TDS. 23

947 116 16
                                    

Haevan menghabiskan malamnya dengan duduk di meja belajar, tangannya itu sibuk menggenggam pena hitam, menuliskan kata demi kata dengan rapi. Sesekali Haevan mendengus kesal, bagaimana tidak? Karena ia sudah lama tidak masuk sekolah, ia jadi tertinggal banyak materi pembelajaran, parahnya lagi banyak sekali tugas-tugas yang sudah mengantri ingin segera dikerjakan. Tugasnya sangat menumpuk.

Ia membaca lagi pesan dari ketua kelasnya, disana tertulis list tugas yang harus ia kerjakan. Ia menatap dengan tidak percaya, lantas menyandarkan punggungnya di kursi belajarnya. Wah, ia jadi menyesal karena terlalu lama berdiam diri di ranjang rumah sakit. Seharusnya hari itu, ia lebih bekerja keras lagi membujuk Om Jo untuk segera dipulangkan.

"Fokus Haev, fokus." Haevan memijat pangkal hidungnya.

"Semangat, lo pasti bisa." Ucapnya dengan semangat setelah itu mulai mengerjakan tugasnya dengan ugal-ugalan.

Baru lima menit berlalu, Haevan tertegun dengan soal-soal yang begitu sulit untuk ia cerna. Bagaimana bisa dia mengerjakan tugas sesusah ini, sementara otaknya ini otak udang?

Ia mendengus, mendorong buku buku didepannya dengan tidak minat.

"Oh iya!" Haevan meraih ponselnya dengan cepat kala menemukan ide yang cemerlang.

Mengotak-atik benda pipih itu sebentar lalu menempelkannya di telinga.

"Yowww wassap bro!" Sapanya dengan sosok diseberang telepon.

"Apa?! Nggak usah basa-basi."

Haevan berdecak mendengar balasan sinis itu. "Harusnya gue yang bilang, lo ngga mau basa basi dulu gitu? Minimal nanya, udah sembuh Haev? Gimana keadaannya? Sehat? Gitu kek. "

"Kak kek kak kek, gue bukan kakek-kakek. Udahlah, gue ngga punya waktu buat ladenin lo."

"Iya iya.. " Balas Haevan, ia sedikit membenarkan posisinya, membuat orang diseberang sana menunggu dengan tidak sabar.

"Gue matiin nih!" Ancamnya.

"Bagi jawaban dong! Tugas matematika halaman 157, penilaian harian A, B, dan C. Bahasa Indonesia--"

"Dih." Haevan yang sudah dapat membayangkan wajah julid Jinan hanya terkekeh geli.

"Lo kan pawangnya tukang nyontek, lo pasti masih nyimpen semua tugas tuh di galeri hp lo. Daripada lo anggurin, mending lo jariyahin ke gue aja. Gue menerima ikhlas dengan lapang dada."

Jian mengomel panjang lebar, sampai mengumpatinya juga tapi tidak dihiraukan Haevan.

Ting!

Ting!

Ting!

"Tuh, udah masuk kan?"

Setelah membuka pesan dari Jinan yang mengirim puluhan gambar membuat Haevan tersenyum girang, lega sekali sudah mendapat contekan.

"Oke oke makasih ya broww."

"Sok asik lo setan." Setelah memaki Haevan sebagai kalimat penutup, Jinan langsung mematikan sambungan teleponnya.

Sembari bersenandung kecil mengikuti alunan musik dari laptopnya, Haevan mengerjakan tugasnya dengan santai.

Karena terlalu asik dengan kegiatannya Haevan sampai tidak sadar jika jam dinding berputar dan jarumnya menunjuk angka satu dini hari, ia sedikit berdeham karena kerongkongannya terasa kering sebab terlalu lama bernyanyi, pun dengan perutnya yang susah berbunyi menandakan lapar.

Dengan langkah lesu Haevan keluar dari kamarnya, ia akan ke dapur untuk mengambil air minum dan mungkin memasak mie instan adalah hal terbaik untuk mengganjal perut.

The Dark Sun (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang