Pa. Tolong katakan pada Pak Beni jangan bawa Rakha." Tangisnya semakin pecah.
"Maaf, Non. Kami pamit." Pak Beni menarik tangan Rakhasya keluar rumah. Mala tak putus asa mengejarnya, bahkan ia tak sedikit pun melepaskan tangan Rakhasya.
"Please, Rakha. Jangan pergi. Pak Beni, tolong. Setidaknya biarkan Rakha di sini sampai dia sembuh total, saya yang akan merawatnya dengan tangan saya sendiri, Pak."
"Sudah, Mala. Biarkan Rakhasya pergi." Panji menarik tangan Mala untuk melepaskan Rakhasya bersama Pak Beni.
***
"Apa kabarmu, Rakha."
Seminggu berlalu, Mala masih selalu mengurung diri di kamar. Beruntung tak ada job yang datang dari pihak Management. Sehingga ia benar-benar bisa mengistirahatkan diri dan pikirannya saat ini.
Semenjak kepulangan Rakhasya yang dijemput paksa, Mala benar-benar seperti kehilangan semangat. Bahkan makan pun harus dengan paksaan.
Ceklek
Pintu terbuka, Alisia masuk dengan segelas susu dan juga roti di nampan. Meletakkan nya di nakas sebelum kemudian membuka gorden jendela kamar Mala yang selalu dibiarkan tertutup.
"Sayang, kamu makan dulu ya."
Mala menggeleng, gadis itu memilih kembali menenggelamkan wajah nya di bantal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RAKHASYA
RomanceKatakan padaku bagaimana caranya meraihmu di posisi terendahku saat ini. katakan padaku bagaimana cara menunjukkan pada dunia bahwa aku ingin memilikimu meski aku tahu aku tak sebanding denganmu. Rakhasya Bhumi Ghantara Bukan aku yang memilihmu, tap...