02; Rumah Sebelah

312 21 0
                                    

"Makin diperhatikan, malah makin penasaran."
  

     Malam itu, Mak Zuhri dan Rhuto jadi saling curiga dan penasaran. Diam-diam keduanya mengintip lewat jendela, Mak Zuhri melihat jika jendela itu masih terbuka meski lampunya sudah mati. Anehnya, teriakan anak laki-laki itu membuat keduanya jadi berprasangka buruk—apalagi jika rumah itu pernah jadi ketakutan dan sorotan masyarakat. Mak Zuhri duduk menggigit ibu jarinya, ia jadi panik dan juga penasaran, khawatir pun menyerang dirinya. Dahulu, kasus itu pernah terjadi dengan teriakan yang sama, hingga kemudian kabarnya jadi lebih buruk, andaikan Bahkri masih hidup, pasti Bahkri yang mendatangi teriakan itu seperti kasus dua tahun yang lalu.

  Rhuto jadi gelisah melihat Mak Zuhri duduk dengan khawatir, ia ikut duduk tepat di sebelah Emak Zuhri. Ditatapnya Mak Zuhri dengan tenang, seraya mengatakan bahwa mungkin saja teriakan tadi hanyalah keisengan orang lain yang terdengar kepada mereka lantaran terbawa angin, Mak Zuhri menerima asumsi anaknya tapi, tetap saja ia tidak bisa tenang. Namun, Rhuto memilih untuk mengajak Mak Zuhri makan malam kemudian menyuruh Mak Zuhri masuk ke dalam kamarnya.

  Di dalam kamar pun, Mak Zuhri berusaha tenang dengan mengambil ponsel yang dahulu dibelikan Bahkri, ia bermain game Robbery Bob demi ketenangan. Sungguh, Mak Zuhri sedang membuang prasangka buruknya itu, ia bermain game itu hingga tertidur dengan sendirinya. Tanpa mematikan lampu kamarnya sendiri.

   Tapi, tepat pada pukul sembilan malam. Rhuto mengendap-endap keluar dari kamarnya. Ia berjinjit, agar Siti yang tidur di sofa tidak terbangun,  biasanya jika Siti terbangun sudah pasti menimbulkan suara berisik. Mata Rhuto nyalang memperhatikan rumah tetangga baru itu, lampu teras masih tetap mati. Dengan bermodalkan keberanian, Rhuto memasuki halaman depan rumah mereka dengan pelan membuka pintu pagar, Rhuto tentu tidak menuju pintu utama rumah itu—tentu saja ia lekas menuju jendela yang terbuka, pelan-pelan tubuhnya menyamping hingga bersentuhan dengan dinding, tapi apa?

  Rhuto salah, kamar itu gelap karena tertutup bayangan sebuh tas besar, yang dinyalakan hanya lampu tidur atau lebih menyakinkan cahaya lampu dari luar masuk ke dalam kamar ini. Beberapa detik memang tidak terjadi apa-apa, rumah itu sepi, namun teriakan tadi yang menggundang rasa penasaran Rhuto hingga membawanya kemari.  Rhuto menolehkan kepalanya, berusaha mengintip ke dalam kamar itu.

  Tapi, desahaan aneh menyerang rungu Rhuto, desahan itu bukan menggambarkan tentang kenikmatan Ihu-ihu. Lebih spesifik dengan desahan sakit, tapi bukan sakit karena nikmat. Detik selanjutnya, setelah desahan sakit, suara isak tangis jadi pemenangnya—Rhuto jadi makin penasaran, ia diam membatu mengontrol pergerakannya. Rhuto menahan napas setelah isak tangis itu kian mendekat, lalu sebuah tisu dibuang dengan sembarangan, anehnya benda tisu yang dikenal hanya kertas menimbulkan suara berisik seperti gemerincing perhiasan, orang pemilik kamar menutup jendela sembari menghirup ingusnya sendiri, tepat setelah pintu itu ditutup, Rhuto mengeluarkan ponsel miliknya.

  Dinyalakannya flash dari ponselnya, kemudian diperhatikanya tisu tadi. Mata Rhuto melebar seketika, ada darah yang segar basah di tisu itu, silet juga cutter kertas terdapat di samping gumpalan tisu. Tidak banyak berpikir, Rhuto mengambil barang-barang itu kemudian pergi dari tempat perkara. Sesampainya di rumah, tepat saat ia membuka pintu, betapa terkejutnya ketika Mak Zuhri sudah berdiri dengan daster panjang.

  "Bujang, kamu dari mana?" Tanya Mak Zuhri sedikit terkejut.

Rhuto menutup pintu, kemudian berjalan melewati posisi Mak Zuhri. "Cari jaringan, sambil ngadem," jawab Rhuto bohong.

HELLO JUNA! | HARUKYU REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang