Rayne menatap tanpa minat pada map yang sudah penuh dengan post it kuning dan highlighter ungu yang dia terima dari Orter untuk direvisi ulang.
Malam di hari berikutnya, Rayne terpaksa lembur lagi karena Kaldo tiba-tiba menghampiri mejanya dan mencerca hasil laporan dari proyeknya.
Ketiga temannya bahkan sudah berbaik hati menawarkan bantuan, tapi Rayne menolak karena dia merasa mampu mengerjakannya sendiri.
"Demi Tuhan!" teriak Rayne sambil menghela napasnya, berharap dengan begitu penderitaannya akan sedikit berkurang.
Layar laptopnya masih menyala terang seperti mengejek nasibnya, sementara Rayne balik menatap tajam halaman excel yang seolah-olah menantangnya berkelahi.
"Dear, lambung.. please be nice." pinta Rayne ketika tidak sengaja melirik dua kaleng kopi yang isinya sudah habis.
Bukannya kembali bekerja, Rayne malah merenung dan bertanya-tanya dalam hati, apakah sepulangnya nanti ke kos-kosan, abang yang menjual nasi goreng akan tetap ada?
"Anjing, lah. Laper banget gue." keluh Rayne sambil meregangkan tubuhnya yang sejak tadi menempel di atas kursi untuk menghilangkan pegal.
Tidak ada siapapun lagi di ruangan ini yang membuat bunyi pendingin udara terdengar jelas. Rayne memang bukan orang penakut, tapi sepinya ruangan tetap membuatnya ingin segera pergi dari sini.
"Rayne?"
Rayne terlonjak saat ada suara yang terdengar di tengah sunyi. Kepalanya langsung menoleh, takut itu hantu yang berbicara.
Tapi, yang dilihatnya justru Orter yang sedang memasukkan ponsel ke dalam saku celana sambil menatapnya.
"Kamu belum pulang?" tanya Orter yang kini melangkah menuju meja kubikelnya.
Rayne lantas mengerang, kenapa juga harus Orter yang mendadak muncul di saat tampilan dirinya sedang acak-acakan?
"Belum, Pak. Masih ada revisi dikit lagi, sisa yang tadi siang."
Kedua mata Rayne menelusuri tampilan Orter yang terlihat tanpa cela meskipun sudah bekerja seharian. Rayne bahkan tidak bisa mengalihkan tatapannya dari wajah Orter yang terlihat.. menawan?
Entahlah, tapi sekarang jantung Rayne selalu berdetak lebih kencang karena pemandangan itu, yang sekaligus membuatnya gugup.
"Kan bisa dilanjut besok?"
"Bisa aja sih, Pak. Tapi, tanggung." jawab Rayne sekenanya.
Orter berjalan semakin dekat, kemudian menunduk sedikit untuk menatap layar laptopnya sehingga Rayne bisa mencium sekilas aroma parfum yang cukup segar.
"Mau saya bantuin?"
Rayne tertawa, lebih tepatnya untuk berusaha menyembunyikan gugupnya. "Wah nggak usah, Pak."
Rayne pikir Orter akan langsung beranjak setelah mengatakan hal tersebut. Nyatanya, Orter justru menarik kursi yang jaraknya paling dekat, dan duduk di sampingnya.
"Bapak ngapain?" tanya Rayne refleks.
"Duduk." jawab Orter singkat, seolah itu sudah sangat menjelaskan.
Rayne melongo sesaat. "Maksud saya tuh Bapak ngapain masih di sini? Nggak pulang?"
"Kamu ngusir saya?"
Daripada berdebat, Rayne memilih pasrah sambil mengangkat bahunya. "Iya, terserah Bapak aja."
Setelah itu, keheningan menyelimuti mereka sementara Rayne mencoba kembali fokus pada pekerjaannya walaupun sangat sulit untuk dilakukan.
Orter memang tidak mengganggu, tapi tatapannya dari samping itu cukup membuat Rayne salah ketik beberapa kali.
Rayne tidak ingin mengakui bahwa perkataan teman-temannya benar. Tapi, jika Orter bersikap seperti ini tanpa mengatakan apa-apa, siapapun jelas akan salah sangka.
Termasuk diri Rayne sendiri.
"Kamu udah makan?" tanya Orter, kembali membuka suaranya.
"Belum sempet, Pak." Rayne tidak berani menatapnya langsung, jadi matanya sengaja dia arahkan ke tangan Orter yang sedang memainkan kunci mobil.
'Brengsek, tangannya aja ganteng.' kekeh Rayne, tapi kemudian dia buru-buru menggeleng untuk mengusir pemikirannya.
Ada suara decakan yang membuat Rayne memberanikan diri untuk mendongak, dan menemukan kedua mata Orter sudah menatapnya penuh atensi. "Kan udah saya bilang. Kalo sering skip makan, kamu bisa sakit."
"Emangnya Bapak mau ngajak saya dinner bareng?" Rayne langsung menggigit bibirnya sendiri, karena bisa-bisanya keceplosan mengutarakan itu.
"Iya, saya emang mau ngajak kamu dinner." kata Orter yang ekspresinya berubah ragu. "Itu juga kalo kamu mau?"
Ajakan makan malam yang terselubung, dengan niat agar dirinya bisa berlama-lama dengan Rayne.
"Lagian kita searah, nanti pulangnya kamu bisa saya anter. Gimana?"
Pertanyaannya tidak langsung disambut balasan karena sekarang Rayne malah terdiam, dia tidak menyangka bahwa Orter menanggapinya dengan serius.
"Kamu mau nggak?" tanya Orter lagi.
Rayne tersentak, lalu menegakkan tubuhnya dan berpikir sejenak. "Mau sih, tapi emangnya Bapak nggak ada janji sama siapa-siapa gitu?"
Yang terakhir sengaja, memancing. Karena berdasarkan rumor yang kepastiannya ingin diketahui Rayne dan teman-temannya, tentang Orter yang belum memiliki pasangan.
"Saya nggak ada janji sama siapa-siapa." jelas Orter, terlihat seolah ingin menambahkan sesuatu. "Kalo maksudnya sama pacar, saya emang belum punya."
'Gotcha!' Rayne bersorak dalam hati, sementara kepalanya mengangguk-angguk paham.
"Jalan sekarang, yuk." ajak Orter sambil mengecek jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan angka 9.
Tanpa banyak bicara, Rayne langsung menyimpan data pekerjaannya, lalu mematikan laptopnya, dan membereskan barang-barangnya sebelum berdiri untuk mengenakan jaketnya.
"Ray.." panggil Orter tiba-tiba, yang membuatnya langsung menoleh.
"Iya, Pak?"
"Kamu udah punya pacar?"
Rayne langsung menggeleng cepat. "Belum punya, Pak."
Orter tersenyum senang mendengarnya. "Oke, bagus kalo gitu."
"Hah? Maksud--"
"Motor kamu parkir di basement dulu nggak masalah, kan?" sela Orter, sengaja mengubah topik pembicaraan. "Besok saya jemput lagi aja, biar bareng ke kantornya."
Oh benar, Rayne bahkan seketika lupa dengan motornya sendiri. "Iya gapapa. Itu motor nggak akan ilang juga, Pak."
Berada lebih lama dengan Orter sepertinya jauh lebih penting dari sekedar urusan motor. Itu prioritas Rayne sekarang, dan dia yakin dengan keputusannya.
tbc..
~~~^^~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You - [orterayne] ver
Fanfiction[COMPLETED]✔ Di antara semua yang terjadi dalam kehidupan pekerjaannya yang biasa-biasa saja, mungkin kehadiran Orter adalah salah satu yang harus disyukuri oleh Rayne. [remake from my works with the same title] bxb bahasa non-baku harsh word fiksi...