***
Jika dikatakan ujian pernikahan itu terjadi di awal lima tahun pernikahan, rasanya Yara bisa menyetujui pernyataan yang entah siapa pencetusnya itu.
Seraya membelai perut yang bergerak-gerak aktif, ia menghela nafas. Pemikiran tentang karirnya yang harus berakhir sangat menghantuinya akhir-akhir ini tapi ia harus tetap tersenyum mengingat hari ini adalah sidang tesis Mahesa. Sang suami meminta nya hadir untuk menemani.
".... istrinya pak Mahesa?" sapa seseorang, Yara balas menyapa dengan anggukan kecil. "nunggu nya di dalem aja, disini panas."
"ngga apa-apa kak, sekalian berjemur toh kayaknya Mahesa sebentar lagi selesai hehe." Jawab Yara, sesaat kemudian Mahesa keluar dari ruang sidang. "panjang umur orangnya muncul, mari kak."
Yara berjalan seraya Mahesa menyadari kehadirannya, laki-laki itu tersenyum lebar menyongsong sang istri dengan pelukan lega.
"revisinya dikit." Komentar Mahesa sembari melepaskan pelukan, Yara tersenyum simpul dengan tangan membelai pipi laki-laki itu.
"selamat buat gelar barunya." Respon Yara. "akhirnya.... kamu ngimbangin saya."
Mahesa tertawa ringan, "aku ngisi daftar hadir dulu, abis itu kita lunch di luar ya."
"pak Mahesa bentar bentar." Tiba-tiba sekumpulan orang menghampiri mereka. "Selamat dulu dongggg, foto-foto bentar bareng kita Pakkkkk~ oh iya sama Ibu juga di sebelahnya ya."
"temen-temen kelasan ini, Ra. Oh iya ada adek tingkat juga nih beberapa." Mahesa mengenalkan pada Yara. "udah kenalan belom gaes? Cewe cantik ini istri saya, hahaha~"
.
Mereka telah tiba di sebuah restoran dekat Mall untuk makan siang, setelah memesan makanan Mahesa terlihat sibuk menatapi ponselnya dengan cengiran antusias. Yara melirik dari buku menu.
"ternyata pertemanan kamu luas juga ya." Komentar Yara dari balik buku menu. "temen kuliah mu banyak, kalo di kantor gimana?"
Mahesa tak mendengar, jarinya dengan cepat mengetik membalas ucapan-ucapan selamat dari para kenalannya.
"Mahesa." Panggil Yara, lagi-lagi Mahesa tak menyahut. Rahang perempuan itu mengencang menahan emosi. "Sannan Mahesa."
Laki-laki itu terhanyut dalam medsos, hati Yara mulai dongkol seraya ia melepas sarung tangan dan menyentuh jemari sang suami. Letupan energi negatif menyambar syaraf-syaraf Mahesa membuatnya terkejut hingga ponselnya terjatuh.
".... apa itu tadi?" tanya nya kaget.
"kamu ngga respon saya dari tadi saya panggilin." Ungkap Yara. "ada guna nya juga punya hipersensitif, bisa ngasih kejut listrik kayak tadi."
"eh... maaf... banyak yang ngasih ucapan jadi aku balesin segera." Mahesa mengulurkan tangan pertanda dirinya merasa tidak enak. "tadi Yara nanya apa?"
"gapapa lupain aja." Balas Yara singkat seraya makanan mereka hadir di meja, pikirannya membatin ternyata tidak hanya jemari nya saja yang sensitif saat hamil, emosinya juga sensitif dan meletup-letup sehingga melihat hidangan di depannya saja menjadi tak bernafsu.
Mahesa menyadari ada sesuatu yang tidak beres. "kenapa lagi?"
"sebenernya... ada hal yang bikin saya kepikiran akhir-akhir ini." Yara memainkan sendok yang berada di piringnya.
"kenapa sayang?"
Perempuan itu mengulum bibir kemudian menatap Mahesa. "... aku ngga bisa lepasin karir aku di SMA Z untuk ikut kamu dinas ke luar negeri."
.
Sepanjang perjalanan pulang keduanya bungkam, Mahesa yang bergumul dengan pikiran dan Yara yang bergumul dengan batinnya. Begitu pun saat sampai di rumah, Yara menolak bantuan Mahesa untuk keluar dari mobil dan masuk ke rumah duluan meninggalkan sang suami. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing meskipun beberapa kali Mahesa melirik Yara kemudian menghelas nafas; perempuan itu bersikap defensif padanya.
Mahesa merasa hal ini tidak bisa dibiarkan, malam harinya ia menghampiri Yara di kamar sebelah.
"boleh kita ngomong?" pinta Mahesa, laki-laki itu mengulurkan tangan membantu Yara bangkit dari ranjang lantaran sang istri mulai tergopoh-gopoh mengangkat tubuh secara mandiri.
Keduanya duduk di sofa ruang tengah, Mahesa berusaha mencari tatapan Yara yang menghindarinya dengan menekan nekan lembut lengan sang istri.
"Sierra..." Mahesa memanggil Yara dengan nama lengkap. "Yara tau kan kalo cita-cita aku ngelanjutin S3 di luar negeri? Itu bisa aku dapetin kalo kantor ngasih izin untuk dinas luar negeri. Fasilitas buat besarin anak kita disana juga terjamin."
Yara menunduk diam seribu bahasa, tangannya digelitik Mahesa memberikan sensasi energi berletupan kecil bagai memegang ikan yang menggelepar di telapak tangan.
"kalo Yara diem aja aku ngga ngerti." Bujuk Mahesa. "setidaknya kasih tau alesan kenapa Yara ngga mau ke luar negeri."
Yara menghela nafas, "ngga tau Esa,..... saya udah nyaman di SMA Z." akhirnya ia buka suara. "mungkin karena itu sekolah punya Ayah, saya ngerasa bertanggung jawab untuk keberlangsungan sekolah itu. Bahkan kalo suatu hari harus cuti melahirkan pun... aku mau kembali lagi ke sana, jadi guru.... guru yang katanya galak tapi banyak yang suka."
Mahesa menahan tawa, penampakan wajah Yara yang merah padam menahan tangis terlihat menggemaskan untuknya. "kenapa sedih banget sih? Aduhhhh kan aku jadi gemes~"
Yara menderu ketika Mahesa membenamkan dalam pelukan, emosinya yang bergumul akhirnya terurai satu persatu. "aku... aku... aku ngga pernah tinggal jauh dari keluarga, aku... pesimis bisa survive di luar negeri... aku--"
"hei." Potong Mahesa seraya mendongakkan wajah Yara. "belom tentu perizinan aku langsung di acc loh."
Yara terdiam, ia membenamkan wajah ke dada Mahesa. "aku... sensitif banget sekarang, maaf."
"namanya juga bumil, sayang." Tanggap Mahesa, diangkat lagi wajah istrinya seraya mengusap pipi yang basah.
"terima kasih Mahesa." Ucap Yara. "karena selalu 'teduh' dan dewasa dalam situasi apapun."
"aku juga mau ngucapin makasih buat bu Yara." Goda Mahesa. "karena sudah mengajar dan membimbing kami selama---"
"lah itu mah kalimat pidato perpisahan kelas dua belas kaliiii" potong Yara dengan tangan yang menepuk keras, keduanya tertawa berhadapan.
"yaudah ulang." Mahesa tertawa sesaat kemudian menyunggingkan senyum. "makasih... karena mempercayakan laki-laki yang lebih muda ini.... untuk jadi pemimpin keluargamu."
Yara mengambil tisu untuk membersihkan wajah dan ingus yang keluar dari hidung seraya Mahesa mencuri ciuman di bibirnya, keduanya berpagutan dengan energi hangat menyelubungi syaraf-syaraf tubuh mereka.
***
Ada kabar membahagiakan nih
Pekan depan FREQUENCY complete loooh
Jangan lupa vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
FREQUENCY • SKZ Seungmin ✔️
Fanfiction"Tak peduli sedramatis apapun seseorang pernah hadir di hidupmu, kalau tidak satu frekuensi ya tidak akan berjodoh" -Habibie- ☆ MAMACIS, 2023 ☆ Local Fanfiction with Stray Kids as Visual Inspired by ASMALIBRASI, song of SOEGI BORNEAN #2 seungminskz ...