⑅ 3. Family Dinner ⑅

4 0 0
                                    

Hari-hari berlalu seperti biasa. Sampai tiba pada waktu perjanjian itu tiba. Ashel exited sekali hari ini. Dirinya bahkan sudah bersiap dari sore hari. Rambutnya ia tata dengan cantik. Karena makan malamnya santai dan tak terlalu formal, Ashel cukup dengan menggunakan dress berwarna merah muda sebawah lutut dengan lengan pendek. Cukup manis dipadukan dengan rambut kepang dan tas selempang berwarna putih.

"Kira-kira anaknya om Andara gimana ya?..karena abang Iko bilang anaknya baik, aku jadi tambah ga sabar, semoga aja betulan baik" gumamnya seraya oleskan pemerah pada belah bibirnya. Tak muluk-muluk, karena Acel memang kurang bisa bersolek dan menolak untuk di dandani Bundanya.

"Dek, kalo udah ayo turun, kamu berangkat sama abang" Iko menunggu di depan pintu Ashel sejak beberapa menit yang lalu. Gadis itu terus saja mengeluh bahwa ada sesuatu yang kurang.

"Bentar, sebentar lagi"

3 kali sudah Ashel berikan jawaban yang sama namun tak kunjung membuka pintu kamarnya. Iko menghela nafas panjang, bola matanya memutar jengah.

"Sini keluar, abang liat" katanya. Barulah pintu itu terbuka secara perlahan. Kepala Ashel muncul setelahnya, di susul cengiran kecil dari si gadis.

"Keluar yang bener" pintu itu akhirnya terbuka sepenuhnya. Menampilkan penampilan Ashel yang berdiri dengan kikuk.

Dress merah muda oke, rambut kepang juga oke, tas selempang kecil berwarna putih juga sudah oke, tetapi saat mata Iko telusuri penampilan Ashel dari ujung kepala sampai ujung kaki, pemuda itu sedikit menahan tawanya.

Dahi Ashel merengut tak suka, kenapa? Ada yang aneh dengan penampilannya?

"Jangan ketawa!" kesalnya, tangannya meninju dada Iko cukup keras.

Sepersekian detik kemudian, Iko langsung mengubah ekspresinya, kakinya melangkah mendekat. Jari-jarinya mulai meraih wajah Ashel dan mengusap beberapa bagian yang dirasa tak benar.

"Kamu kalo ditawarin Ibun dandan tuh terima aja kenapa dek?" katanya seraya mengusap alis sang adik. Iko ingin katakan kalau bulu mata Ashel kini mirip seperti ulat bulu, tapi Iko tak cukup kuat bila setelah ini Ashel tak akan mengajaknya mengobrol selama satu minggu. Persis sang Ibunda jika sedang marah.

"Acel kan mau effort sendiri" katanya seraya serahkan tisu basah tak jauh dari tempatnya berdiri. Cukup lama mereka disana, sebelum akhirnya Yunan yang sudah berada di bawah menunggu kedua adiknya harus kembali lagi ke dalam rumah.

"Belum selesai? Ibun sama Ayah udah berangkat dari tadi" Yunan terus mendekat sampai di samping Iko. Pemuda itu juga ikut memindai penampilan Ashel dari atas sampai bawah. Saat dapati kaki Varashel kenakan sepatu ber-hak tinggi, pemuda itu menggeleng pelan.

"Sebentar nih, adek lo ada aja anjir"

Yunan berlalu pergi, ke ruang khusus di mana sepatu-sepatu tertata rapi. Pemuda itu mengedarkan pandangannya, setelah menemukan apa yang ia cari, Yunan kembali ke kamar Ashel dengan sepatu kets berwarna putih di tangannya.

"Kenapa pake sepatu punya Ibun? Ga muat itu di kamu" Yunan berjongkok, memberi isyarat pada Ashel untuk mengangkat satu kakinya untuk ia gantikan sepatu yang lebih nyaman. Ashel menurut saja jika sudah dikepung seperti ini, toh sepatu Ibundanya memang cukup besar dan longgar, ia saja yang memaksakan karena ingin terlihat lebih tinggi dan lebih sedikit dewasa.

"Biar cantik"

"Pake aja apa adek abang udah cantik"

"Yeuh abang Yu mah tidak mengerti"

"Nah udah"

"Abang hapus semua make up aku ya?"

"Ngga, udah ayo, nanti telat"

Love is YourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang