Prolog

17 1 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Shalom.

Om Swastyastu.

Namo Buddhaya.

Salam Kebajikan.

Halo semuanya selamat datang di cerita pertama saya yaitu Al-Jabar Bratajaya, cerita ini di tulis oleh tangan yang tak sempurna. Jadi, mohon di maafkan bila banyak kekurangan.

Kalian bisa panggil saya Mamet, dan saya panggil kalian Mamen.

Semoga suka!

Thank you<3

***

Jam 23.15 malam waktu Indonesia bagian barat, tepatnya di kota Jakarta Timur. Pria tujuh belas tahun, dengan nama lengkap Al-jabar Bratajaya itu sedang berdiam diri di atas tempat tidurnya, ditemani suara jangkrik yang tidak begitu nyaring serta lampu yang remang, ia termenung memikirkan masa depan yang tak pasti.

"Kalau di umur sekarang aja gue gak bisa berkembang, gimana nanti bisa sukses?" Monolog Abar.

Kadang Abar berpikir jika ia tidak bisa sukses, karena jika dipikir-pikir ia tak mempunyai bakat apapun, tapi bukan berarti Abar bodoh.

Kalian pernah tidak merasakan diri kalian tidak pintar tapi tidak juga bodoh, punya bakat tapi setengah-setengah.

Abar dari dulu selalu mengikuti lomba pidato tapi tidak pernah menang, pernah ikut lomba baca puisi sama juga kalah, waktu kelas dua SMP Abar mendapatkan peringkat ke-3 di kelas itupun jalur hoki.

Terkadang ia optimis sukses tapi usahanya kurang maksimal, selalu overthinking di malam hari merupakan kebiasaan Abar sejak memasuki usia remaja, apalagi jika sudah sendirian.

Sambil menatap langit-langit kamar, Abar menghela napas dengan gusar. Rasanya, begitu melelahkan hidup tanpa penopang dari sang papa.

"Gue tuh capek, banyak yang harus dikejar tapi bingung mulai darimana. Arahnya kemana? dan harus gimana?" Lagi dan lagi Abar bertanya pada dirinya, entahlah rasanya begitu sesak.

Seperti ada ribuan jarum yang menusuk jiwanya, seperti ada ribuan semut yang berkumpul di kepala. Terasa penuh, dan berat.

Sampai kapan hidupnya akan seperti ini? akankah ia bisa merubahnya?
Lalu, menjadikan hidupnya lebih baik atau bahkan jauh lebih buruk.

Bayangan sosok pria yang dulu menjadi panutannya terus terlintas, mencoba menepis namun terus terisi. Ia benci situasi ini, sosok kebanggaan itu menjadi sosok yang paling Abar benci.

Tak ingin air matanya terjatuh, Abar lantas merebahkan tubuhnya, mulai memejamkan mata dengan perlahan.

Jiwanya perlahan terbang ke alam bawah sadar, memasuki dunia mimpi, dan bermimpi hari esok dan seterusnya tidak ada rasa sakit lagi, tidak ada luka yang tertanam, dan tida ada tangis yang menjadi.





***

Sejujurnya gabut aja mau up lagi, kalau banyak kesalahan mohon di maafkan. Hanya ingin mencurahkan isi hati, entah kapan akan update lagi.

Terima kasih




Tengah malam, 25 Oktober 2025
salam manis, dari saya yang meniezz.








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aljabar Bratajaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang