Chapter 1

649 85 9
                                    

Boboiboy Fanfiction

© Boboiboy | Animosta Studio

Note : perlu diingat jika ini hanya karangan semata dan penulis tidak mengambil keuntungan apapun dari cerita ini

..

..

Taufan itu lebih lemah dari yang lain. Dia mudah sekali sakit sedari masih kecil, bahkan terbilang cukup sering bolak-balik rumah sakit. Dalam setahun saja bisa lebih dari 2 kali dia masuk rumah sakit. Dia tidak memiliki penyakit kronis, hanya fisiknya memang lebih lemah saja.

Karena itulah Taufan lebih sering menghabiskan waktunya di dalam rumah dibanding bermain bersama saudara-saudaranya di luar. Dia akan berpura-pura sibuk membaca buku ketika salah satu saudaranya mengajaknya bermain. Padahal setiap kali melihat wajahnya, Gempa tahu jika Taufan ingin bermain bersama mereka juga.

Ayah dan Ibu mungkin terkesan memberi perhatian lebih pada Taufan yang selalu sakit, sampai kadang membuat Gempa dan saudara-saudaranya cemburu. Tetapi kini memikirkannya lagi, bukankah tak layak bagi mereka untuk merasa cemburu pada Taufan? Mereka yang terlahir dengan tubuh yang kuat dan sehat dapat berlari di bawah terik matahari sembari tertawa. Sementara Taufan hanya dapat duduk di depan pintu sambil mengamati mereka bermain.

Mereka sangat kurang ajar pada saudara mereka, bagaimana bisa mereka menjauhinya karena merasa cemburu padanya? Taufan selalu duduk di depan pintu sembari memperhatikan mereka bermain. Mungkin akan ada buku di pangkuannya, tetapi setiap kali mereka menoleh padanya, Taufan akan melambaikan tangan untuk mereka. Ini adalah bukti Taufan juga ingin dekat bersama mereka dengan caranya sendiri. Mungkin dia tak dapat bermain bersama mereka, tetapi dia akan selalu muncul di dalam setiap ingatan mereka mengenai masa kecil.

Sudah bertahun sejak masa kecil mereka dan Gempa sudah lupa kapan terakhir kali mereka menghabiskan waktu bersama Taufan. Kini usianya 24 tahun, sama dengan Taufan. Mungkin terbilang cukup terlambat untuk menyadarinya, tetapi Gempa harap dia masih bisa memperbaiki hubungan persaudaraan mereka.

Gempa menarik nafas dalam untuk menguatkan dirinya kemudian mengetuk pintu di hadapannya. Dia menunggu untuk orang di dalam membukakan pintu baginya, tetapi beberapa menit berlalu dan tak ada satupun jawaban. Dia kembali mengulang tindakannya, mengetuk pintu tetapi kali ini diiringi dengan suara yang memanggil sang pemilik rumah. Masih tak ada jawaban. Gempa berpikir jika sang pemilik mungkin tak ada di rumah saat ini, dia memeriksa ponsel miliknya untuk melihat jam, masih pukul 10 pagi. Dia akan kembali lagi nanti.

Niatnya begitu, tetapi saat baru membalikkan badannya, Gempa malah mendengar suara benda terjatuh. Dan suaranya lumayan keras. Ini malah membuat Gempa panik. Dia kembali mengetuk pintu. Kali ini sambil memanggil nama sang pemilik sembari berusaha membuka pintu yang terkunci. Dalam pikirannya ada pemikiran tentang mendobrak pintu tetapi diurungkannya.

Entah berapa lama Gempa melakukannya, tetapi kemudian dia mendengar suara kunci pintu yang diputar dan pintu pun terbuka. Kali ini menampakkan seorang pemuda berkulit pucat dan bertubuh cukup kurus dengan rambut sebahu yang acak-acakan. Di bawah kedua matanya terdapat kantung mata yang tebal dan menggelap, kacamatanya miring dan rambutnya berantakan. Sweter biru yang dikenakannya nampak pudar dan lusuh, tetapi dari penampilannya yang menyedihkan itu, kilauan pada kedua manik birunya tak pernah menghilang. Dan Gempa akan selalu mengatakan ini, kedua manik biru itu seperti permata safir yang berkilauan.

"Astafirullah, kak! Kepala kakak berdarah!" Gempa berseru. Dia bergegas mengambil tisu di dalam tasnya dan menekan pada luka di kepala pemuda tersebut. Sementara pemuda di depannya malah nampak kebingungan.

Menari dengan KataWhere stories live. Discover now