Ending

337 17 0
                                    

“Rukun dalam kekeluargaan adalah kita yang mampu mengubah ke dalam kenyamanan, atau kita mempertahankan apa yang telah Tuhan Anugerahkan.”

-

Ahad, 24 Maret 2024

Hari ini Ferani berniat untuk menjenguk  Genan di rumah sakit. Kakinya melangkah, menuruni tangga, menyapa kedua orang tuanya yang tengah berada di dapur.

Good morning Ibu! Ayah!” seru Ferani tersenyum ceria.

Good morning anak Ayah!” balas Bram mengacak rambut Ferani gemas.

Good morning, sayang.” Melina mencium puncak kepala Ferani, mengajaknya untuk sarapan bersama.

“Rapih banget. Mau kemana nih?” tanya Melina memperhatikan penampilan Ferani dari atas sampai bawah.

“Mau jenguk Kak Genan di rumah sakit, hehe... boleh 'kan Bu? Yah?”

Melina tersenyum, mengangguk pelan. “Boleh dong. Genan 'kan Kakak kamu. Ibu juga kalau gak ada kerjaan mau banget jenguk dia ke rumah sakit. Tapi sekarang Ibu lagi ada urusan di luar, jadi gak bisa ikut deh.”

“Loh, ada acara apa, Bu?” tanya Bram menoleh ke arah istrinya itu.

“Lusa tunangannya Anak temen SMA aku, Mas. Dia lagi butuh kue banyak, tapi maunya aku yang buatin. Katanya kue buatan aku itu bikin keinget masa-masa kerja kelompok pas masih jaman sekolah dulu, haha... Emang agak lain itu Si Karlina.”

“Owalah, banyak orderan nih ceritanya.”

“Udah di booking dari kemarin loh, Mas. Tapi aku bingung titip Cesare ke siapa? Kan kamu mau ke kantor, Ferani juga mau jenguk Genan ke rumah sakit.”

“Sama—”

Tok!

Tok!

“ASSALAMUALAIKUM! FERANI! FER! FER! UDAH BANGUN BELOM! AYOK KE RUMAH GENAN!” teriak Vegalta memasuki kediaman Bram Pamungkas tanpa ada rasa malu sekalipun.

Ferani menutup telinganya rapat-rapat, begitupun dengan Melina dan Bram.

“Wa'alaikumsalam. Kak Vegal! Berisik ih!” sahut Ferani mendengus kesal.

“Wa'alaikumsalam... Ya ampun! Vegalta! Ini rumah Ibu hampir mau roboh kedatangan tamu spesies orang utan kayak kamu!” omel Melina membuat Vegalta menyengir tanpa dosa.

“Hehe... Ya maaf, Bu. Soalnya masih pagi, jadi semangat buat teriak-teriak,” ujar Vegalta menyalami kedua tangan keluarga sambungnya itu.

“Mau jemput Ferani apa mau ngajak tawuran Veg?” tanya Bram melirik jaket kulit Vegalta yang terlihat urakan, sobek kanan, sobek kiri. Serta logo naga yang memperlihatkan jika ia adalah salah satu anggota geng motor di jalanan.

“Lagi ngetrend Yah! Ah Ayah mah. Kudet nih!” balas Vegalta menepuk-nepuk lengan kiri dan kanannya.

“Kudet apaan, Kak?” tanya Ferani mengerjap-ngerjapkan matanya polos.

“Kurang update cinta!” ucap Vagalta gemas, refleks mencubit hidung mungil Ferani.

“Ih Kakak!”

“Hehe... Maaf-maaf.”

“Widih! Ada martabak nih! Minta satu ya!” Dengan tidak tahu malunya Vegalta mengambil sepotong martabak yang sedari tadi nangkring di atas meja.

“Abisin semuanya, Veg. Ferani udah dari tadi makan martabak.”

Seakan dikasih lampu hijau oleh Bram. Vegalta segera melahap potongan martabak hangat yang menurutnya sedap di makan pagi-pagi seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gelombang Rasa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang