#6

152 18 1
                                    

POV Kirana

Depan kantor Tuan Bupati
Tersungkur seorang petani
Karena tanah
Karena tanah

Dalam kantor barisan tani
Silapar marah
Karena darah
Karena darah

Tanah dan darah
Memutar sejarah
Dari sini nyala api
Dari sini damai abadi

Dia jatuh
Rubuh
Satu peluru
Dalam kepala

Ingatannya melajang
Didakap siksa
Tapi siksa cuma
Dapat bangkainya

(Potongan puisi karya Agam Wispi dengan judul "Matinya Seorang Petani")

Yudistiara berlakon membacakan puisi dengan amat dramatis di hadapan kami.

Pukul 7 lewat 30, kami lakukan briefing sebelum berangkat sama-sama ke kampung Kencana.

Aku baru saja merekam persiapan kami sebelum pergi. Ada Adimas, Dwi Artanto, Mahen Fairus, dan Jaka yang menyiapkan alat propaganda seperti baligo, bendera, dan pamflet di luar. Sedang para perempuan turut menyiapkan berupa orasi, puisi, maupun surat perizinan untuk dapat mencapai tujuan bernegosiasi.

Aku turut potret wajah serius Wilona yang sedang membuat caption untuk ia posting di media sosial Instagram LKM, tujuannya agar aksi ini dapat tersampaikan pula ke khalayak umum, hitung-hitung massa mendapat informasi mengenai konflik yang terjadi di kampung Kencana.

Aku turut potret wajah serius Wilona yang sedang membuat caption untuk ia posting di media sosial Instagram LKM, tujuannya agar aksi ini dapat tersampaikan pula ke khalayak umum, hitung-hitung massa mendapat informasi mengenai konflik yang terjadi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fotonya bagus semua, nanti kamu buat link gdrivenya biar kita kumpulin dokumentasi aksi hari ini." Aku membiarkannya mengotak-atik kamera sedang aku memperhatikannya.

Wilona nampak lebih berseri hari ini dan kelihatan lebih aktif ketimbang kemarin. Tentu karena sekarang ia sudah sembuh total, namun tinjauku sejak pertama kali bertemu, Wilona kerap kali terlihat cukup lesu.

"Semangat banget keknya kamu hari ini, Wil." Kataku, ia dengar kemudian terkekeh sebentar.

"Saya paling suka kalau ada aksi begini. Karena semua orang kumpul dalam satu suara, meski berbeda ideologi, keyakinan, ras, dan suku, tetapi karena kita memperjuangkan hak yang sama sehingga kita mau gamau jadi satu."

"Eleh... Jawabanmu itu terlalu rumit, Wil. Bilang aja seneng karena mau ketemu Bapakmu yang konglo itu, nanti aku nitip bagi THR ya by the way." Sambar Yudistiara.

Wilona melempar selembar kain lap ke arah gadis kelahiran Yogyakarta itu sambil berkata, "najis!" Dengan penuh penekanan. Yudistiara menghindar sambil tertawa, lanjut keluar ruangan, menari-nari lalu menggoda Dwi dengan kata-kata puitis romantis yang membuat mahasiswa Sastra Korea itu bergidik ngeri.

ALTER: Winrina FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang