Bab 39 "The Oldest Dryad"

3 2 0
                                    

Entah untuk sekian kalinya kesialan menimpaku. Jalan kabur yang telah dipersiapkan oleh Nona Amy dan sepasang Dryad kembar bernama Fiora dan Fiona bukanlah jalan rahasia menuju keamanan, tapi jalan yang akan dilalui oleh musuh yang berangkat ke medan perang.

Puluhan sulur melayang di langit yang mulai bercahaya karena matahari telah terbit. Beberapa pohon bergerak melawan pihak musuh yang berada di sekeliling. Hujan bola energi hijau mewarnai pertarungan mendadak ini, menimbulkan kekacauan pertumbuhan tanaman di sekitar.

"Sial! Mereka adalah pasukan khusus Putri Erudyne!" Nenek Dryopea yang berdiri di atas sebuah dahan pohon yang ia kendalikan berteriak. "Meski separuh dari mereka melanjutkan perjalanan ke medan perang, kita masih kalah jumlah!"

"Sejak kapan Guru takut karena jumlah musuh yang lebih banyak?" Si Dryad kembar, Fiona, yang rambutnya dikepang bertanya sambil tertawa. Dia melontarkan duri-duri tajam ke arah musuh yang ia hadapi. Dryad musuh yang terkena serangannya langsung tumbang.

"Dia sudah lelah bertarung di peperangan, Saudariku." Kembaran lainnya, Fiora, menyahut saudarinya sambil tertawa juga.

Ibu yang berdiri di dekatku hanya menggelengkan kepala, tersenyum lebar seolah tak khawatir karena dikepung musuh. "Hanya mereka berdua yang berani melakukan itu kepada Dryad tertua yang masih hidup sampai sekarang."

Beberapa Dryad dari pasukan Ratu Erudyne berhasil tumbang, menyisakan puluhan lainnya yang masih segar bugar setelah bertempur melawan kami. Bermacam-macam tanaman berbau busuk tumbuh di area yang menjadi pertemuan dua pihak yang saling bertentangan. Sialnya, ada bunga Rafflesia Arnoldii yang tumbuh di tengah-tengah kami, membawa aroma bangkai yang menyengat hidung.

"Ugh! Bau sekali!" Tidak kusangka aku akan menemukan tanaman yang biasa tumbuh di kawasan Asia Tenggara di Yunani. Bagaimana bisa mereka tahu ada jenis bunga ini di dunia sedangkan seumur hidup mereka hanya berada di Hutan Dryad saja?

"Mereka mendapatkan pengetahuan dari adikku, Nak." Ibu menjawab sambil menutup hidung dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kiri digunakan untuk melayangkan serangan. "Dryad yang terlahir dari Pohon Utama memiliki banyak kelebihan daripada Dryad biasa, termasuk dalam segi ilmu."

Ratu Erudyne bukan musuh yang mudah dikalahkan. Dia bahkan bisa membuat Dryad terkuat dan para bawahannya terpojok seperti sekarang.

"Serahkan diri kalian sebelum kami bertindak lebih keras!" Sang pemimpin pasukan Dryad bawahan Ratu Erudyne berteriak lantang, mengintimidasi kami yang bertahan dari kepungan. "Ratu kami akan menghadiahkan kebebasan bagi kalian."

Nenek Dryopea yang bertengger di dahan pohon yang ia kendalikan meludah ke arah sang pemimpin pasukan. Kedua tangannya sudah diselimuti energi kehitaman yang telah menggumpal. "Jangan coba-coba kalian menyakiti Ratu Dryad yang diakui oleh Pohon Utama jika kalian tidak ingin merasakan akibatnya!"

Wanita Dryad yang memimpin pasukan musuh mendongak ke arah pohon tempat Nenek Dryopea berdiri. "Anda seharusnya segera beristirahat dengan tenang dan tak perlu ikut campur dalam urusan Keluarga Utama Dryad, Tetua."

Saat itu juga, energi Nenek Dryopea meledak menghancurkan pepohonan sejauh sepuluh meter ke segala arah. Terjangan energi membuatku memusatkan tenaga ke kaki demi mencegah terbawa arah terjangan, begitu juga dengan Nona Amy dan sepasang Dryad kembar, Nona Fiora dan Fiona. Pasukan Ratu Erudyne yang tersisa setengahnya ikut terhempas tapi tidak terlalu jauh. Semua tenaga kami kerahkan demi menyelamatkan diri, kecuali ibuku. Dia hanya tersenyum dan diam saja.

"Kesialan bagi mereka yang membuat Dryad Tertua di Hutan Dryad marah." Ibu berkata santai seolah tak terjadi apapun.

"Aku adalah penjaga Keluarga Utama Dryad, Dryopea! Dryad tertua yang masih hidup di zaman ini!" Nenek Dryopea turun dari pohon tempatnya berdiri. Puluhan sulur mencuat dari tanah secara mendadak dan menyerang pasukan musuh yang mengepung. Dryad yang tidak waspada terkena lilitan sulur dalam waktu singkat, sedangkan sang pemimpin masih bisa menghindar dari gelombang tanaman rambat yang muncul.

"Pasukan! Mundur!" Wanita pemimpin pasukan musuh berseru di tengah kekalahan yang mereka terima. Para Dryad yang selamat dari serangan Nenek Dryopea lari ke segala arah, tidak melanjutkan perjalanan ke Pegunungan Oread yang menjadi tujuan awal mereka semua.

