Selepas diadakannya tahlilan hari pertama, keluarga berkumpul di rumah. Verro duduk di antara sahabat-sahabatnya, Yusuf dan Albert, merenung dalam diam di antara kehangatan dan kepedihan yang menyelimuti ruangan. Kak Verra dan Kak Virra duduk di seberang mereka, sementara Ayah Verro menghiasi sudut ruangan dengan senyuman yang berusaha mengatasi rasa sakit dalam hatinya.
Di tengah keramaian keluarga yang berbincang hangat, Verro masih terlihat hancur dan terpukul. Wajahnya yang lesu mencerminkan beban berat yang dia tanggung. Namun, kehadiran sahabat-sahabatnya, Yusuf, Albert, dan Reza, membawa sedikit kelegaan di tengah kesedihan yang melanda.
Pertemuan di rumah Verro bukanlah sekadar kunjungan biasa. Bagi Yusuf, Albert, dan Reza, ini adalah momen yang lama mereka nanti-nantikan. Mereka merasa terhormat dapat berada di samping Verro di saat-saat sulit seperti ini, mendukungnya dengan penuh kesetiaan dan kasih sayang.
"Om, izinkan kami tinggal di sini untuk beberapa hari. Kami akan terus mendampingi Verro," ucap Yusuf dengan tulus, matanya penuh dengan kepedulian.
Ayah Verro mengangguk dengan tersenyum, meski terlihat lelah dan terpukul. "Terima kasih, ya, Dek Yusuf. Terima kasih. Kalian udah bawa Verro pulang."
Yusuf, Albert, dan Reza saling bertukar pandang, penuh dengan rasa haru dan tekad untuk memberikan dukungan sebanyak yang mereka bisa pada Verro.
Perbincangan pun berlanjut, membawa mereka ke dalam perjalanan kenangan dan cerita-cerita masa lalu. Mereka berbagi tawa dan tangisan, mengingat momen-momen indah dan sulit yang telah mereka lalui bersama. Semua itu membawa kehangatan di tengah dinginnya kesedihan yang melanda.
Namun, di antara semua cerita yang mengalir, Verro tetap terdiam. Meski sahabat-sahabatnya berusaha membuatnya tersenyum, dia hanya mampu memberikan senyuman kecil sebagai tanggapan atas kebaikan mereka.
Ketika malam tiba dan keramaian mereda, Verro merenung sendirian, dan pergi ke dalam kamarnya. Di sampingnya, foto ibunya menatapnya dari atas laci. Tangisnya pecah lagi, mengalir deras seperti hujan di musim dingin. Verro merindukan sosok ibunya, sosok yang takkan pernah bisa dia temui lagi.
Sementara itu, di ruang tamu, Yusuf, Albert, dan Reza masih duduk bersama keluarga Verro, menceritakan kisah-kisah baru yang mengalir dengan lancar. Namun, di sudut hati mereka, mereka merasa sedih melihat Verro yang masih terluka.
Tidak lama kemudian, suasana ruangan yang semula penuh dengan tawa dan cerita, berubah menjadi hening ketika Verro keluar dari kamarnya. Langkahnya terdengar berat di lantai kayu, sementara matanya masih mencerminkan bekas-bekas air mata yang baru saja diusapnya. Setiap detik terasa berat, setiap napas terasa tersendat ketika Verro akhirnya duduk di antara Yusuf dan Albert.
Helaan napas yang panjang terdengar seperti badai keheningan yang menyelubungi ruangan. Semua pandangan tertuju pada Verro, yang tampak tegang di antara sahabat-sahabatnya dan anggota keluarganya.
"Papa, Kak, ada yang mau adek omongin," ucap Verro dengan suara yang terdengar rapuh.
Kak Verra, Kak Virra, dan Ayah Verro bertukar pandang, menyadari bahwa ada sesuatu yang ingin diungkapkan oleh Verro. Sedangkan Yusuf, Albert, dan Reza, mereka sama-sama merasa getir, namun juga siap mendengarkan.
"Mau ngomongin apa, Dek?" tanya Kak Verra dengan suara lembut, mencoba memberikan dukungan pada Verro.
Verro terdiam sejenak, seolah-olah mempersiapkan diri untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat berat. "Adek mau minta maaf, ke papa, ke Kak Verra, Kak Virra," ucapnya perlahan, suaranya terdengar gemetar.
Seluruh ruangan terasa seolah-olah bergetar oleh kata-kata Verro. Semua menunggu dengan tegang, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Adek sebenernya udah keluar dari sekolah," ucap Verro setelah beberapa saat, matanya memandang lurus ke arah lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] BOY ERASED
Teen FictionKecewa, menjadi sebuah kata yang benar-benar bermakna pada setiap orang. Kekecewaan seseorang bisa tumbuh seiring dengan kesalahan-kesalahan yang telah dibuat. Lalu, apa artinya takdir? Verro Alfito, mengasingkan diri dari lingkungan keluarganya kar...