Jadi, mulai hari ini aku putuskan buat up cerita ini tiga kali seminggu aja ya. Aku takut kalau up tiap hari kalian malah jadi bosen.
Cerita ini bakal jadi cerita terpendek aku dari cerita-cerita aku yang lain.Selamat membaca
Kalian harus suka💔💔
5 – Menyelamatkan
Disaat aku ingin menghilang darinya, justru kamu hadir. Parahnya, malah menjadi penyelamat saat aku dalam keadaan takut.
—
Satu minggu...
Waktu yang harusnya cukup untuk melupakan malam itu.
Malam yang membuat dirinya dilingkupi oleh rasa penyesalan yang teramat dalam. Dan malam yang akan selalu Renjani ingat ia telah menghancurkan hidupnya serta membuat kecewa Mama dan Papa untuk pertama kali.
Dan selama satu minggu itu juga, Renjani tidak melihat sosok Raga di sekolah. Sebelum malam itu terjadi, Renjani sesekali suka melihat Raga di kantin. Makan di meja sendirian. Atau di lapangan tengah menjalani hukuman dari Bu Nadia. Tapi, bagus sih, jadi Renjani tidak perlu repot-repot untuk menghindari diri darinya.
"Acara kamping sabtu besok lo ikut kan, Ja?" Inggit menarik punggungnya bersandar pada sandaran kursi. Memutar balpoin di antara jari-jari. Cewek itu terlihat seperti sedang bad mood.
"Lo udah nanya itu seribu kali perasaan, Git." Renjani mengukirkan ujung pensil pada kertas hvs dengan gambar setengah jadi. Kepalanya miring ke sisi kanan, tangannya tidak berhenti bergerak. Ia nampak sedang menggambar sebuah piano di kertas putih tersebut.
Inggit berdecak keras. "Gak asik banget anjir." Seperti teringat sesuatu, Inggit mencondongkan tubuh padanya. "Eh btw lo udah tahu siapa yang ngirimin lo coklat sama post it? Udah semingguan ini gue gak pernah lihat itu lagi di meja lo."
Gerakan tangan Renjani berhenti. Pertanyaan Inggit mengingatkannya kembali pada kejadian satu minggu yang lalu.
"Terus siapa woy orangnya?" Inggit menyenggol bahunya. "Ah Renjani mah suka main rahasia-rahasiaan sama gue. Kasih tahu dong, buruan!" Kemudian cewek itu mengguncangkan bahu Renjani. "Siapa, Ja. Anak kelas mana? Lo gak bisa bikin orang mati penasaran gini, baby."
"Masih belum, Inggit." Dari pada otaknya kembali mengingat hal yang seharusnya Renjani lupakan, ia lebih memilih kembali menggoreskan ujung pensil. Gambarnya masih belum sempurna.
"Yah... kirain udah." Teman Renjani itu terlihat kecewa. Tangannya menopang dagu dengan kedua siku bertumpu pada meja. "Kira-kira dia spek seperti apa ya, Ja? Kok gak mau ketahuan gitu. Kampret sih emang itu cowok, pake segala main petak umpet. Dikira anak SD apa, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Raga Renjani (Terbit Cetak)
Teen FictionDi tengah kehidupan remaja yang penuh dengan harapan dan impian, Renjani Senja seorang gadis berusia 17 tahun, dirinya harus di hadapkan pada satu kehidupan yang sulit. Ia hamil di saat dirinya masih status siswi Tunas Bangsa. Siswi yang enam bulan...