"Anda hebat, Nek!" Kekuatan sedahsyat itu yang bisa menghempaskan satu pasukan Dryad baru kali ini kulihat. Bahkan Ibu dan Tuan Milo tidak pernah melakukan itu.

"Dari setiap perbuatan akan ada akibatnya." Senyuman yang menghiasi wajah Ibu menghilang, digantikan dahi yang mengerut dan mata yang membelalak. Hanya dalam beberapa detik, Nenek Dryopea yang berdiri tegak di pohon kehilangan keseimbangan hingga terjatuh. Untungnya, Ibu sudah siap dan meluncurkan jaring dari sulur rambat. Tetua Dryad itu tidak menyentuh tanah.

Kami berlima menghampiri Nenek Dryopea yang berhasil diselamatkan. Ibu yang bergerak lebih dulu segera mengalirkan energinya kepada orang yang disebutnya Dryad Tertua itu.

"Astaga, parah sekali." Tubuh Nenek Dryopea memucat, tidak kehijauan seperti sebelumnya. Gerakan dada yang naik turun sangat pelan menandakan bahwa dia masih hidup meski dalam keadaan lemah. Matanya terpejam, tidak memancarkan tatapan kelembutan yang sejuk.

"Dia sudah terlalu tua untuk berada di medan tempur, Nak." Ibu menjawab sembari melanjutkan aliran energi kepada orang yang kehilangan kesadaran. "Dia seharusnya beristirahat dan duduk di Perpustakaan Pohon Utama."

Entah pertarungan seperti apa yang telah tetua Dryad itu alami, aku tidak tahu. Namun dia tetap bertanggungjawab dengan menjaga ratunya dan putra orang yang sangat dia hormati itu. Nenek Dryopea bahkan sudah sangat kelelahan meski baru beberapa hari terkurung di penjara pohon penghisap jiwa. Dia memang seharusnya sudah tidak perlu lagi bertarung.

Ibu yang sedang mengalirkan energinya ke Nenek Dryopea menoleh ke samping kanan. Sebuah senyuman hangat menghiasi wajahnya yang masih cantik meski telah berusia ratusan tahun. "Karena itulah kita harus bekerja lebih keras agar Nenek Dryopea tidak ikut membantu kita."

"Tentu saja, Ibu." Menghentikan peperangan antara Dryad dan manusia adalah tujuan utama kami, ditambah menghentikan Ritual Pemisahan Roh Pohon yang dilakukan oleh Ratu Erudyne. Namun kami hanya ada enam orang, akan sulit mencapai tujuan besar dengan keadaan sekarang.

"Bukankah kau punya sahabat dari Kerajaan Elenio?" Sebuah pertanyaan dari Ibu membuatku kembali teringat pada seorang anak berambut pirang yang selalu mengenakan baju besi. Orang yang selalu meleset saat melemparkan pisau ke sasaran, Pangeran Mahkota Elenio, Agathias, atau orang yang sering kupanggil dengan nama Thias. "Dia pasti tidak akan membiarkan temannya berjuang sendirian di medan perang."

Aku mengerti. Hanya saja, dengan keadaan ayahnya yang sedang sakit, apa dia bersedia membantu?

"Apakah kau sudah lupa apa tujuan kita berjalan ke medan perang, Nak?"

Aku hanya menggaruk kepala yang tak gatal. "Hehe, aku lupa."

Nona Amy yang berdiri di sebelah kiri Ibu menyiapkan sebuah botol kaca bening yang berisi cairan hijau pekat. Wanita Dryad itu memberikan botol yang ia pegang kepada Ratu Adrysia.

"Ini adalah ekstrak energi Anda yang telah saya siapkan untuk keadaan darurat, Yang Mulia." Nona Amy berkata sambil berlutut di samping ratunya. Kedua tangan kehijauan sang Dryad menggenggam botol kaca yang berbentuk seperti buah pir dengan ujung yang agak memanjang.

Ibu menoleh ke arah Nona Amy. "Terima kasih, Amy."

"Semua hanya demi Anda, Yang Mulia." Nona Amy membalas ucapan Ibu.

Orang yang merupakan Dryad terkuat itu mengambil botol kaca dari tangan bawahannya. Ratu Adrysia membuka gabus penutup botol dengan mudah tanpa halangan apapun, lalu meletakkan ujung botol di mulut Nenek Dryopea. Perlahan cairan kehijauan masuk ke bibir pucat wanita Dryad yang sudah tua itu. Dalam beberapa saat, cahaya hijau dari tubuh Nenek Dryopea kembali menyala. Namun ia masih belum bangun.

"Dia akan bangun dalam beberapa jam kedepan. Kita harus tetap melanjutkan perjalanan." Ibu bangkit dari posisi duduknya setelah meminumkan energi hijau dan mengalirkan energi ke tubuh Nenek Dryopea.

"Apakah Guru akan baik-baik saja, Yang Mulia?" Dua wanita Dryad kembar yang masih muda bernama Fiora dan Fiona bertanya secara bersamaan.

"Kita tidak punya banyak waktu lagi." Ibu membalas pertanyaan dari sepasang Dryad kembar itu. "Nasib Hutan Dryad dan Kaum Manusia ada di tangan kita."

__________________________________

Bogor, Jumat 29 Maret 2024

Ikaann

Dryas The Half DryadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang