Tahun 2015
Rumah yang dulunya menjadi tempat paling nyaman kini terasa asing. Rumah yang seharusnya hangat berubah berantakan, penuh dengan barang-barang yang berserakan.
Liam, seorang anak berusia delapan tahun, berdiri terpaku di ambang pintu. Di depan matanya, kedua orang tuanya sedang bertengkar lagi, dan ini bukan pertama kalinya. Setiap hari ia menyaksikan hal yang sama, melihat orang tuanya berteriak dan saling menyalahkan. Di usia yang masih kecil, seharusnya ia dikelilingi cinta dan kebahagiaan, namun kenyataan yang ia lihat berbeda.
"Cukup, Mas! Kamu nggak pernah paham sama perasaan aku"Sella— ibu Liam, memekik dengan emosi yang sulit ia bendung.
"Pernah nggak kamu percaya sama aku, Sella? Aku selalu berusaha, tapi kamu nggak pernah lihat itu!"balas Ario—ayah Liam, dengan suara keras.
Sella berbalik, berniat meninggalkan ruangan, namun langkahnya terhenti ketika matanya bertemu dengan tatapan Liam yang memandang mereka dari ambang pintu.
Sella terkejut, menutup mulutnya, lalu merapikan rambutnya yang berantakan. Sekali lagi, anak kecil itu harus menyaksikan pertengkaran mereka. Sella berjongkok, menyejajarkan pandangannya dengan Liam.
"Sayang, kenapa berdiri di situ? Ayo, ganti baju dulu," kata Sella lembut, meraih tangan kecil Liam dan membawanya masuk ke kamar. Di tengah langkah, Liam sempat melihat Ario yang duduk di sofa, kepalanya tertunduk dengan wajah penuh amarah.
Di dalam kamar, Sella menggantikan pakaian Liam dengan hati-hati. Setelah selesai, ia menatap anak itu sambil tersenyum kecil, meskipun hatinya masih tersayat. Sella merasa bersalah telah membawa Liam ke dunia di yang miliki kondisi keluarga yang kacau seperti ini.
"Liam mau jajan es krim, nggak?"tanyanya pelan, suaranya bergetar.
Liam mengangguk pelan."Mau, Ibu."
"Kalau gitu, ayo kita beli es krim yang banyak!"Sella berusaha tersenyum lebar, namun senyum itu tidak sepenuhnya bisa menyembunyikan kepedihan di hatinya.
Sella membelikan Liam tiga es krim cokelat, dan kini mereka duduk di bangku kecil di depan warung. Liam makan es krimnya dengan riang, tanpa menyadari perasaan yang ada di dalam hati ibunya. Sella hanya diam menatap putranya, merasa bersalah karena kebahagiaan anaknya harus bertumpu pada hal sederhana seperti ini.
Tak terasa, air mata jatuh di pipi Sella saat melihat Liam. Hanya dengan es krim, Liam sudah tampak bahagia, dan itu semakin menyesakkan hatinya.
"Ibu mau?"tawar Liam sambil menyodorkan es krimnya yang sudah setengah termakan.
Sella cepat-cepat menghapus air matanya, tersenyum, lalu menggeleng."Nggak, buat Liam aja. Ibu beli kan buat Liam."
Liam melanjutkan memakan es krimnya, tapi sesekali melirik Sella yang masih terisak. Tanpa ragu, ia menggeser tubuhnya lebih dekat ke arah ibunya.
"Ibu, jangan sedih ya. Kan ada Liam," ucapnya sambil memeluk lengan ibunya dengan erat, menghentikan makannya untuk sejenak.
Sella merasa semakin hancur mendengar ucapan anak kecil ini. Di usianya yang masih kecil, Liam seolah sudah bisa memahami perasaan ibunya.
"Ibu,"ujar Liam lagi, tatapannya lembut dan penuh kasih."Liam sayang sama Ibu. Ibu punya Liam, dan Liam janji bakal jagain Ibu."
Sella membalas senyum Liam, matanya berkaca-kaca saat mengusap lembut rambut putranya."Terima kasih, Liam. Ibu juga sayang sekali sama Liam."
•Cuaca hari itu sebenarnya cerah, namun di dalam rumah, suasana terasa gelap dan mencekam. Suara benda-benda yang dilempar dan teriakan memenuhi udara, menggantikan keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Yang Sembuh || HAN YUJIN ft. Zerobaseone
FanfictionKehilangan, kata biasa namun Liam membencinya, kata yang tidak ingin Liam denger lagi dalam hidupnya lagi. Setelah salah satu orang yang Liam sayangi hilang untuk selamanya Lima harap tidak ada lagi yang pergi dari hidupnya, meskipun hatinya menolak...