Di depan sebuah istana megah berkilau emas putih, berkumpul puluhan pria berpakaian zirah besi, pakaian yang biasa dikenakan saat di medan perang. Mereka berbaris rapi dengan pedang tajam terbungkus di genggaman tangan masing-masing. Berdiri tegak tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Bukan karena tidak mau bicara, tapi mereka takut untuk bersuara. Takut jika sedikit suara yang keluar dari mulut mereka bisa menganggu konsentrasi pria bersurai hitam yang berdiri membelakangi mereka.
Kalau kuat menahan nafas selama 1 jam saja, sepertinya mereka akan menahan nafas. Karena lebih baik mati kehabisan nafas daripada mati dengan leher terpenggal. Membayangkannya saja sudah menakutkan bukan?
Ah, ngomong-ngomong mengenai pria berambut hitam itu, dia adalah pemimpin Kekaisaran Adelphine ke-34, Alaric Demonica Adelphine. Pria gagah berwajah rupawan dengan mata berwarna merah darah yang sangat indah sekaligus menyeramkan. Warna mata paling langka yang hanya dia miliki seorang.
Tidak ada yang memiliki warna mata sepertinya di Kerajaan Adelphine sekarang. Ya, sekarang, sebab dua tahun lalu masih ada 3 orang yang mempunyai mata berwarna merah darah itu yaitu ayahnya dan dua kakak tirinya.
Lalu dimana ketiga orang itu sekarang? Mereka sudah tidak ada di dunia lagi. Mereka tewas dibunuh oleh Alaric, anak dan adiknya sendiri. Sungguh malang sekali nasib mereka bertiga harus meregang nyawa di tangan seorang tiran. Itulah julukan Alaric, si raja tiran.
Kembali ke sisi Alaric. Pria itu menggeram menahan amarah. Telapak tangannya terkepal erat sampai urat-urat di tangannya terlihat menonjol keluar. Mata merahnya berkilat tajam menghunus ke arah para prajurit yang sontak membuat mereka bergedik ngeri.
Seorang pria terlihat berjalan mendekati Alaric. Begitu sampai di samping sang raja, dia langsung memberi hormat singkat, dan lalu berkata, "Baginda, semua pasukan ksatria sudah siap menjalankan perintah Anda."
Alaric memejamkan matanya, menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan untuk sedikit meredakan amarahnya. Begitu dia membuka matanya, mata merah darahnya itu langsung menatap lekat pria di sampingnya. "Jendral Hugo," panggilnya pada pria itu.
"Ya, Baginda. Silahkan berikan kami perintah. Kami selalu siap menjalankan tugas dari Anda, Baginda."
"Kau pergilah ke pelabuhan bersama kstaria hitam dan putih. Tahan semua kapal yang akan berangkat malam ini atau besok pagi. Periksa setiap kapal jangan sampai yang ada yang terlewat. Jika ada yang menentang, langsung penggal saja kepalanya!"
"Baik, Baginda."
"Dan untuk pasukan ksatria royal..." Alaric berhenti bicara. Pandangannya beralih ke arah para ksatria royal, ksatria yang bersumpah setia kepadanya bahkan sebelum dirinya naik tahta. Menatap satu persatu ksatria royal yang jumlahnya tidak banyak. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak ksatria hitam dan putih, tapi 1 ksatria royal mampu mengalahkan 10 ksatria hitam ataupun putih.
"Kalian ikut pergi bersamaku ke arah utara, tepatnya ke hutan hitam," lanjut Alaric memberi perintah.
Kata hutan hitam yang keluar dari mulut Alaric berhasil membuat semua orang yang berada disana membelalakan matanya terkejut. Pasalnya hutan hitam juga disebut sebagai hutan kematian. Hutan tempat hidup para monster ganas. Selama ratusan tahun tidak ada manusia yang bisa keluar hidup-hidup setelah masuk ke dalam hutan hitam. Semua menghilang bak di telan bumi.
"Kenapa diam saja? Apa kalian takut untuk masuk ke hutan hitam?" tanya Alaric lantang pada para ksatria royal.
"Tidak, Yang Mulia. Kami tidak takut."
"Ya, seharusnya memang begitu. Jika kalian takut, kalian tidak akan pantas menyandang gelar pasukan ksatria royal. Kalian dilatih dengan keras untuk siap menghadapi kematian kapanpun, walaupun aku yakin kalian tidak akan mati semudah itu. Monster hutan hitam tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemampuan kalian. Kalian paham?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Become A Queen
Fantasy*** Karena tertekan dengan tuntutan pekerjaan yang sangat tidak masuk akal di tempatnya berkerja membuat Laura memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara terjun dari rooftop kantornya. Namun, alih-alih pergi ke alam baka, Laura malah terl...