Bandung, 30 Maret 2022
Gema Adzan Isya' membuyarkan lamunan Amalya kala itu, ditambah panggilan nyaring dari sang ayah yang terus saja terdengar. Gadis yang kerap di sapa Aya itu hanya menghembuskan nafas kasar beranjak meninggalkan kursi belajarnya dengan langkah lunglai.
"Ayah manggil Aya?."
Pria berumur setengah abad itu tengah menyeruput secangkir kopi panas dengan perlahan. Dengan setelan baju Koko dan peci yang sudah terpasang rapi di badannya.
"Panggilan Allah saja di abaikan, apalagi panggilan ayah."
Amalya yang mendengar itu hanya membuang muka. Seakan tak perduli dengan perkataan sang ayah.
"Mau sampai kapan kamu begini. Kamu bukan lagi anak kecil yang harus ayah ingatkan untuk beribadah."
"Nanti kalo Aya udah selesai juga bakalan sholat kok."
"Gimana mau masuk univ impian kalo sholat aja masih di tunda-tunda, apalagi adek mau ujian kan. Seharusnya lebih kenceng berdoanya." Tambah sang ayah.
Yang benar saja, gadis itu hanya terdiam mencerna kata demi kata yang baru saja sang ayah ucapkan. Ia beranjak pergi meninggalkan sang ayah yang masih menyeruput sisa kopinya.
Disinilah Amalya sekarang, duduk termenung di serambi masjid yang terletak di dalam komplek rumahnya. Akhir-akhir ini Ia sering melamun entah memikirkan apa.
"Lagi mikirin apa Teh."
Amalya yang kaget akan tepukan di bahunya langsung mengarah kepada si empu.
"Eh Teh Zizah, engga mikir apa-apa kok. Cuma kebetulan lagi ngelamun aja."
"Baru pulang dari Semarang ya." Tambahnya.
"Iya nih, udah mau puasa. Jadi mutusin buat pulkam aja, dari pada nggak ada temen sahur di rumah."
"Loh, bang Faza ngga di rumah Teh?." Tanya Amalya sambil mengernyitkan dahinya.
"Kebetulan udah 3 bulan ini di pindah tugaskan ke Papua. ya beginilah."
Menjadi Istri dari seorang Abdi Negara memang harus siap dalam hal apapun. Seperti yang di alami oleh wanita ini sekarang. Ia bernama Azizah Bahira, Teman masa kecil Amalya yang kebetulan tiga tahun lebih tua.
"Tadi kamu kenapa, kayak kepikiran banget.?" Tanya wanita itu sekali lagi.
Dengan ekspresi yang tak terkendali, Amalya masih saja mengelak.
"Gapapa teh, beneran."Seperti tau akan keadaan sang teman, Azizah masih saja membujuknya untuk bercerita.
"Ah masa, udah kelihatan banget dari tatapannya. Lagi kenapa, sini cerita. Udah lama juga kan kita ngga kayak gini."
Awalnya Amalya ragu untuk bercerita, namun pada akhirnya gadis itu mulai membuka mulutnya.
"Emm, Takut ngga keterima di univ favorit Bandung."
"Ayah bilang kalo Aya ngga keterima di univ itu. Bakal di masukin ke pesantren." Ucap Amalya dengan nada sedikit di lirihkan.
"Teteh tau sendiri kan Aya kayak apa anaknya."
"Gimana ya, teteh juga bingung jadinya. Tapi kalo kamu mau, teteh bisa bantu kamu buat belajar." Ucap Azizah menyakinkan.
"Hah, serius teh." Sontak Amalya membelalakkan matanya.
Bukannya malas, namun Amalya lebih suka belajar beramai dari pada harus belajar secara individu. Menurutnya, tidak akan ada ide-ide yang bisa di temukan ketika belajar sendiri. Apalagi harus membaca buku panduan Ujian yang setebal Kasur di kamarnya. Ia membutuhkan refrensi dari banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja , Laut , Dan , Kita
RomanceMenikah adalah pilihan. Bagi sebagian orang, menikah merupakan salah satu tujuan hidup. Namun, ada juga sebagian orang yang tidak ingin melakukan pernikahan. Sama halnya dengan keinginan gadis ini, Ia bernama Amalya Nur Mecca. Menurutnya hidup tanp...