#7

149 14 1
                                    

POV Wilona

Kami semua sampai di kampung Kencana tepat pada pukul 12 siang.

Perjalanan memakan waktu kurang lebih 4 jam, dipotong istirahat beberapa kali karena sebagian temanku mengeluh mengalami pegal di bagian tubuhnya.

Memasuki jalanan setapak disana, kami dibawa melewati sisi kanan dan kiri yang masih rimba oleh hutan. Tak ada sedikit pun penerangan bila malam, sehingga harus pastikan lampu kendaraan bisa menyala jikalau perlu pergi keluar desa.

"Dingin ga?" Ku sadari Kirana nampak kedinginan ketika kami mulai memasuki wilayah pedesaan yang rimbun oleh hutan.

Aku secara rutin memperhatikannya lewat kaca spion motor, memastikan gadis itu baik-baik saja selama perjalanan dan tidak ku sangka ia tak banyak protes soal kondisi jalan yang kurang baik.

Aku sempat mengira gadis sepertinya gemar protes tiap kali ada sesuatu yang membuatnya tak nyaman, namun Kirana, bahkan ketika ku lihat dengan jelas ia menggigil karena udara yang sejuk, ia tak mengadu satu patah kata pun.

"Jalan lurus aja mentok, nanti ketemu gapura bambu. Gue mau berhenti dulu." Perintahku pada Alenski, Dwi, Yudistiara, dan Raya. Mereka meninggalkan kami di satu gubuk tempat biasa masyarakat desa beristirahat sepulang angkut barang dari pasar.

Ku suruh Kirana untuk istirahat sejenak dan memberinya handwarmer yang sengaja ku bawa untuk berjaga-jaga.

"Kalau dingin atau kenapa-napa, bilang aja. Daripada nanti tiba-tiba ngedrop."

"Saya gaenak ngerepotin kamu, Wil."

"Kamu gamau ngerepotin tapi kamu sendiri belum tau keadaan disini kek gimana."

"Kamu ga kasih tau kalau tempatnya sedingin ini."

Aku menghela nafas panjang sebelum melepas jaket dan memakaikannya padanya. "Pake yang itu aja, jaket yang ini tipis."

"Saya pake yang itu aja."

"Udah kamu pake yang itu. Sekarang, kita mau langsung nyusul anak-anak atau diem dulu disini?"

Kirana diam tak menjawab, ia menarik kedua ujung jaket agar seluruh tubuhnya tertutup dan tak membiarkan udara dingin masuk lewat celah manapun.

Aku turut duduk di sampingnya, tangan dan kedua kakiku tentu terasa pegal sebab berkendara lebih dari 30km. Kami baru sampai siang hari namun udaranya masih sedingin ini. Entah mungkin di pemukiman akan lebih hangat karena daerah tempat kami berada memang tergolong daerah lembah yang masih ditumbuhi tumbuhan liar dan pohon pinus menjulang di jurang sana.

Aku menoleh ke samping untuk memastikan, sekali lagi, agar Kirana baik-baik saja. Sebenarnya ada satu keinginan tersendiri yang seakan menyuruhku untuk terus memperhatikannya, tapi entah apa, daripada itu aku sudah pastikan kalau ia bisa bertahan di tempat seperti ini (sebab ia kelihatan anak kota sekali).

Tapi... Ah entahlah aku tak dapat cari alasan. Jadi ku lakukan saja dan tepat disaat yang sama ia turut menoleh ke arahku juga.

Kami saling bertatapan, ku yakin Kirana menganggap tindakanku aneh dan cukup untuk dicurigai padahal sejujurnya aku tak berniat apa-apa.

"Maaf, saya... Saya cuman khawatir kamu kenapa-napa soalnya perjalanan dari Jakarta kesini lumayan jauh dan tricky. Dan saya pikir kamu ga nyaman selama perjalanan."

"Memang. Suspensi motor dan joknya keras, keahlian berkendara kamu juga menurut saya patut dipertanyakan karena kamu selalu trabas tiap kubangan dan polisi tidur. Itu bikin saya sakit pinggang."

Ku akui itu salahku sebab tak periksa kondisi motor sebelum keberangkatan. Lagi pun, cek rutin ke bengkel perlu lagi keluar uang sementara uangku sedari kemarin sudah banyak habis keluar untuk kegiatan dan persiapan ke kampung Kencana.

ALTER: Winrina FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang