🕊️ 001.

109 13 0
                                    

Tatkala sinar mentari yang hampir redup itu melaju perlahan untuk menggantikannya dengan kegelapan yang akan berjaga pada malam hari. Semua manusia pasti memasuki tempat tinggalnya masing-masing dan beristirahat dengan tenang.

Tetapi tidak untuk pemuda satu ini, ia tetap bekerja tanpa henti ketika pengunjung yang datang ke cafe tuannya amatlah banyak. Beberapa pegawai yang pulang terlebih dahulu itu harus membuat pemuda manis ini bekerja tanpa jeda. Untung selama melayani, tidak ada pelanggan yang protes karena pelayanan lama akibat dirinya. Mau bagaimanapun juga, ini salahnya sendiri karena telah berbicara akan mengambil shift malam di hari minggu yang menurutnya akan sedikit pelanggan.

Name tag yang tertulis Choi Beomgyu itu bertengger pada kemeja yang sudah terlihat tak rapi.

Selama dua jam melayani tanpa istirahat, ia menghela nafas dan menghampiri tulisan didepan pintu kemudian membalikkannya menjadi close.

"Kau terlihat kelelahan. Pulang dan beristirahatlah."

Ia menunduk memberi salam pada atasannya. Selagi merapikan pakaiannya sendiri, ia menoleh melihat atasannya seperti dipanggil oleh tuan cafe. Tak mau tahu karena saat ini ia sudah sangat lelah sekali. Andai pintu kemana saja benar-benar ada di dunia nyata, Beomgyu sangat ingin mempunyainya.

Selama perjalanan juga tak ada bedanya, selalu sepi bahkan suara kendaraan pun sama sekali tak terdengar. Padahal tidak lama ini ia baru selesai melayani banyak pelanggan. Jalanan sepi menandakan bahwa sudah tidak ada orang yang berkeliaran di jam malam seperti ini.

Beomgyu mempercepat langkahnya ketika sedikit lagi sampai menuju apartemennya. Ia memasukkan sandi pintu lalu masuk dan langsung menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Choi Beomgyu, 21 menjadi jawaban berapa usianya saat ini. Ia tinggal sendiri di apartement yang tak jauh dari cafe tempat bekerjanya. Keluarga- ah Beomgyu selalu tidak ingin menyebut kata itu. Kata keluarga yang seperti terdengar indah namun menurutnya itu seperti kata untuk menyebut musuhnya sendiri.

Setelah Ayahnya meninggal, Ibunya menjadi pendiam bahkan sempat tak pernah menjawab pembicaraan Beomgyu selama dua minggu lamanya. Entah bagaimana awalnya, namun saat itu Beomgyu berhasil menerobos kamar ibunya ketika merasa ibunya selalu berdiam diri di kamar. Matanya terbelalak ketika melihat foto yang tertempel di tembok kamar bukanlah foto kedua orang tuanya. Bukan foto Ayah dan Ibunya. Melainkan foto Ibunya bersama pria asing, matanya memerah ketika melihat senyuman di bibir Ibunya sangatlah lebar, berbanding terbalik dengan beberapa foto keluarga ketika Ayahnya masih ada.

"Apa yang sedang kau lakukan di kamarku?"

Beomgyu menutup matanya serta menghela nafas. Nada yang dikeluarkan ibunya terbilang sangat tenang tanpa ada rasa panik sedikitpun. Seakan-akan ia sudah menunggu kejadian ini dari lama-lama hari.

"Jelaskan padaku."

Choi Minchae- ibunya menyunggingkan senyuman licik itu di hadapan Beomgyu. Kedua tangannya dilipatkan di depan dada sambil memandang remeh kearah anak tunggalnya.

"Apa yang perlu ibu jelaskan? Dengan kau melihat foto itu pasti sudah menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dipikiranmu." Beomgyu menghembuskan nafas frustasi.

"Jadi dugaanku selama ini benar. Ibu memang tidak pernah menyayangi Ayah. Bahkan ibu sama sekali tak mengeluarkan air mata ketika Ayah tiada." Matanya kembali memanas ketika mengingat kejadian yang amat menyedihkan baginya.

Minchae menggeleng-gelengkan kepalanya. "Memang benar ibu tak pernah menyayangi ayahmu. Tapi ibu selalu terpaksa baik padanya karenamu. Jadi, ibu membenci ayahmu sekaligus membencimu, Beomgyu."

Beomgyu terdiam, perkataan yang sangat menjelaskan bagaimana perlakuan ibunya sendiri terhadapnya selama ini.

"Aku tadinya tak ingin membencimu karena mungkin ini kesalahpahaman. Tapi jika perkataan yang sama sekali tidak aku pikirkan keluar sendiri dari mulutmu, maka aku menjadi seseorang yang sangat pantas untuk membencimu."

"Kau bahkan tidak pantas disebut seorang ibu."

Minchae mengurut dahi tak ingin mendengar celotehan anaknya. "Ya, ya, ya terserah kau saja."

Beomgyu yang geram hanya bisa berjalan melewati ibunya saat ini. Yang ia pikirkan hanyalah satu, tinggal atau pergi.

Ia memang merasa jika sikap ibunya padanya bukan seperti sikap anak dan ibu pada umumnya. Namun Beomgyu selalu tak mempermasalahkan itu dan tetap menjalani harinya dengan senyuman. Tak ia pungkiri, ternyata selama 20 tahun semenjak kelahirannya ini ibunya menunjukkan sikap berpura-pura baik padanya dan juga ayahnya.

Lalu untuk apa ibu menerima ayah? Untuk apa ibu melahirkannya?

Pikiran yang sedang menghantuinya membuat Beomgyu semakin yakin. Bahwa ia akan pergi meninggalkan ibunya. Karena, tak akan ada yang berubah jika bukan ibunya sendiri yang sadar, dan itu adalah hal yang mustahil.









"Lapar sekali." Beomgyu memegang perutnya yang berbunyi lalu berjalan menuju kulkas untuk melihat bahan. Matanya melotot ketika melihat isi kulkas itu, kosong kecuali air putih dingin yang selalu sengaja Beomgyu isi. Ia memukul dahinya sendiri lupa bahwa setelah pulang bekerja akan berbelanja bahan makanan. Namun karena kelelahan pada saat di cafe tadi ia sampai melupakannya.

Beomgyu berjalan menuju kamarnya dan merebahkan dirinya pada kasur empuk itu. Ia memukul kecil perutnya ketika mendengar suara keroncongan yang semakin keras.

"Tunggulah besok, sekarang aku sangat lelah." Dan tak lama menutup matanya ketika rasa kantuk mulai menyerang.

✧✧✧

Hari ini, semua pegawai cafe dikumpulkan di belakang membuat mereka semua bertanya-tanya pada diri sendiri. Atasan mereka- Jung Jeno menghela nafas sebelum memulai percakapan.

"Tuan menyuruhku mengeluarkan salah satu dari kalian." Semua orang terkejut bahkan Beomgyu sekalipun tak dapat menutup mulutnya.

"Aku juga tidak ingin salah satu dari kalian meninggalkan cafe, tapi tuan menyuruhku untuk mengatakannya pada kalian. Dan juga, tuan memberi gaji terakhir untuk pegawai yang meninggalkan tempat ini."

Beomgyu menunduk sebenarnya tak ingin mendengarkan, diantara semua pegawai, dirinya lah yang lebih lama bekerja di cafe ini. Senior yang dari awal mengajarinya juga sudah berganti generasi serta beberapa pegawainya juga. Namun, satu tahun saja tidak cukup untuk Beomgyu bekerja di cafe ini. Bahkan gaji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja menurutnya itu masih kurang. Maka dari itu ia tak ingin dulu meninggalkan cafe ini karena setelahnya ia tak tahu harus kemana lagi mencari pekerjaan.

"Aku benci mengatakan ini, tapi, tuan ingin kau yang meninggalkan tempat ini, Choi Beomgyu."

dissemble | taegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang