Pagi itu hujan baru saja reda. Ujung-ujung genteng dan dedaunan sesekali masih meneteskan sisa air hujan. Angin mendesau mengibarkan jilbab seragam putih santriwati yang sedang berjalan menuju kelas pagi. Sebagian menuju rumah Bu Ning Iradah untuk membeli sebungkus nasi karena tidak sempat mengambil jatah catering paginya, sebagian lagi masih ada yang bersantai-santai di dalam asramanya.
Kriiiiiiiiiiiingggggggg.... Kriiiiiiiiiiiingggggggg....
Bel kegiatan berbunyi, pertanda waktu bersiap-siap untuk memasuki kelas sudah habis. Semua santriwati pun berlarian menuju ke kelasnya masing-masing. Namun ternyata banyak dari mereka yang masih saja terlambat. Masih menampakkan diri di sepanjang jalan dari depan pos piket hingga depan kantor. Qila dan Dea pun termasuk dari beberapa santri yang terlambat itu. Dengan sekuat tenaga mereka berlari sekencang mungkin mengekori para santriwati yang juga sedang berlarian di jalan itu.
Seketika langkah mereka terhenti lalu membukakan jalan saat melihat Ning Itta sedang berjalan menuju mereka dengan tatapan tajam bak seekor elang yang memburu mangsanya.
"Kenapa masih banyak yang berkeliaran!?" Pekik Ning Itta dengan tegas.
Mereka hanya diam tanpa sepatah kata apapun.
"Semua yang terlambat berdiri di depan pos piket! Cepaaatttt!!!" Perintah Sang Ning yang akan memberikan sanksi agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.
Tuutttt... Tuttttt... (Ponsel Ning Itta berdering)
•••••••
"Ohh oke-oke, nanti saya kabari ya kak. Saya mengawas dulu. Assalamu'alaikum." Ucap Ning Itta terakhir sebelum menutup telepon kakak sepupunya.
Beberapa detik setelah itu Dea dan Qila baru saja tiba di depan pos piket.
Huhhh...Hahhh... Huhhh... Hahhh.... Dengan napas yang terengah-engah.
"Deaaaa! Kenapa terlambat lagi!?" Tanya Ning Itta tegas.
"Iya Ning, maaf."
"Kali ini apa alasan kamu?" Desis Ning Itta disertai bombastic side eye.
Dea hanya tertunduk lalu menggelengkan kepalanya pertanda tidak memiliki alasan.
"Kalau Qila kenapa!?" Tanya Ning Itta.
"Sa.... saya ta..ta..tadi menunggu Dea, Ning." Jawab Qila terbata-bata sambil menundukkan kepala.
"Santai sekali hidupmu! Terlambat terus... Melanggar terus... Kukira kemarin udah tobat tau-taunya masih ada laporan baru lagi. Memang fansnya Farhat nih beneran gak tobat-tobat yah! Modal seperti kamu mau dapatin adek saya!? Hah jangan harap!" Ucap Ning Itta mulai muak dan terbawa emosi dengan ulah Dea yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
Gus Farhat adalah adik kandung Ning Itta yang sangat tampan, sholeh dan ghoddul bashor (menjaga pandagan). Beliau adalah gus yang paling populer dan paling dikagumi oleh banyak santriwati lebih dari pada penggemar Gus Rayhan. Dan salah satu pengagumnya yang paling tergila-gila adalah Dea. Bahkan seringkali Dea mengirimkan makanan untuk Gus Farhat. Tapi setiap kali kiriman itu datang, Gus Farhat malah memberikannya kepada Ning Itta. Sehingga Ning Itta pun tahu tentang effort Dea yang terlalu berlebihan kepada adiknya.
"Dea, ikut saya sekarang! Qila juga!" Seru Ning Itta sembari berjalan menuju ruang interogasi.
***
Kriiiiiiiiiiiingggggggg..... Kriiiiiiiiiiiingggggggg.....
(Bel istirahat berbunyi)
Pintu-pintu kelas kian terbuka. Santriwati satu-persatu meninggalkan kelasnya untuk menjalankan berbagai aktivitas penting sebagai pengisi waktu luang. Ada yang menyempatkan untuk membeli jajan, tidur, mengganggu teman yang sedang tidur, makan makanan pagi yang belum sempat dihabiskan, berkunjung ke perpustakaan, mencuci piring, mengantri di depan wc, dll.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle After Met You
Romansa"Karena kita tidak pernah tahu akan seperti apa kedepannya." *** Ayra Yasmin Salsabila, santri putri yang sudah lama berteman sepi melewati hari tanpa orang tua dan saudara yang menemani. Tidak sedikit laki-laki y...