Too many suggestions to make you confused
Too many thoughts from different heads
Is it best to just follow your heart then?
—Jakarta, 23 Februari 2024
"Yakin tidak ingin ganti pakaianmu dengan suit?"
Pertanyaan Genta yang telah memakai jas dan dasi hitam di atas kemeja putih santainya. "Untung aku selalu siap sedia oleh situasi genting." Duduk di seat depan toyota century, di sebelah sopir, sebelum turun. Sedari mobil memasuki halaman kompleks rumah keluarga Takahara yang di bangun di Jakarta, hingga mobil telah tiba di pelataran bangunan utama. Genta tidak berhenti memasang mata was-was. Melihat segelintir pekerja taman. Lalu di depan pintu bangunan mereka turun sudah berdiri pria tua kepercayaan Takahara yang selalu mengenakan tuxedo hitam dengan raut kakunya—Koji Yoshida.
Kompleks rumah bergaya Jepang itu setidaknya terlihat lebih memiliki sinar kehidupan dibanding yang di Jepang, lebih-lebih di Kyoto. Mungkin pengaruh suasana. Genta tidak sadar merinding.
"Ya, I'm not particularly concerned with that," jawaban Ren pada Genta. Ren masih fokus pada iPad-nya, memeriksa adjust aplikasi yayasan istrinya yang dikirim tim IT. "Aku hanya ingin segera menyelesaikan pembicaraan agar bisa pulang. Kai menangis tadi, aku khawatir." Terdengar santai.
Memutus mata dari pemandangan tanpa senyum pria yang menyambut mereka usai Genta meneguk ludah kelat, Genta menoleh pada Ren. "Kamu berkata begitu sekarang. Sedang tadi di bandara bersikap dingin." Genta menaikkan sebelah alis.
Tidak perlu berbisik saat bicara sebab sopir yang membawa mereka, pun seluruh pekerja Takahara di belahan dunia manapun tahu harus menutup telinga dan mulut oleh hal apapun. Mereka semua sudah menandatangani surat perjanjian kematian—menurut Genta atas berkas menjaga kerahasiaan.
Ren lebih dulu mengetik untuk sekretarisnya Jena.
Ren Takahara
Hi Jen, can you set a meeting for me next Monday with the IT team? It would be good on ten sharps.
Jena Sulistio
You have a conference call with Silicon Valley's venture capital, Anderson Kins, at that time, Pak. If I could recommend, you are free at 2:30 pm.
Ren Takahara
Oh, alright. Two thirty is fine.
Thank you, Jen.Jena Sulistio
You're welcome, Pak.
—
Ren menutup iPad. Akhirnya mengangkat kepala. Langsung disambut tatapan menyelidik Genta. Ren menoleh sebentar ke luar jendela, menemukan Koji-san sudah menunggu. Disusul oleh tim legal yang dipimpin oleh Jun-san. Ren mengembalikan atensi pada Genta. "Dingin bagaimana?" tanyanya.
"Dengan istrimu."
Genta kian-kian menaikkan sebelah alis saat mendapati Ren mengulas senyum. Duduk lebih santai di saat sudah harus turun dari mobil.
Semua orang tinggal menunggu mereka.
"Ingin saja," balasan ringan Ren dicecar Genta."Oh, apa sekarang dirimu yakin untuk cerai?" Menarik kesimpulan sendiri. Ren menaikkan sebelah alis, jelas sekali tatapannya memperingati. "Aku sudah bilang jangan berkata lancang. Dan, tidak." Ren menerangkan. "Istriku masih ragu padaku."
"..."
"Dia belum percaya sepenuhnya." Atau memang tidak akan percaya. Lantas mengapa Erica terlihat seolah-olah telah menerimanya? Ren seharusnya tahu jawabannya. Tidak mungkin karena dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...