Hampir semingguan ini mansion Hwang dibekukan oleh sikap dingin antara Jennie dan Chaeyoung. Jennie bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia mengeluarkan suaranya di rumah.
Pada makan malam kali ini pun, Jennie tidak memikirkan apa pun selain segera angkat kaki dari area meja makan, mungkin lebih tepat dia ingin cepat-cepat bertolak dari ibu dan saudari tirinya.
Jennie berdiri, mengakibatkan kursinya sedikit terdorong.
"Jennie-ya, duduklah berdua dengan Chaeyoung." Dara bergantian menatap Jennie juga Chaeyoung. "Keheningan tidak akan menyelesaikan apa-apa. Kalian harus saling bicara." Dara meninggalkan meja makan, meski sedikit ragu mereka akan saling bicara bahkan setelah kepergiannya.
Bibir Chaeyoung tetap mengatup, meski Jennie sudah kembali duduk.
"Cepatlah, aku mau ke kamarku."
Tatapan Chaeyoung tetap turun pada piringnya. Meremat tangannya di bawah meja. "Kenapa harus aku yang mengatakan sesuatu, Un-nie?"
Mata Jennie lebih menakutkan, meski tidak melihatnya pun, Chaeyoung yakin perasaannya benar.
"Maksudmu aku yang harus memohon maafmu? Setelah yang kau lakukan?!"
Jari-jari Chaeyoung menekan bagian bawah meja makan. "Un-nie juga selalu mendiamkanku ... dan memusuhiku."
"Karena kau pantas mendapatkan itu. Kau lupa pada apa yang telah kau lakukan?"
Lensa Chaeyoung lebih sempit menatap Jennie. "Unnie hanya menyalahkanku? Unnie tidak melihat pada diri Unnie sendiri? Saat itu, saat Unnie tau Jisoo unnie menyembunyikan fakta itu, Unnie juga menyalahkannya. Unnie meninggalkannya. Apa Unnie tidak ingat? Meski diusir pun, mungkin saja Jisoo unnie akan tetap di sini, demi Unnie, andai Unnie tidak meninggalkannya duluan."
Jennie berdiri, kali ini mengakibatkan kursinya berderit lebih keras.
"Kau tidak pantas mengatakan itu. Menurutmu kau pantas bilang begitu saat kaulah yang jadi sumbu Jisoo unnie bahkan Lisa pergi?! Benar, yang sebenarnya, Lisa itu pergi karenamu. Dia pergi karena muak denganmu." Mata dan wajah Jennie masih berapi-api, hingga dia melihat sebutir air mata memaksa keluar dari pucuk mata Chaeyoung.
Jennie merapatkan genggaman hampanya. "Jangan bicara padaku, aku tidak bisa pura-pura atau menyenangkan siapa pun dengan ucapanku." Jennie melangkah berat dengan beban hati dan rasa bersalah tambahan.
Jennie mengakui yang dikatakan Chaeyoung memang benar, dia hanya mencoba menyangkalnya dan tidak ingin kalah.
Chaeyoung kembali menunduk. Jemarinya menarik-narik ujung bawah bajunya.
Jennie menjalani hari-hari selanjutnya dengan biasa. Mungkin Jennie merasa telah begitu, namun perubahan telah terjadi. Mungkin tidak begitu banyak, dia hanya menjadi lebih abai, pada banyak hal. Semua dijalani dan direspon dengan sekenanya serta sejadinya. Berbeda dengan Jisoo yang menjadi pribadi hampir sepenuhnya tidak lagi terganggu dengan absennya pertemuannya dengan Jennie.
Jennie tidak lagi mengganggu atau berusaha menghubungi. Jisoo merasa itu bagus, mungkin artinya Jennie sudah tidak terlalu peduli. Kesibukan yang padat juga menyita kesempatan Jisoo untuk hanya berpikir tentang Jennie atau rumah.
Kini di sofa, dalam apartemen sederhana yang Jisoo sewa, Seulgi memperhatikan cara Jisoo makan sambil membaca ulang skripnya. Seulgi masih sekelas dengan Jennie dalam semua mata kuliah, juga sering mengunjungi Jisoo di sini. Itu membuatnya bingung.
"Kau bisa makan selahap itu? Maksudku itu bagus. Kau tidak patah hati atau hanya meratapi nasib, tapi bagaimana dengan yang lain? Kau tidak penasaran?"
Mata Jisoo menetap pada skrip di satu tangan, sementara tangan lain menyuapkan makanan. Jisoo sudah cukup menjelaskan pada Jennie. Dia juga merasa, semakin sedikit dia tahu tentang Jennie, itu lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfiction[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.