Shabira duduk di meja belajar dengan sebuah buku berisi soal matematika di hadapannya, sejak setengah jam lalu dia berusaha memecahkan satu soal. Sebenarnya soal matematika ini tak terlalu susah bagi Shabira, tapi sejak tadi pikiran gadis itu tak fokus, beberapa detik sekali Shabira melirik ponselnya.
Sejak pertengkarannya dan Leon 2 hari lalu, sampai sekarang bahkan Leon tak berinisiatif untuk meminta maaf atau sekedar mengabarinya. Pemuda itu seolah menghilang begitu saja.
Lelah dengan situasi ini, Shabira mengambil ponselnya kemudian mulai mengetikkan pesan. Namun pesan itu tak ia kirimkan, gadis itu kembali menghapus semua pesan dan mematikkan ponsel.
Pada akhirnya Shabira hanya bisa mengacak rambutnya frustrasi.
Ini adalah malam minggu, biasanya Leon akan datang ke rumahnya untuk sekedar mampir atau mengajaknya jalan-jalan. Malam yang paling Shabira suka karena di malam ini dia dan Leon bisa menghabiskan waktu hanya berdua. Namun tidak dengan malam ini, bahkan meski sudah pukul sepuluh malam Shabira dengan bodohnya masih menunggu Leon.
Shabira tau semua ini adalah kesalahannya, Shabira yang memulai pertengkaran hanya karena hal sepele dan sekarang Shabira benar-benar merutuki diri sendiri akibat sikap bodohnya.
Jujur, Shabira masih belum siap kehilangan Leon.
"Ra! Shabira!" Pintu kamar Shabira diketuk, suara Shadam menggema dari balik pintu. Setelah mendengus, Shabira bangkit dari kursi lantas berjalan untuk membuka pintu.
"Apa?!" Gadis itu menyahut dengan galak.
"Beliin tisu." Shadam berkata dengan pelan, seluruh wajahnya tertutup masker wajah.
Shabira jelas enggan menuruti perintah Kakaknya. "Ogah! Beli aja sendiri!"
"Lo Ngga liat Gue lagi maskeran?"
"Gegayaan banget sih Lo pake acara maskeran segala. Lagian itu tisu buat apa?" Gadis itu mendengus kesal.
"Tisu rumah udah habis, Gue liat di sosmed katanya kalo abis cuci muka ngelapnya Ngga boleh pake handuk tapi harus pake tisu," jawab Shadam.
"Ribet! Gue aja yang cewe Ngga seribet Lo, kok," cibir Shabira.
"Pantes muka Lo buluk." Shadam berkata tanpa rasa bersalah.
Sang adik jelas sudah siap mengeluarkan amukannya, tak terima dihina seperti itu. Tapi Sadam jelas lebih pintar, sebelum adiknya mengomel dia sudah lebih dulu menunjukkan uang berwarna merah ke hadapan Shabira.
"Lo beli tisu dua aja, duit sisanya buat Lo."
Meski awalnya engga menurut, namun setelah diberi iming-iming seperti itu Shabira langsung patuh, dia mengambil uang di tangan Sadam dengan cepat.
"Tisu yang biasa, kan?" ungkapnya, dia lantas berjalan kedalam kamar untuk mengambil jaket.
Sadam melihat kelakuan adiknya sambil geleng-geleng kepala. Untung dia paham kelemahan adiknya, di sogok pake duit aja pasti langsung diem.
***
Shabira masuk ke dalam supermarket, pakaian yang ia kenakan sedikit basah, malam ini gerimis memang melanda kota.
Gadis itu langsung berjalan menuju rak tisu dan mengambil tisu yang Sadam pesan. Setelahnya Shabira lanjut mencari cemilan untuk dirinya, sebab bilang obat galau paling ampuh adalah makan.
Mengambil beberapa cemilan, Shabira kemudian berjalan menuju kasir dan berniat membayar. Dia mendengus saat menemukan Mahesa juga sedang mengantri. Mahesa tak sendiri, dia ditemani seorang gadis disampingnya.
Shabira tidak mau ambil pusing memikirkan siapa gadis itu, bisa jadi dia adalah kekasih Mahesa. Lagipula itu tidak penting bagi Shabira. Tapi sepertinya gadis itu masih SMP, terlihat jelas dari postur tubuhnya. Masa iya Mahesa macarin anak SMP? Ya Ngga apa-apa sih sebenarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ME RIGHT
Teen FictionShabira tau, Leon kekasihnya sering gonta ganti pacar dan dia tidak pernah mempermasalahkan itu. Gadis itu selalu tau, Leon hanya serius kepadanya, dia adalah prioritas utama dari Leon. Kehadiran Abelle di tengah-tengah hubungannya dan Leon membuat...