10

27 10 3
                                    

"Kenalin, dia pacar ku."

Baim menatap datar laki-laki yang berdiri di samping sahabatnya itu. Ia melirik Erin sekilas dan kembali menatap orang di samping nya dengan tatapan yang semakin menajam.

"Erin, aku pernah bilang tentang ini kan?" Baim menatap tajam pada gadis itu, yang membuat orang di depannya itu tersentak kaget.

"Ee.. pernah.." jawab Erin dengan perasaan gugup sekaligus takut.

"Lalu?" Baim menaikkan sebelah alisnya, membuat gadis itu semakin terpojok. Erin terdiam sejenak, menarik nafasnya dan melanjutkan pembicaraannya.

"Dan aku udah melanggarnya." Baim menganggukkan kepalanya dan kembali menatap lekat pada gadis kelahiran bulan Agustus itu.

"Bagus. Ternyata kamu masih ingat tentang apa yang aku bilang ke kamu yang berkaitan dengan cowok. Coba ulang apa yang aku bilang."

"Aku bakal seleksi cowok yang mau pacarin kamu. Kalau nggak cocok buang aja. Dan jangan langsung diterima, bilang sama aku dulu." Baim menganggukkan kepalanya lagi.

"Jadi, kamu tau kesalahan kamu di mana?" Erin mengangguk kecil dan menatap Baim dengan tatapan memelas.

Saat mereka berdua sedang berdebat, pemuda yang dikenal sebagai pacar Erin hanya diam dan menonton apa yang terjadi. Di dalam hati nya, ia berdecih kesal karena Baim yang terlihat ikut campur dengan urusan Erin.

"Hanya sebatas sahabat doang jangan sok ngatur." Pemuda itu berucap dengan memutar bola mata nya dan menatap Baim sinis.

"Maksud lo bilang gitu apa ya, Haris?" Baim mengepalkan tangannya kuat dan ia melihat tajam pada pemuda yang bernama Haris itu.

"Loh, kok lo marah? Kalian kan cuma sebatas sahabat doang kan? Ngapain juga lo ngatur-ngatur pacar gue seenak lo?"

Tanpa sadar, emosi Baim terpancing dengan kata-kata yang keluar dari bibir pemuda yang menurutnya sombong itu. Tetapi ia segera menarik nafas nya untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Erin, kok kamu mau sama modelan yang kayak gitu?" Baim menatap Erin dengan tatapan bertanya.

Emosi Haris pun tersulut karena ucapan Baim yang sepertinya sedang meremehkannya. Mereka saling mengirimkan tatapan sinis pada satu sama lain membuat Erin merasakan hawa permusuhan dari keduanya.

"Tamat udah," batinnya dengan perasaan yang campur aduk.

Baim memutuskan tatapan nya lebih dulu dan ia menatap sahabatnya itu.

"Pulang sama siapa? Aku atau dia?" Ucap Baim sambil menunjuk dirinya dan Haris. Erin terdiam dan melihat keduanya secara bergantian.

"Kalau gue pilih Haris, nanti Baim ngamuk karna gue ke kafe sama dia. Tapi kalau gue pilih Baim, rencana gue bisa hancur. Aduh, ternyata punya dua cowok itu berat."

Merasakan kebimbangan dari gadis di depannya, membuat Baim mengernyitkan dahinya. "Kamu bimbang?"

"Bu-bukan gitu.. aku cuma bingung.." jawab Erin dengan perasaan gugup. Jantungnya berdetak dengan kencang saat Baim mengetahui isi pikirannya.

"Kamu bimbang, Erin. Aku kenal kamu nggak sehari dua hari dan aku tau kebiasaan kamu, sekecil apapun itu." Baim menatap dalam pada mata gadis di depannya.

Just Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang