Bab 4 - Taman Bunga

25 7 2
                                        

Hai semuanya.. :)
Sebelum baca cerita karya Mymin alangkah baiknya kalau follow Mymin dulu yuk..

Selamat membaca semuanya.. :)

:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:

Senja sudah menampakkan dirinya hembusan angin bertiup dari arah barat ke arah timur membawa terbang dedaunan mengikuti alurnya. Seorang wanita tengah duduk terdiam di bangku tepi danau. Suasana senja menjelang malam pun tampak menemani kesendiriannya saat ini.

Jihoon yang tadi bergegas meninggalkan lapangan basket kini sudah sampai di tempat yang dia tuju. Dan benar saja, informasi dari orang suruhannya itu sangat tepat bahwa Ahreum sedang berada di taman kota saat ini.

Jihoon hanya memantau gadis tersebut dari kejauhan  karena dia tidak ingin Ahreum terganggu terlebih lagi dia ingat apa yang Junseo katakan bahwa Ahreum sosok yang tidak suka bersosialisasi dan dia tidak suka keramaian. Bagi Jihoon hanya mengamati Ahreum dari jauh pun sudah cukup baginya.

Sejenak memperhatikan gadis yang tengah memegang buku di tangannya tersebut  Jihoon bisa merasakan tatapan sendu namun tajam dari kedua netra Ahreum yang kini beralih menatap danau.

“Sedalam apa lukamu? Bisakah aku menjadi obatnya?“ Monolog Jihoon.

Sesaat kemudian sesosok anak kecil menghampiri Ahreum sembari menangis. Dengan senyum khasnya Ahreum menghampiri anak kecil tersebut.

“Ada siapa ini? Wah ... Anak tampan kenapa menangis? Dimana eomma dan appamu, Nak?“ Tanya Ahreum pada anak kecil tersebut.

Alih-alih menjawab, anak kecil tersebut malah menangis semakin kencang. Ahreum mencoba melihat kanan dan kiri namun tidak ada siapa pun. Jihoon dengan sigap bersembunyi di balik pohon di dekatnya supaya tidak terlihat Ahreum.

“Kemarilah, Sayang,” ucap Ahreum sembari menggendong tubuh anak lelaki itu.

“Siapa anak kecil tersebut? Junseo tidak pernah bercerita sepupunya sudah menikah,“ monolog Jihoon dari balik pohon.

Seperti memiliki magnet, siapapun yang berada di dekatnya akan merasa nyaman, anak kecil tersebut pun langsung terdiam dari tangisannya dan menyandarkan kepalanya pada bahu Ahreum.

“Kita cari eomma dan appamu dulu, oke?”

Anak kecil itu hanya mengangguk pelan sembari memasukkan jempol tangannya ke dalam mulut.

Sesaat Ahreum ingin berkeliling taman mencari kedua orang tua dari anak laki laki ada seorang wanita berteriak dari kejauhan seperti memanggil sebuah nama.

“Su ho!” Teriak wanita muda tersebut sembari berlari menuju Ahreum.

“Su ho, maafkan eomma sayang,” ucap wanita muda tersebut.

Ahreum menyerahkan anak lelaki yang ada dalam gendongannya kepada wanita muda tersebut.

“Terimakasih telah menjaga anakku, maafkan aku merepotkanmu, Nona,“ ucap wanita muda itu sembari membungkukan tubuhnya.

“Tidak apa-apa, tidak merepotkan sama sekali. Jadi namamu Su ho ya?” Ucap Ahreum sembari mengelus pipi anak tersebut.

“Sekali lagi terimakasih, Nona. Kami pamit dahulu. Katakan selamat tinggal, sayang. “
Anak kecil tersebut melambaikan tangannya.

“Selamat tinggal, Su ho,“ ucap Ahreum membalas lambaian anak kecil tersebut.

Jihoon yang menyaksikan hal itu dari jauh pun tersenyum simpul. Ia semakin mengagumi sosok wanita tersebut.

