Aku terbangun dari tidurku dengan napas tersengal-sengal, keringat membasahi tubuhku. Mimpi yang terus menghantuiku mengingatkanku pada kehilangan yang tak terucapkan.
Di dalam mimpiku, aku melihat Ashel, sahabatku, sedang berdiri di depanku. Wajahnya dipenuhi dengan senyum yang cerah, tetapi matanya menyiratkan ketidakpastian yang tidak biasa. Lalu, dengan perlahan, ia mengangkat tangan dan melambai padaku, seolah-olah memberikan sinyal perpisahan.
Tidak lama kemudian, suara gemuruh dari ponselku menggetarkanku dari keheningan malam. Dengan jantung yang berdegup kencang, aku mengambil ponselku dan melihat namanya di layar: Ashel.
Dengan gemetar, aku menjawab panggilannya. Namun, apa yang kudengar membuat bulu kudukku merinding. Suara Ashel terdengar pecah dan penuh dengan keputusasaan, seolah-olah ia menangis dengan keras.
"Ashel, apa yang terjadi?" tanyaku dengan suara gemetar, mencoba menenangkannya.
"S-selamat tinggal, Abel," ucapnya dengan suara yang terputus-putus di seberang sana. "Aku... aku tidak bisa lagi..."
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, suara putus asa itu terputus, dan hanya sisa-suara tangis histeris yang terdengar di seberang sana. Mendengar itu, kepanikan merayapi diriku. "Ashel! Ashel! Apa yang terjadi?" teriakku dengan keras, tetapi tidak ada jawaban.
Dengan gemetar dan penuh kebingungan, aku menutup ponselku. Hatiku berdebar keras, terpenuhi dengan ketakutan dan kegelisahan. Apakah itu hanya mimpi buruk, ataukah sesuatu yang lebih mengerikan sedang terjadi pada Ashel?
Aku segera menelfon Ashel lagi, tetapi kali ini tidak ada balasan dari panggilanku. Pikiranku dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang Ashel. Dengan nekat, aku mencoba menelfon Tante Ratna (ibu Ashel) untuk mencari tahu apakah Ashel baik-baik saja. Namun, tidak ada balasan dari panggilanku.
Dalam kepanikan yang melanda, tanpa berpikir panjang, aku segera memesan tiket kereta menuju kota Ashel malam itu juga. Aku merasa khawatir, dan aku tidak bisa duduk diam jika sesuatu yang buruk sedang terjadi pada sahabatku sendiri.
Aku dengan terburu-buru memasukkan barang-barangku ke dalam tas, tak peduli berapa banyak baju yang kubawa. Hanya keadaan Ashel yang kubawa pikirkan.
"Abel, kenapa tidak besok saja pergi? Ini sudah malam, dan butuh 2 jam untuk sampai ke kota," ucap Ibu.
"Tidak bisa, Bu. Kabar tentang Ashel adalah yang terpenting bagi aku," jawabku dengan cemas.
"Bagaimana kalau Ashel hanya bercanda?" ucap Ibu.
"Tidak mungkin, Bu. Aku tahu Ashel tidak akan bercanda seperti itu," ucapku yakin.
Setelah selesai, aku menutup ranselku dan mengambil kunci motor.
"Biarkan Ibu saja yang mengantar."
"Tidak usah, Ibu. Kamu tinggal di rumah saja."
"Tidak bisa. Kalau ada yang terjadi padamu, bagaimana? Lagian, kamu baru saja kecelakaan motor kemarin."
Akhirnya, Ibu mengantarkanku ke stasiun kereta malam itu. Di perjalanan, aku sibuk mengecek keadaan Ashel, mencoba mengechatnya berkali-kali namun tidak ada balasan. Sesampainya di stasiun kereta, aku segera memesan tiket untuk ke kota. Dan benar saja, tiket terakhir ke kota baru berangkat pukul 12 malam. Namun, mau tak mau aku pun memesannya.
Aku duduk di bangku yang keras dan dingin di stasiun kereta yang sepi. Udara malam membeku, menciptakan atmosfer yang tegang di sekelilingku. Sambil menunggu kedatangan kereta, pikiranku melayang ke Ashel dan pertemuan kami yang terakhir.
Sesekali aku melihat ke arah jam di ponselku yang kini menunjukkan pukul 10 malam. Aku masih harus menunggu 2 jam lagi hingga kereta tiba. Waktu terasa berjalan begitu lambat di stasiun yang sunyi ini, sementara kegelisahan dalam diriku semakin memuncak. Hati ini terus berdebar-debar dengan setiap detik yang berlalu, tak sabar untuk mengetahui keadaan Ashel. Aku hanya berharap agar perjalanan ini berjalan lancar dan aku bisa segera menemukan sahabatku dengan selamat.
Hati ini terasa seperti berat, dipenuhi dengan kegelisahan dan ketidakpastian. Apa yang terjadi pada Ashel? Mengapa panggilannya tiba-tiba terputus, dan mengapa tidak ada yang menjawab ketika aku mencoba menelfonnya lagi?
Langit malam yang gelap dan sepi hanya menambah kesendirianku. Namun, tekadku untuk menemukan Ashel tidak goyah. Aku harus mencari tahu keberadaannya, tidak peduli apa pun yang terjadi.
Pukul 12.00
Lampu kereta api melintas di kejauhan, hatiku berdebar-debar dengan harapan. Aku berdiri, menatap ke arah datangnya kereta dengan penuh harap. Setiap detik terasa seperti selamanya, tetapi akhirnya, kereta itu tiba juga.Dengan langkah cepat, aku naik ke dalam kereta dan mencari tempat duduk. Hatiku berdegup kencang, terus mengingat Ashel dan perasaan cemas yang melandanya.
Di dalam kereta yang tenang, pikiranku melayang ke masa lalu, ke saat-saat indah yang pernah kami bagikan bersama. Aku berdoa agar kami bisa bertemu lagi, agar aku bisa melihat Ashel dengan selamat dan sehat.
Dengan setiap kilometer yang kami lalui, tekadku semakin kuat. Aku akan mencari Ashel, tidak peduli apa pun yang terjadi. Dan meskipun perjalanan ini penuh dengan ketidakpastian, aku siap menghadapinya demi sahabatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRI(END)
Mystère / ThrillerJudul Cerita: "FRI(END) Sinopsis: Abel dan Ashel, dua sahabat yang tidak terpisahkan, harus menghadapi ujian terbesar dalam persahabatan mereka ketika kabar kematian tragis Ashel mencapai telinga Abel. Ashel ditemukan meninggal secara misterius di...