Seminggu berlalu, dasi pemberian dari Lyan selalu Zinnia pakai sesuai jadwal. Zinnia bahkan tidak menyadari bahwa ada seorang lelaki yang hatinya selalu berdebar tiap kali melihat Zinnia mengenakan dasi tersebut. Bagi Zinnia, dia beruntung memiliki wali kelas sebaik Lyan yang tidak pelit namun sedikit jutek.
Walaupun berasal dari keluarga yang berkecukupan, Zinnia tidak ingin selalu merepotkan kakek maupun neneknya untuk perkara sepele, setidaknya peralatan sekolah bisa Zinnia beli dengan uang tabungannya sendiri. Memang, kepintarannya dibawah rata-rata seperti yang Lyan bilang Minggu lalu, namun Zinnia tergolong anak yang cukup rajin, rajin dalam urusan menyontek tugas milik kedua sahabatnya.
Zinnia adalah anak yang tidak bisa diam, ada saja tingkahnya yang mampu menarik perhatian di sekitarnya, entah menggunakan mantra apa, hingga membuat orang-orang suka padanya. Seperti Lyan contohnya, baru beberapa Minggu namun sudah lebih dulu menjatuhkan pandangan pertamanya pada Zinnia. Sayangnya, gadis kecil itu masih belum sadar. Dia menganggap bahwa kebaikan yang Lyan berikan adalah hal yang wajar, ya selayaknya guru dan murid pada umumnya.
***
"Hari ini ada jam olahraga, kamu bawa seragam ganti nggak?" Tanya Yaffa penuh selidik, mengingat karakter Zinnia yang memang pelupa.
Zinnia menghentikan aksi mengunyahnya, kemudian berpikir sejenak, ia langsung merengek hingga melempar roti yang tengah dimakannya sampai mengenai kepala temannya yang botak.
"Kenapa?" Tanya Gretha, ia yang menyayangkan roti tersebut, langsung sigap mengambilnya, mumpung belum lima menit.
"Aku lupa bawa seragamnya...!" Rengek Zinnia seraya menelan sisa-sisa roti yang masih ada di mulut.
"Kebiasaan banget si, duh Zinnia... Kapan sih penyakit lupanya sembuh total?" Yaffa menghembuskan nafas lelah.
"Ya mana aku tau. Lupa kan nggak ada obatnya," bela Zinnia yang masih tak terima karena dirinya dianggap sebagai seorang anak yang pelupa, padahal usianya masih muda.
"Ya udah, buruan sana pinjem di kelas lain," titah Gretha.
"Nggak mau ah, bau keringet kan udah di pakai tadi pas jam pertama," kilah Zinnia.
"La terus mau gimana? Mau kamu dihukum sendirian sama lak Lyan?" Yaffa menimpali.
"Mana mungkin pak Lyan hukum aku, dia kan orangnya baik," sanggah Zinnia.
Yaffa dan Gretha hanya menghela nafas kesal.
***
Waktu pelajaran kedua dimulai, seluruh anak kelas Zinnia disuruh berkumpul di GOR untuk melaksanakan praktek roll depan sekaligus roll belakang. Zinnia yang awalnya sudah terlalu percaya diri tidak akan dimarahi oleh Lyan, ternyata salah besar. Lyan sempat ingin marah, namun setelah melihat wajah Zinnia yang muram, ia lantas mengurungkan niatnya itu. Lyan bergegas menuju ruangan pribadinya kemudian mengambil satu setel baju miliknya dan memberikannya pada Zinnia. Akhirnya, dengan terpaksa Zinnia harus memakai baju tersebut yang ukurannya bahkan 3 kali lipat lebih besar dari ukuran badannya sendiri.
Pelajaran berlangsung selama 1 jam setengah, Zinnia bahkan sampai encok karena beberapa kali disuruh mengulang gerakannya yang memang belum sempurna. Ia hendak menangis, namun ditahan matian-matian demi menjaga harga dirinya yang ia junjung setinggi mungkin.
Mukanya memerah, keringat bercucuran, bahkan langkah kakinya sempoyongan, baru saja hendak duduk di salah satu kursi, ia langsung pingsan tepat didepan Lyan, Lyan yang tidak siap pun akhirnya membiarkan Zinnia meluncur dengan cepat hingga kepalanya mencium lantai.
Kegiatan langsung berhenti, para petugas PMR yang tadi sempat dipanggil pun segera membawa Zinnia masuk ke dalam UKS.
Raut wajah Lyan berubah menjadi suram, ia marah pada dirinya sendiri. Mungkin hari ini ia terlalu keras pada Zinnia yang pada dasarnya kondisi fisiknya lumayan sedang tidak stabil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung Hati
Novela JuvenilKekasih... Kamu adalah manusia penuh warna yang slalu mengisi kegelap-gulitaanku. Mengajakku berbicara dan melukis tawa kala aku belum pernah merasakannya. Melawan keputusasaan di tengah ambang kematian. Senyum yang merekah diujung bibirmu, adalah s...