“Entah apa yang aku rasa Kan saat ini, melihat mu aku tidak sanggup, Jantung ku berdebar sangat kencang, dan tubuh ku mematung tidak bisa bergerak, kamu wanita pertama yang bisa membuat ku seperti ini”

Ahreum hendak kembali duduk di kursi taman yang ia tempati tadi. Namun saat ia ingin duduk dia menangkap sosok Jihoon dari sebalik pohon yang sedang melihat ke arahnya. Dari kejauhan Jihoon menyadari bahwa Ahreum melihat dirinya. Jihoon yang panik pun langsung saja terjatuh dari balik pohon karena menginjak batu .

Ahreum yang melihatnya pun langsung bergegas pergi dari sana dan meninggalkan Jihoon yang sedang meringis dari balik pohon. Dan saat sudah bangkit berdiri, Jihoon kehilangan sosok Ahreum yang sudah menghilang dari sana. Jihoon hanya bisa berdecak kesal.
.
.
.
Sedangkan di saat yang bersamaan tepatnya di lapangan basket tempat pertandingan tadi. Hyunjin kembali menemui Nami yang menunggunya setelah mandi dan berganti pakaian.

“Maaf menunggu lama ya,” ucap Hyunjin.

“Tidak apa-apa. Kita pergi sekarang?” Tanya Nami.

“Hmm ... Ayo temani aku ambil motor dahulu.”

Tanpa menuntut jawaban Hyunjin langsung saka menggandeng tangan Nami yang sedikit terkejut dengan aksinya. Walaupun awalnya mereka sempat berpelukan saat Hyunjin menyatakan perasaannya namun setelah itu mereka tidak melakukan kontak fisik kembali karena sama-sama malu.

Meskipun minim kontak fisik tetapi hubungan mereka malah semakin dekat dan romantis bahkan hal tersebut bukanlah hambatan bagi mereka untuk menjalin hubungan. Nami pun tersipu malu melihat tangan Hyunjin menggenggam tangannya dan mungkin saat ini wajahnya sudah memerah seperti udang rebus.

Sampainya di parkiran motor, Hyunjin memakaikan helm untuk Nami kemudian ia mengenakan helmnya sendiri. Hyunjin langsung saja meninggalkan area Universitas untuk kencan dengan kekasihnya. Di tengah perjalanan, Nami melingkarkan tangannya ke pinggang Hyunjin sehingga tubuhnya kini merapat pada Hyunjin.

Hyunjin yang sedikit terkejut hanya menyunggingkan bibirnya karena dia harus tetap fokus mengendarai motornya. Senyum merekah terulas dari bibir kedua insan yang sedang menyirami taman hati mereka karena lebih banyak bunga yang tumbuh di dalamnya.

Nami pun terlihat nyaman menyandarkan kepalanya ke punggung Hyungi. Nami yang tinggal jauh dari orang tuanya pun merasa mendapatkan tempat ternyaman setelah orang tuanya. Bahkan Hyunjin adalah rumah kedua untuknya saat ini.

Tidak banyak percakapan terjadi selama perjalanan menuju pusat jajanan makanan. Keduanya sedang tersenyum menahan malu sekaligus bahagia. Hyunjin sengaja memelankan laju motornya ketika ia melewati sungai yang terbentang luas dan memamerkan pemandangan dimana sang surya sebentar lagi akan tenggelam dan berganti dengan rembulan.

Tibalah mereka di Myeongdong, salah satu pusat jajanan makanan yang lengkap di Korea. Hyunjin menggandeng Nami setelah memarkir motornya. Kebetulan suasana saat itu cukup ramai jadi mereka tidak berjalan sangat pelan. Mereka pun mulai mencari makanan yang menggugah selera makan mereka.

Beberapa diantaranya yang terpilih adalah tteokbokki, gyeran ppang, ice cream waffle, bungeoppang, dalgona, hotteok, eomuk kkochi, mochi, marshmallow. Tangan Hyunjin sudah penuh dengan jajanan dan tangan Nami pun tidak kalah penuh juga. Hari ini Hyunjin janji pada Nami untuk mengenalkannya pada adiknya hal itu membuat Nami bersemangat untuk membelikan banyak makanan untuk adik Hyunjin.

Meskipun awalnya Nami yang ingin membayar semuanya namun tetap saja Hyunjin yang membayar dan berakhir dengan lirikan Nami namun dibalas senyum manis dari Hyunjin.

“Aku yang ingin membelikan adikmu. Kenapa kamu yang membayarnya?” Gerutu Nami sembari mengerucutkan bibirnya.

“Bilang saja nanti kamu yang belikan. Dia juga tidak tau bukan?” Jawab Hyunjin sembari memakan bungeoppang.

“Bagaimana bisa begitu? Itu uangmu sendiri bukan uangku,” ucap Nami.

“Yak! Jangan dihabiskan! Itu untuk adikmu!” seru Nami saat menyadari Hyunjin sudah menghabiskan dua bungeoppang.

Hyunjin hanya terkekeh dan tetap mengunyah bungeoppang di mulutnya saat Nami memukul lengannya. Pukulan-pukulan Nami tersebut hanya terasa seperti gelitikkan bagi Hyunjin. Pada akhirnya mereka kembali membeli bungeoppang dan kali ini Nami lah yang membayarnya.

Setelah dirasa cukup, mereka pun bergegas pulang ke rumah Hyunjin. Tidak lupa mereka membeli makan malam juga untuk mereka makan bersama nantinya bersama adik Hyunjin.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh akhirnya mereka sampai di rumah Hyunjin. Nami sedikit merapikan penampilan dan surainya agar terlihat menarik di depan adik Hyunjin.

“Kau sudah cantik,” ucap Hyunjin sembari mengusap ujung kepala Nami.

“Aku hanya khawatir saja nanti adikmu terkejut dengan kehadiranku. Ini pertama kalinya kamu kenalkan teman wanita pada adikmu bukan?” Ucap Nami gelisah.

“Tenanglah. Dia pasti akan menyikaimu,” ucap Hyunjin dengan senyumnya.

“Baiklah, aku akan mencoba tenang. Siapa nama adikmu?” Tanya Nami.

“Jihu ... Kim Jihu,” jawab Hyunjin.

Setelah itu Hyunjin membuka pintu dan mendapati Jihu sedang mengerjakan tugas dari guru privatnya di ruang tamu. Karena penyakit asma yang dideritanya mengharuskan ia untuk belajar di rumah saja. Jihu menoleh ke arah kakaknya yang menunjukkan banyak bungkusan makanan.

“Oppa membawa teman untukmu,” ucap Hyunjin sembari memamerkan deretan giginya yang rapi.

Nami perlahan muncul dari balik punggung Hyunjin dengan sedikit keraguan. Nami menatap Jihu yang juga menatapnya dengan datar, Nami berusaha untuk tersenyum dan melambaikan tangannya.

“Anyeong, Jihu-ya,” ucap Nami dengan senyumnya yang sedikit ragu.

Jihu masih tertegun memandang Nami yang berdiri di sebelah Oppanya. Sorot netranya menyiratkan keraguan sekaligus rasa penasaran. Sedangkan Nami semakin gelisah karena tidak mendapat respon dari Jihu. Nami menoleh dengan tatapan sedih ke arah kekasihnya, Hyunjin yang memahami perasaan Nami kemudian memcoba mencairkan suasana dengan menggandeng tangan Nami untuk mendekat pada Jihu.

“Jihu-ya, kau lihat Oppa banyak membawa makanan, ini semua Eonni Nami yang belikan untukmu. Ada bungeoppang kesukaanmu juga,” ucap Hyunjin sumringah.

“Kamsahamnida,” ucap Jihu sembari menunduk pada Nami.

“Kita makan sama-sama ya,” imbuh Hyunjin.

Jihu hanya menunduk pelan sembari membereskan buku-buku yang ada di meja. Sedangkan Hyunjin mengajak Nami ke dapur untuk menyiapkan makanan di atas piring untuk disajikan.

“Apa adikmu tidak suka padaku?” Tanya Nami sedikit ragu.

“Tolong dimaklumi ya. Selama ini dia hanya mengenal Jihoon dan Junseo saja karena dia juga jarang pergi keluar. Jika pergi keluar pun pasti hanya di dalam mobil saja,” ucap Hyunjin dengan tatapan sendu.

“Tubuhnya lemah. Hal itu yang mengharuskan dia belajar di rumah bukan di sekolah. Sebenarnya aku juga kasihan karena dia jadi tidak punya teman tetapi aku tidak mau ambil resiko besar jika bersekolah secara normal,” lanjut Hyunjin.

“Arasseo ... Aku akan membuatnya menyukaiku,” jawab Nami sembari tersenyum.

Nampaknya obrolan tersebut terdengar oleh Jihu dari balik pintu kamarnya yang kebetulan tidak jauh dari dapur. Bukannya tidak suka tetapi Jihu hanya tidak bisa mengungkapkan perasaannya karena selama ini tidak ada wanita lain selain dia. Ada sedikit rasa bersalah dalam hati Jihu karena sudah membuat Nami salah paham terhadap sikapnya tadi.

Jihu keluar dari kamarnya menuju meja makan, Nami dan Hyunjin secara bersamaan menoleh ke arah Jihu saat ia menutup pintu kamarnya. Hyunjin terlebih dulu membawa dua piring berisi tteobokki dan bungeoppang lalu di tangan Nami ada kentang goreng dan ayam saus keju yang juga menjadi makanan kesukaan Jihu. Nami duduk di depan Jihu sedangkan Hyunjin menyajikan sisa jajanan yang mereka beli tadi.

Melihat tatapan Jihu, Nami tau betul bahkan saat ini Jihu sudah sangat ini menyantap semua makanan tersebut. Kedua maniknya semakin berbinar melihat ada banyak bungeoppang dan ayam saus keju tersaji di atas meja. Nami tersenyum simpul melihat Jihu. Selesai menyajikan makanan di atas meja, Hyunjin ikut bergabung bersama kedua wanita tercintanya.

“Ayo dimakan,” ucap Nami sembari menatap Jihu dengan senyumnya.

Jihu menatap Nami sekilas kemudian mengangguk dengan semangat. Yang pertama kali Jihu ambil adalah ayam saus kejunya, suapan pertama Jihu langsung mengerutkan keningnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya tanda ia menikmati makanannya. Nami dan Hyunjin pun turut senang melihat Jihu yang bersemangat. Walaupun tidak banyak terjadi percakapan namun suasana makan malam saat ini terasa cukup hangat.

Selesai makan malam, Hyunjin dan Nami membereskan sisa makanan. Mereka membagi tugas, Nami membersihkan meja sedangkan Hyunjin mencuci piring kotor dan membuang sampah keluar, Jihu yang ingin membantu pun tidak dapat bagiannya dan hanya duduk di ruang tamu menunggu Nami dan Hyunjin selesai dengan tugas mereka.

“Aku buang sampah ke depan dulu ya,” ucap Hyunjin.

Sebenarnya Hyunjin sengaja meninggalkan Nami berdua saja dengan Jihu supaya mereka bisa berbincang lebih santai saat tidak ada Hyunjin. Nami berinisiatif mengupas buah apel sebagai pencuci mulut, ia juga mencuci beberapa buah anggur hijau untuk ia sajikan bersama buah apel.

“Kau mau buah?” Tanya Nami pada Jihu.

Lagi-lagi Jihu hanya mengangguk. Nami meletakkan sepiring buah berisi apel dan anggur di meja lalu dudu di sebelah Jihu.

“Jihu-ya ... “ Panggil Nami.

JIhu menoleh ke arah Nami.

“Apa kamu tidak suka padaku? Ehm ... Maksudku bukan begitu. Hanya saja kalau ada yang kamu tidak suka atau tidak nyaman padaku katakan saja supaya aku bisa memperbaikinya,” ucap Nami.

“Tidak ada,” jawab Jihu sembari menggelengkan kepalanya.

Nami terkejut dengan jawaban Jihu sekaligus semakin penasaran dengan sosok Jihu. Nami kembali bertanya pada Jihu untuk memuaskan rasa penasarannya.

“Lalu kenapa kamu hanya diam padaku?”

“Aku hanya tidak tau bagaimana cara merespon orang baru karena selama ini aku hanya mengenal Oppa Jihoon dan Oppa Junseok saja. Eonni adalah wanita pertama yang Oppaku bawa pulang dan kenalkan padaku,” jawab Jihu.

Mendengar jawaban Jihu membuat Nami tersipu malu bahkan ia menahan senyumannya sebisa mungkin. Tamannya kembali berbunga karena tidak ada wanita lain selain dirinya yang menginjakkan kakinya di rumah Hyunjin.

“Kalau begitu bisakah kita saling mengenal dan menjadi dekat?” Pinta Nami.

Jihu mengangguk dan perlahan menarik garis bibirnya ke atas sehingga membentuk senyuman. Nami membalas senyuman tersebut dan ternyata dari luar Hyunjin mendengarkan percakapan singkat dua wanitanya. Ia pun ikut tersenyum lega karena Jihu bisa menerima kehadiran Nami.

Setelah minum obat, Jihu bersiap untuk istirahat dan Nami juga bersiap untuk pulang. Hyunjin mengambil jaket ke dalam kamarnya.

“Kau mau kemana?” Tanya Nami saat melihat Hyunjin keluar kamar menggunakan jaket.

“Mengantarmu pulang. Kemana lagi memang?” Ucap Hyunjin.

“Kau mau meninggalkan adikmu sendirian malam-malam begini? Kau gila ya?” Balas Nami.

“Tidak, tidak. Kau di rumah saja jaga Jihu, aku bisa pulang naik taksi saja,” imbuhnya.

“Dia aman di sini. Kamu lihat bukan di depan tadi ada pos satpam? Setiap orang yang masuk pasti selalu di periksa dan setiap beberapa jam juga mereka pasti akan bergantian berkeliling perumahan,” ucap Hyunjin menjelaskan.

Setelah mendengar penjelasan Hyunjin, Nami menjadi sedikit bimbang. Disatu sisi ia masih ingin bersama kekasihnya tetapi disisi lain ia juga tidak tega meninggalkan adik perempuan Hyunjin sendirian di rumah malam-malam begini. Ditambah kondisi tubuh Jihu yang sangat lemah. Sedang menimbang keputusan yang hendak ia ambil tiba-tiba Jihu muncul dari balik pintu.

“Eonni pulang saja dengan Oppa. Aku sudah terbiasa di rumah sendiri,” ucapnya dengan senyum.

“Dengar sendiri bukan?” Imbuh Hyunjin.

“Apa benar tidak apa-apa? Rumahku lumayan jauh dari sini jadi sudah pasti Oppamu akan lama meninggalkanmu sendirian di rumah,” ucap Nami memastikan.

“Hmm ... Tidak apa-apa. Bukankah sudah aku katakan aku sudah terbiasa sendiri?” Jelas Jihu.

“Baiklah kalau begitu, aku pinjam Oppamu dulu ya, Jihu,” ucap Nami.

Kemudian setelah berpamitan Hyunjin mengunci pintu dengan kunci ganda. Biarpun aman tetapi juga harus berjaga-jaga, setelah dirasa sudah aman mereka pun berlalu dari rumah Hyunjin menuju tempat Nami.
.
.
.
Setelah sekitar tiga puluh menit menempuh perjalanan menggunakan motor, akhirnya mereka sampai di tempat tinggal Nami. Hyunjin ikut turun dari motor setelah Nami turun.

“Kamarku ada di rooftop lantai tiga. Terimakasih sudah mengantarku malam ini,” ucap Nami.

“Aku antar kau naik ke atas,” ucap Hyunjin.

“Untuk apa?  Aku bisa naik sendiri. Kau cepatlah pulang nanti adikmu menunggu,” jawab Nami gugup dengan maksud ucapan Hyunjin.

“Ini pertama kalinya aku datang ke tempat tinggal kekasihku. Selama ini setiap aku jemput kau selalu menunggu di ujung persimpangan,” jawab Hyunjin.

“A-ah ... Betul juga. B-baiklah,” ucap Nami mengiyakan.

Akhirnya Hyunjin mengekor pada Nami naik ke atas. Dalam hati Nami terjadi peperangan batin yang tidak karuan tentang maksud dan tujuan Hyunjin ingin melihat tempat tinggalnya. Langkah demi langkah semakin mendekatkan mereka pada kamar sewa Nami.

Dan sesampainya di atas, Hyunjin merasa takjub dengan pemandangan yang ia dapatkan dari atas sana. Kedua manik Hyunjin berbinar bahkan tidak berkedip. Bahkan sudah terhitung beberapa kali Hyunjin berkata “wah” ketika mengedarkan netranya melihat kelap kelip lampu kota dan sepanjang jalan kota.

“Kau mau masuk?” Tanya Nami ragu-ragu.

“Tidak. Aku di sini saja. Pemandangan di sini indah,” jawab Hyunjin.

“Baiklah, kalau begitu aku ganti baju dulu sebentar.”

Kemudian Nami masuk ke dalam dan menutup pintunya. Di balik pintu ia menghela nafas lega karena yang di khawatirkan tidak menjadi kenyataan dan hanya sekedar pikiran yang berlebihan belaka. Nami bergegas berganti baju dan tidak lupa mencuci muka juga menggosok giginya. Sepuluh menit kemudian Nami keluar dengan minuman soda di tangannya.

“Kau sedang apa?” Tanya Nami yang melihat Hyunjin mendongakkan kepalanya ke atas.

“Hanya melihat bintang saja,” jawabnya dengan memamerkan deretan giginya.

Nami tersenyum melihat tingkah kekasihnya. Tidak disangka ia memiliki sisi yang menggemaskan juga. Saat ini mereka duduk di ayunan yang biasa Nami gunakan untuk bersantai. Sejenak mereka terdiam terlarut dalam keheningan malam itu dengan suara kendaraan yang samar-samr terdengar.

“Nami,” panggil Hyunjin tiba-tiba.

“Hmm ...”  Nami berdehem sembari menoleh ke arah Hyunjin.

“Terimakasih sudah menerimaku dan juga adikku. Aku berharap kalian bisa menjadi dekat, aku hanya takut dia kesepian karena tidak ada teman wanita. Syukurlah dia bisa menerimamu. Sejujurnya aku sedikit takut juga kalau sampai Jihu tidak bisa menerima teman wanitaku,” ucap Hyunjin.

“Tidak perlu berterimakasih. Aku akan berusaha semampuku untuk menjadi teman Jihu,” jawab Nami sumringah.

Keduanya masih saling menatap dan tersenyum namun netra Hyunjin beralih kepada dua belah benda kenyal berwarna merah muda milik Nami. Nami yang menyadarinya pun nampak gugup dan hanga sanggup menelan salivanya saja. Salah satu tangan Hyunjin meraih tengkuk Nami, ada sensasi berdesir dalam diri Nami yang baru pertama kali ia rasakan, degup jantung yang semakin terpompa karena saat ini Hyunjin semakin mengikis jarak diantara mereka sedikit demi sedikit.

Bahkan saat ini Nami mulai bisa merasakan hembusan nafas Hyunjin, aroma tubuhnya yang menyebarkan aroma pria muda, tampan dan pekerja keras. Keduanya mulai saling menutup kedua manik masing-masing. Bahkan Nami juga meremas kaleng minuman soda yang masih ia genggam walaupun tidak merubah bentuknya sama sekali.

Namun kurang dari sejengkal lagi kedua benda kenyal itu saling menyatu, tiba-tiba saja terdengar bunyi ...

BRUUKK!!!




:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:

Jangan lupa Vote nya Myminers' 💜

● Follow IG : nuna_hyunjin_
● YT : nuna_hyunjin
● Tiktok : nuna_hyunjin

Borahae' 💜

SILENT LOVE ( HIATUS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang