DUA PULUH TUJUH || PENGANTIN BARU

363 37 0
                                    

"Cintaku seluas jagat raya yang meski berdampingan dengan berbagai cuaca tapi tidak memiliki kuasa melebur rasa yang sudah mendarah daging pada raga."

-Faradisa Renjani-

🍂🍂🍂

Hafidz mengerjapkan kedua matanya, saat samar-samar merasakan silau. Setelah kedua matanya terbuka sempurna, Hafidz baru menyadari jika hari sudah sangat siang. Efek kelelahan setelah resepsi, Hafidz dan Disa langsung kembali tidur setelah melaksanakan shalat subuh, resepsi kemarin benar-benar sangat membuat mereka kelelahan.

Bibirnya melengkungkan senyum kala menemukan sosok perempuan yang terlelap di pelukannya dengan rambut hitam sepinggangnya yang tergerai. Ia mengecup pucuk kepala perempuan yang sudah sah menjadi istrinya itu sejak kemarin. Rasanya masih benar-benar seperti mimpi, Faradisa sudah berada di dalam pelukannya sekarang dengan status yang jelas, ia bukan lagi mencintai wanita ini secara diam-diam, tapi ia sudah bisa memilikinya.

"Euugh .... "

Faradisa tampak menggeliat karena Hafidz sengaja mengeratkan pelukannya pada tubuh ramping sang istri.

"Maaaas .... " Faradisa merengek dengan suara seraknya.

Sungguh Hafidz benar-benar gemas, hingga rasanya ingin terus memeluk sang istri seharian. Tapi itu tidak mungkin, karena mereka belum sarapan. Huh, Hafidz menghela napas melihat cahaya terang yang semakin terik dari kaca sepertinya hari sudah siang dan sudah tidak lagi di bilang pagi, tentu saja namanya bukan lagi sarapan.

"Sa, bangun dulu yuk."

Bukannya bangun, Faradisa malah semakin masuk ke pelukannya, dan itu tentu membuat Hafidz terkekeh pelan seraya mencium pucuk kepala Faradisa. "Bangun dulu Sa. Kita belum makan lho. Kamu apa nggak laper?" katanya dengan lembut.

Faradisa bergumam pelan. "Lima menit lagi ya, Mas."

Hafidz terkekeh pelan, memberikan lagi kecupan kepada Faradisa. Sebelah tangannya terulur mengambil ponselnya yang berada di atas nakas, benar saja ini sudah jam sepuluh pagi. Ia juga mendapatkan banyak pesan dari Ibu beserta ayahnya sejak pagi agar memintanya mereka turun untuk sarapan, namun karena kelelahan efek resepsi semalam membuat mereka baru bangun pada pukul sepuluh pagi.

"Jam berapa Mas?"

Hafidz kembali meletakkan ponselnya ke atas nakas, dan mengalihkan tatapannya kepada sang istri yang tengah bersandar pada headboard ranjang.

"Hm, jam sepuluh pagi. Mau sarapan sekarang, atau mau cuci muka dulu?" tanya Hafidz dengan tatapannya yang lembut.

"Cuci muka dulu deh Mas. Masih ngantuuuk."

Hafidz tertawa.lm "Ya sudah, kamu istirahat dulu. Mas mau ke kamar mandi. Nanti mau sarapan di bawah, atau di kamar aja?"

"Di bawah aja deh Mas. Sumpek di kamar terus." jawabnya seraya kembali memejamkan matanya.

"Ya sudah. Jangan tidur lagi lho,"

Disa mengangguk, "Iya Mas."

Hafidz bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajah, karena keduanya sudah mandi sebelum melaksanakan shalat subuh. Tapi Disa akan membilas tubuhnya sedikit nanti agar lebih segar.

Selagi menunggu Hafidz yang masih berada di dalam kamar mandi, ia mengambil ponsel miliknya yang kebetulan ada panggilan masuk dari Mama Diandra.

"Duh, pengantin baru. Jam segini baru bangun."

Blush!

Kedua pipi Faradisa merona, ah benar juga. Semua orang pasti tengah berpikir jika ia dan Hafidz yang bangun kesiangan karena melewati malam yang panas sebagai suami dan istri. Padahal keadaannya mereka tidak melakukan apa-apa karena kelelahan.

SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang