DUA PULUH DELAPAN || HONEYMOON?

363 30 1
                                    

"Kamu adalah bagian dari bulan dan madu, sementara aku adalah seseorang yang beruntung mendapatkan senyuman manis madumu dan sikap lembut sang bulanmu."

-Faradisa Renjani-

🍂🍂

Written By: nonamarsanda

Acara makan bersama telah usai, sesuai rencana awal mereka jika hari ini mereka semua sudah harus check out dan pulang, termasuk Disa dan juga Hafidz yang akan ikut pulang ke kediaman orang tua Hafidz. Setelah itu, mereka semua kembali ke kamar masing-masing untuk membereskan barang-barang mereka sebelum melakukan check out.

Faradisa dan Hafidz sudah mengepak pakaian mereka menjadi satu di dalam satu koper.

"Disa, biar aku saja yang bawa ke depan," ucap Hafidz yang melihat istrinya hendak membawa koper tersebut.

Disa menghentikan kegiatannya menatap pria yang menyandang status suaminya itu yang duduk di sofa beranjak menghampirinya. "Nggak papa memangnya?" tanya Disa pada Hafidz
Hafidz menggelak tawanya dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Disa, "Kamu ini. Ya gapapa, Disa." kata Hafidz gemas.

Lantas kemudian Hafidz meraih pegangan koper dan menariknya. "Sudah semua?" tanya Hafidz pada Disa memastikan barang-barangnya tidak ada yang tertinggal.

"Sudah, Mas." jawab Disa mengangguk mengiyakan.

Setelah dirasa tidak ada lagi yang tertinggal, mereka segera turun ke lobi, dimana kedua orang tua Hafidz, dan orang tua mendiang Sandi sudah menunggu, dan tengah melakukan proses check out dari hotel ini. Hafidz mengajak Disa untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu, ah ralat ke rumah orang tuanya yang hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit perjalanan. Tak lama, kini ia beserta sang istri sudah sampai di depan rumah Hafidz yang terlihat mobil milik orang tuanya terparkir rapi.

Hafidz menggandeng tangan Disa memasuki rumah yang disambut hangat oleh orang tuanya yang karena memang orang tuanya sudah pulang lebih dulu dari pada mereka berdua, karena sebelumnya Disa dan Hafidz mampir dulu ke sebuah cafe untuk membeli minuman sebagai peneman mereka selama dalam perjalanan pulang. Keduanya lantas menyalami punggung tangan Ibu dan Ayahnya bergantian.

"Kalian langsung istirahat saja," ujar Ibu Aprilia pada anak dan menantunya.

Hafidz mengangguk mengiyakan, "Iya, Bu. Ini Hafidz mau mengajak Disa ke kamar," jawab Hafidz, yang mendapatkan anggukan dari kedua orang tuanya.

"Jadi terbang jam berapa, Fidz?" tanya sang Ayah pada anak laki-lakinya.

"Besok, Yah." jawab Hafidz, ia tidak mungkin langsung terbang hari ini juga, sedangkan tubuhnya dan juga Faradisa masih terasa pegal-pegal karena resepsi kemarin.

Sedangkan Disa hanya terdiam menyimak percakapan suami dan kedua mertuanya tanpa mengerti apa yang dimaksud oleh mereka. Lantas Hafidz pun mengajak Disa segera ke kamarnya untuk istirahat. Hafidz membukakan sebuah pintu ruangan yang di dominasi dengan nuansa putih yang lengkap dengan ranjang dan barang-barang lainnya, sama seperti pada umumnya kamar seorang laki-laki.

"Disa, ini kamarku yang sudah menjadi kamar kamu juga. Kamu mau ngapain aja di sini boleh banget," ujar Hafidz setelah meletakkan koper di dekat lemari pakaian miliknya.

Disa masih mengamati setiap sudut ruangan yang sangat jauh berbeda dengan kamarnya yang banyak sekali pernak-pernik yang melengkapinya, jadi seperti ini kamar laki-laki, pikir Disa.

"Mas," panggil Disa melihat pada Hafidz yang sudah mendudukkan dirinya di sofa.

"Kamu pasti mau bertanya soal tadi, kan?" tebak Hafidz yang dengan cepat diangguki oleh Disa. "Sini duduk dulu," titah Hafidz pada Disa yang masih berdiri tak jauh darinya.

"Apa?" tanya Disa setelah duduk di samping suaminya itu.

"Aku mau pergi," jawab Hafidz.
Disa menatap Hafidz penuh tanda tanya, apa yang dipikirkan laki-laki ini sampai tega meninggalkannya padahal mereka baru saja menikah. "Terus aku?" tanya Disa.

"Kamu mau ikut?" tanya Hafidz enteng.

Mendengar pertanyaan dari Hafidz membuat Disa memutar bola matanya malas, "Menurutmu?" tanya Disa balik. Pertanyaan macam apa itu? Suaminya ini benar-benar menguji kesabarannya!!

Bukannya menjawab pertanyaannya, laki-laki itu justru malah tertawa dengan begitu renyah yang memenuhi seluruh sudut ruangan kamar.

"Bercanda Sayang." Kata Hafidz yang menangkup kedua pipi Faradisa.

"Kita akan honeymoon, sayang."

Hah?

Kita?

Honeymoon?

Faradisa mengerjapkan kedua matanya. "K-kita?" tanya Disa masih tidak percaya.

Hafidz mengangguk membenarkan, "Iya, kita akan berangkat honeymoon besok. Gimana?"

"Ke mana, Mas?" tanya Disa.

Hafidz menatap sang istri seraya tersenyum, dan menyentuh pipinya dengan ibu jari. "Nanti kamu juga tahu, sayang. Lebih baik sekarang kita siap-siap buat berangkat besok. Kamu ada barang yang mau di ambil di rumah kamu nggak sayang?" terang Hafidz hendak beranjak dari duduknya di sofa tapi lebih dulu ditarik oleh Disa.

"Kenapa, sayang?"

"Jawab dulu ke mana?" tanya Disa
"Nanti kamu juga bakalan tahu," jawab Hafidz meninggalkan Disa yang masih terduduk di sofa.

"Jawab dulu, iiih." desak Disa berjalan menghampiri Hafidz yang berdiri di depan lemari pakaiannya yang sepertinya tengah menyiapkan baju-bajunya.

"Nanti ya, Disa-yang." Jawab Hafidz sembari mengecup kening Disa singkat yang mampu membuat Disa terdiam.
"Kamu nyebelin," gerutu Disa yang hanya membuat Hafidz terkekeh membalasnya.

Disa menghela napas panjangnya sembari melihat Hafidz tengah memasukkan beberapa baju-bajunya dan serta barang-barang keperluan pribadinya ke dalam koper yang berbeda.

"Bajuku bagaimana?" tanya Disa mengingat dirinya tidak membawa baju.

"Mau ke rumah kamu dulu?" tanya Hafidz yang diangguki saja oleh Disa.

Hafidz menghela napas. "Mau sekarang?"

"Mas nggak capek?" tanya Disa.

"Enggak sayang."

Faradisa berdeham, panggilan itu benar-benar membuatnya sangat terkejut sekaligus berdebar.

Setelah dirasa semuanya siap, Hafidz mengajak Disa untuk berpamitan lebih dulu kepada kedua orang tuanya untuk berangkat ke rumah Disa mengambil beberapa barang keperluan untuk Disa selama honeymoon nanti. Setelah mendapatkan izin, keduanya bergegas ke rumah Disa dengan Hafidz yang mengendarai mobilnya.

"Mas, aku kangen banget deh sama toko dan anak-anak." Kata Disa sesaat keduanya sudah berada dalam perjalanan.

Hafidz menoleh sekilas ke arah sang istri. "Mau mampir?"

Disa sangat ingin sekali, tapi ia memilih untuk mengurungkan niatnya karena tahu jika suaminya sudah mulai kelelahan. "Nggak usah Mas. Nanti saja, sepulang honeymoon, sekalian bawain oleh-oleh buat mereka."

Hafidz tersenyum tipis, lalu sebelah tangannya terulur mengusap pucuk kepala istrinya yang terbalut Pashmina berwarna biru langit. "Kalau kamu mau mampir dulu, gapapa kok sayang."

Disa menggeleng, "Nggak usah Mas, nanti saja."

Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan sampai akhirnya mereka tiba di rumah Disa.

"Assalamualaikum." Ucap Disa saat memasuki rumahnya, Hafidz juga melakukan hal yang sama.

"Mau minum apa? Seingatku aku masih punya jus jeruk di kulkas yang masih baru."

Namun Hafidz menggeleng, "Mas mau rebahan aja."

"Ke kamar aja kalau gitu. Sekalian aku mau packing baju Mas."

Hmmp! Disa segera menutup mulut dengan kedua telapak tangan, seakan sadar apa yang baru saja di ucapkannya barusan.

"Yang. Ini masih siang lho, kamu udah ngajakin Mas ngamar aja." Kata Hafidz dengan senyum smirknya.

Uh, oh. Faradisa, tamatlah riwayatmu!!

SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang