48. Jika halusinasi lebih diinginkan dari kenyataan

342 71 6
                                    

"TOLONG!! TOLONG!!"

Teriak perempuan berambut kuncir kuda itu dengan napas memburu dan kaki yang tidak berhenti berlari sampai dia terhenyak dengan napas tercekat tatkala jalan yang dia pijak habis dan hanya ada dinding tinggi.

Jalan buntu.

Gawat! Dia sibuk berlari saking takutnya sampai tidak menyadari salah masuk gang.

Gadis itu membalikan badan dengan napas memburu dan jantung berdebar kencang, keringat dingin membasahi pelipisnya dengan wajah pias tatkala mendapati pria bertopi hitam itu sudah berada di depannya sambil menodongkan pisau panjang yang baru dia keluarkan dari saku jaket.

"Serahin semua uang lo ke gue, sialan!" Pekiknya dengan gigi bergemelutuk dan melangkah maju.

Gadia itu menjerit pelan saat tidak dapat mundur lagi.

Sialan!

Ini momen tersialan dalam hidupnya.

Tadinya dia mengambil uang di ATM hari ini karena biasanya hari minggu jalanan itu ramai, tidak sesepi biasanya.

Meskipun memang sekitaran ATM marak jambret dan pencuri, tapi mereka tidak beroperasi secara ceroboh jika sedang ramai orang, karena bisa langsung dihakimi warga di tempat.

Rasti pikir hari ini akan ramai namun perkiraannya meleset.

Mungkin karena seusai hujan besar tadi siang, sore hari ini jadi sepi meskipun langit sedang cantik-cantiknya berlukiskan senja.

Seharusnya Rasti membawa uang dengan perasaan bahagia di bawah naungan langit senja, dia malah dikejar jambret yang membawa pisau.

Meskipun alat pembayaran sudah maju, tapi tidak dipungkiri Rasti butuh cash. Hasil jerih payah Ayahnya yang bekerja sebagai kuli bangunan dan dirinya yang banting tulang bekerja paruh waktu kesana kemari harus diambil untuk keperluan keluarga.

Biaya obat ibunya dan keperluan adik-adiknya yang lain.

Maka dari itu uang dalam dompet besar yang Rasti peluk saat ini lebih berharga dibanding apapun meski itu nyawanya sekalipun.

Jika uangnya diambil, hidup keluarga Rasti akan hancur.

Tapi jika Rasti mati, uangnya akan tetap diambil dan hidup keluarganya juga akan tetap hancur.

"Serahin uangnya, cewek jalang!" Ancam pria bertopi hitam itu sebelum menjambak rambut Rasti.

Membuat kepalanya mendongkak dengan air mata mengalir membasahi pipi dan bibir bergetar saat lehernya dingin tatkala ujung pisau sudah menggores di sana membuat darah mengalir pada tulang selangkanya.

"Gak mau!" Pekik Rasti sambil menggeleng kuat membuat jambret itu geram, alhasil jambakannya makin menguat.

"Lo bakalan mati, sialan!"

"TOLONG!!" Teriak Rasti dengan suara bergetar, mencoba berteriak sekuat tenaga meskipun tangisnya lebih keras.

Uang didekapannya tidak boleh sampai jatuh ke tangan jambret ini.

Keluarganya akan hancur, ibunya akan terus sakit tanpa bisa diobati dan adik-adiknya akan kelaparan.

Uang yang dia peluk erat tidak boleh sampai ke jambret ini!

Meski taruhannya nyawa sekalipun.

Maka dari itu,

"Siapapun, tolong gue." Gumam Rasti lemah sambil terisak sebelum memejamkan netranya tatkala ujung pisau terasa semakin menggores lehernya dalam.

"Mati elo cewek sialan!"

Bugh!

Rasti menjerit dengan napas memburu tatkala jambret di depannya sudah ambruk ke belakang, tidak sadarkan diri.

Jika Kamu Mati BesokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang