Ryuu suka baca komen kalian, jadi kalau semisal suka kalian banyakin komennya ya. Oh, dan jangan lupa juga vote cerita ini dan follow juga akun Ryuu ya.
What Kind of Future
Happy Reading
. . .
Hari akhirnya telah berganti dan beruntung masa kritis Ryu sudah terlewati meski tadi malam dia mengalami kejang hingga harus dipantau semalaman oleh Veno.
Di ruang rawat VIP-nya Veno saat ini tengah duduk di kursi di dekat Ryu. Pemuda tampan itu memegang tangan Ryu lembut sembari menatap sendu mantan tetangganya yang saat ini masih terbaring tak sadarkan diri.
"Orang kalo udah janji tuh suka banget lalai ya Ji? Padahal kamu janji sama Mas mau sembuh, tapi persentase kesembuhan kamu aja lebih kecil daripada kematian kamu.." Veno mengusap lembut pipi berisi Ryu.
Sejak mengenal anak di depannya ini, entah sudah berapa kali jantung Veno berpacu lebih cepat karena rasa cemas yang menggerogotinya. Pada awal mengenalnya dulu Veno bahkan tak peduli dengan anak di depannya ini, namun begitu tahu kisah hidup Ryu yang pelik entah mengapa Veno jadi sangat peduli padanya. Bahkan, Veno rela untuk tak tidur semalaman demi menjaga Ryu.
Hanya demi menjaga mantan tetangganya itu.
Asyik memandangi wajah Ryu, Veno sampai tak menyadari bahwa Erza yang tadi sempat ia suruh berganti pakaian sudah kembali. Anak itu sudah tampak lebih baik dengan pakaian baru, tak seperti sebelumnya yang penuh dengan darah bekas penyelamatan yang kemarin ia lakukan.
Erza yang baru datang mengedarkan pandangannya begitu tak menemukan dua sahabatnya yang lain.
"Dikey sama Langit kemana Mas? Mereka pulang?" tanya Erza penasaran.
Veno yang tadi fokus pada Ryu menoleh pada Erza. "Mas suruh cari makan. Kalian disini juga butuh asupan, jangan sampe pas Uji sadar kalian sakit dan bikin dia sedih." Jawab Veno. Erza mengangguk mengerti.
Setelahnya tak ada satupun pembicaraan yang berarti diantara mereka. Veno sibuk dengan Ryu, dan Erza sibuk dengan pikirannya sendiri.
Melihat Ryu yang terbaring Erza tadi ingat pada memori saat dirinya juga menunggui Joshua dihari kematian anak itu. Suasananya selalu saja dingin dan tak bisa dijelaskan. Seperti udara, cuaca, bahkan keadaan saja tahu jika seseorang akan segera meninggal dunia.
Sebetulnya Erza juga tak ingin percaya dengan fakta jika hidup Ryu hanya tinggal terhitung lima hari lagi. Dirinya ingin meyakini bahwa Ryu bisa bertahan lebih dari itu. Namun, dirinya telah memutuskan mempercayai Ryu dan segala ucapannya tentang perpindahan tubuh. Dan jika jam tangan itu adalah bagian dari peristiwa perpindahan itu, maka seharusnya semua akurat bukan?
Erza mengambil buku harian milik Joshua dari tasnya. Anak itu mengelus buku harian milik saudaranya dengan lembut dan menatap nanar sosok Ryu.
Apakah ini adalah waktu yang tepat? Pikirnya.
"Mas.. Bisa jujur sama gue nggak?" Tanya Erza dengan suara yang lumayan bergetar.
Veno menoleh dan menatap Erza. "Jujur tentang apa?" Tanyanya.
Erza terdiam sejenak. Untuk menanyakan pertanyaan ini benar-benar membutuhkan keberanian. Walau Erza hampir tahu jawabannya, tapi dirinya tetap belum siap untuk mendengar ini dari orang yang merawat sahabatnya saat ini. Terlalu takut, itulah yang ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future? [END]
General FictionRyuzi Valerian adalah Remaja pengidap penyakit CIPA yang sudah parah. Ryuu seorang pasien tetap, dan keadaannya terus menurun waktu demi waktu. Disaat keterpurukannya karena penyakit itu, tak ada siapapun disisinya. Orang tuanya tak peduli padanya...