6 – Berdebar
Emang salah kalau merasakan debaran pada orang yang belum tepat?
—
Setelah malam itu, Raga tahu apa yang harus ia lakukan. Ia cukup menghindari Renjani. Tidak bertemu dengannya. Karena Raga tahu apa yang akan terjadi saat mereka bertemu atau sekedar berpapasan.
Sebelumnya, tidak pernah Raga berpikir akan tidur dengan seorang gadis cantik dan pintar serta memiliki jiwa pesona yang kuat.
Namun, ketika seorang disuguhkan dengan pemandangan yang menggoda iman, siapa yang akan menolak. Apalagi ini Renjani sendiri yang menyerahkan diri. Menarik Raga pada sebuah kesalahan yang sudah jelas telah merusak anak gadis orang.
Brengsek!
Setelah malam panas itu, Raga selalu teringat akan wajah merah dan tubuh selembut salju itu. Selama satu minggu yang Renjani kira cewek itu tidak melihatnya, justru Raga yang sengaja pula tidak memperlihatkan diri padanya.
Di sekolah, Raga selalu melihat Renjani saat keluar dari perpustakaan. Ke kantin bersama temannya. Atau ketika Renjani sedang menunggu jemputan di depan gerbang Tunas Bangsa. Seperti yang terjadi hari ini. Raga sengaja memesan bakso di Mang Asep hanya untuk mengawasi Renjani sampai cewek itu dijemput lalu pulang.
Raga juga tahu ketika Mang Asep menawarinya bakso dan Renjani akan memesan sebelum Mang Asep mengatakan bahwa dirinya juga ada di dalam warung tenda itu. Ketika Renjani mengatakan 'tidak jadi' Raga juga tahu bahwa cewek itu kabur darinya.
Lalu, demi memastikan cewek itu baik-baik saja, Raga menyusul langkahnya. Raga juga mengawasi Renjani dari jauh ketika cewek itu menunggu di halte.
Entah perasaannya bagaimana terhadap cewek itu. Akan tetapi, rasa ingin melindunginya teramat besar.
"Kaki lo terkilir kayaknya. Supir lo kapan jemput?" Raga meringis melihat mata kaki Renjani memerah. Cowok itu membungkuk di bawah kakinya.
Renjani memutar bola mata. Di samping gedung Tunas Bangsa ada warung makan yang buka sampai malam. Dan sekarang keduanya sedang berada di sana dengan Renjani duduk di kursi kayu panjang.
"Lo gak perlu ngurusin gue. Kalau pun gue gak dijemput, gue gak bakal minta anterin lo balik." Tatapan Renjani menunduk. Bukan untuk melihat Raga, tetapi menatap mata kakinya yang merah. Renjani meringis sakit lagi.
"Lupa kalau lo tadi minta gendong karena gak bisa jalan?"
Eh sialan. Ngapain diingetin? Gumam Renjani dalam hati.
Renjani melipat bibirnya sendiri. Malah menoleh demi memanggil si Ibu pemilik warung nasi. "Bu... boleh minta kreseknya gak?" Demi mengalihkan sesuatu yang membuatnya merasa malu.
"Oh, boleh, Neng. Ambil aja. Buat apa gitu, Neng?" Suara si Ibu itu terdengar dari dalam karena sedang melayani pembeli yang kemudian pergi setelah membayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raga Renjani (Terbit Cetak)
Teen FictionDi tengah kehidupan remaja yang penuh dengan harapan dan impian, Renjani Senja seorang gadis berusia 17 tahun, dirinya harus di hadapkan pada satu kehidupan yang sulit. Ia hamil di saat dirinya masih status siswi Tunas Bangsa. Siswi yang enam bulan...