#5

158 21 3
                                    

POV Kirana

"Dimana Wilona? Kok bisa sih kalian biarin dia sakit gitu?"

Aku terbangun akibat suara berisik dari luar kamar. Ku lirik kesamping dan memastikan kembali Wilona bahwa ia sudah baik-baik saja, aku takut dia panas tinggi lagi hingga sempat kejang seperti kemarin malam.

Aku memutuskan keluar untuk melihat siapa yang ciptakan keributan di pagi hari yang melelahkan ini. Dan dua orang pemuda, dan seorang perempuan yang ku kenal sebagai Raya, tengah berdiri berkumpul di ruang tengah.

"Gua baru pulang pas adzan subuh, Je. Gua gatau Wilona sakit, ini aja baru dapet kabar dari Adimas jam 6an."

"Gue baru buka hp tadi pas mau balik. Semalem abis teler sama anak-anak kampus A, jadi gue ga buka hp dari jam 10."

"Goblok betul kalian berdua! Lo semua tau kan Wilona gaboleh sampe kecapean, kalo udah begini yang ada imun dia makin lemah!"

Aku tidak kenal siapa pemuda itu. Entah dia dari kampus ini atau tidak tapi aku tak pernah melihatnya berkeliaran atau nongkrong di lingkungan kampus.

Dari kasat mata, ia sepertinya seumuran dengan Wilona. Ia punya lingkar hitam samar-samar di sekitar mata dan kontur wajahnya kelihatan ramah.

Namun sifatnya... Sepertinya aku dan dia tidak cocok untuk saling mengenal. Pemuda yang dipanggil dengan "Je" itu datang-datang marah-marah sambil menunjuk-nunjuk Adimas dan Raya.

Padahal mereka tak salah karena baru dapat kabar mengenai kondisi Wilona di jam-jam menuju pagi.

Aku yang beri tahu pasal Wilona sakit. Sebenarnya salahku mengabari mereka sekitar subuh karena aku ketiduran setelah lelah menjaga Wilona semalaman. Aku kabari kalau Wilona demam tinggi, dan sudah ku bilang aku pastikan aku rawat dia sejak semalam setidaknya agar ia tidak lagi kejang-kejang karena suhu tubuh yang terlampau tinggi.

Sungguh malam itu aku amat cemaskan kondisi Wilona. Baru sampai di sekretariat, aku sudah disuguhi pemandangan Wilona yang seperti orang ayan. Ku duga ia pun tak sadar dengan kondisinya sendiri sebab Wilona dalam keadaan antara sadar tak sadar kala itu.

Dengan segera aku baringkan sementara di atas lantai, aku singkirkan segala macam benda di sekitarnya sembari menunggu kejangnya berhenti. Lalu disitu aku mulai mengangkatnya masuk ke dalam kamar.

Berat tubuhnya sangat ringan. Aku sampai tak percaya ada orang seringan itu di usia awal 20an. Jadi sewaktu bawa Wilona ke kamar, aku tidak kesulitan.

Setelah memastikan ia baik-baik saja, aku segera mengganti semua pakaiannya. Ketika seseorang tengah demam tinggi, pastikan agar ia tidak memakai pakaian yang membuat panas itu menguap kembali masuk ke dalam tubuh dan beri ia pakaian yang nyaman.

Aku dengan segera mengambil asal kaus dan celana training yang ada di dalam lemari kemudian memakaikannya pada Wilona.

Disaat seperti ini, jangan kalian anggap aku bernafsu sewaktu lihat Wilona hampir telanjang. Boro-boro mikir jorok, otakku dipenuhi rasa takut kalau-kalau Wilona tiba-tiba menghembuskan nafas terakhir. Kondisinya malam itu benar-benar terlihat seperti orang sekarat.

Maka dari itu ku putuskan menginap sementara disini. Meski tujuan awalku untuk membahas perihal dokumentasi aksi LKM di hari lusa, tapi aku tak masalah meluangkan waktu demi menyelamatkan nyawa ketua mereka.

Sewaktu Wilona bangun, aku merasa bagai seorang dokter yang baru saja menyelamatkan nyawa pasiennya. Diam-diam aku tersenyum bangga, mengapresiasi kemampuan basic pencegahan dan penyelamatan pertama yang ku dapat selaku anggota PMI.

Aku tidak segan untuk menyentuh bagian tubuh Wilona demi membuat perempuan itu segera membaik kondisinya. Untuk mengompresi beberapa bagian tubuh privat, aku menunggu ia sadar agar tidak terjadi misskom.

ALTER: Winrina FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang