"Maaf, tidak ada kesempatan untuk kalian bertemu Putri. Tapi ini, ada curahan hati Putri untuk kalian. Gue sengaja sobek kertas ini dari buku diary dia. Gue harap, kalian tidak membenci diri kalian sendiri."
Ucapan terakhir Farel satu jam yang lalu terus berputar di kepala Syifa dan Aira. Mereka terus memandang secarik kertas yang masih terlipat pada genggaman tangan mereka masing-masing.
"Syifa, Aira, aku---"
"Apa?" tanya Syifa dengan suara dingin.
"Aku minta maaf. Aku harus pamit sekarang." Intan menggenggam pelan bahu Syifa dan Putri. "Aku tahu, kalian perempuan kuat. Tapi kalau kalian butuh seseorang untuk mendengarkan isi hati kalian, aku selalu siap. Wassalamu'alaikum."
Intan melepaskan genggaman tangannya dari bahu Syifa dan Aira. Setelah itu, dia berjalan meninggalkan Rooftop hingga punggungnya tidak terlihat lagi.
"Intan sudah tidak di sini. Ayo, Syif, kita buka dan baca isi tulisan Putri."
"Kamu duluan saja, Ra. Baca yang keras yah supaya aku dengar."
Aira mengangguk. Dengan kedua tangan sedikit bergetar, dia membuka kertas yang tadi di genggamannya. Sejenak, dia memandang kosong tulisan Putri. Syifa yang melihatnya hanya bisa mengeluarkan napas kasar.
"Hai, Ra. Apa kabar kamu? Semoga baik yah. Kalau kamu mau tanya kabar aku. Jawabannya, selalu tidak baik. Kamu tahu itu kan? Iya, biasa, derita anak broken home. Tapi Ra..., kali ini aku memang benar-benar tidak baik. Tapi ini bukan salah kamu kok, seriusan. Ini murni kesalahan pacar aku. Gara-gara dia, aku depresi. Mentalku tidak kuat, Ra. Kejadian menjijikkan itu terus terbayang-bayang di pikiranku. Saat pacar aku menyentuh hingga akhirnya merenggut mahkota aku. Aku benci Ra, aku benci diri aku yang sudah kotor ini." Aira sejenak menghapus kasar air mata yang dari tadi membanjiri pipinya. "Bagaimana ini, Ra? Apa aku bunuh diri saja? Tapi nanti Intan marah. Kata dia, bunuh diri itu dosa. Aku harus gimana yah, Ra? Aku benar-benar ingin pergi dari dunia ini. Tapi sebelum aku pergi, aku ingin melihat kamu putus dari pacar kamu. Setelah itu, aku ingin kamu seperti Intan yang memiliki prinsip, say no to pacaran. Aku mohon yah Ra, tolong kabulkan keinginan aku. Ini demi kebaikan kamu."
'Iya, Put, iya. Aku pasti putus dari pacar aku dan aku akan berusaha mengabulkan keinginan kamu,' ucap Aira dalam hati.
"Syif, Putri... apa Putri pergi dari kita? Aku belum sempat minta maaf sama dia. Aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah," lirih Aira sambil menatap Syifa.
Syifa menggeleng cepat. "Tidak, Ra. Putri tidak boleh pergi. Kita pasti bertemu dia. Aku harus bertemu dia, Ra."
"Sekarang giliran kamu, Syif. Baca yang keras, supaya aku dengar."
"Tapi, Ra---"
"Ayo, Syif, baca. Kamu pasti bisa."
Kedua mata Syifa seketika terpejam. Cukup lama sebelum akhirnya membuka kertas yang juga berisi tulisan Putri. Pelan-pelan, dia membuka kedua matanya.
"Hallo, Syif. Kabar kamu baik kan, pasti? Secara..., kamu kan selalu bersama Intan, seseorang yang akan selalu di samping kamu. Tidak seperti aku dan Aira yang sibuk dengan pacar kita."
'Iya, Put, kamu benar. Kabar aku baik salama bersama Intan. Tapi sekarang, kabar aku jauh dari kata baik. Bukan hanya karena Intan tidak bersama aku. Tapi karena kamu juga tidak ada di sekitar aku, Put,' ucap Syifa dalam hati.
Aira menyenggol bahu Syifa. "Lanjutin, Syif."
"Eh, tidak, Syif, tidak. Aku bercanda kok. Jangan marah yah. Aku bukan Aira yang bisa adu mulut sama kamu. Aku juga bukan Intan yang bisa mengerti kamu. Tapi aku adalah seseorang yang berusaha membuat kamu nyaman, walaupun jarak kita berjauhan. Karena kita di takdirkan untuk saling menguatkan sebagai anak yang terlahir broken home. Oh iya, btw, aku senang banget lho, saat kamu mengatakan kamu menganggap aku sebagai kakak. Tapi, kenapa saat itu kamu meninggalkan aku, Syif? Kenapa kamu membiarkan aku ikut Aira? Aku takut banget Syif. Pacar aku..."
"Aira..., aku tidak bis---"
"Bisa, Syif. Kamu bisa. Tarik dan buang napas kamu."
Syifa mengikuti arahan Aira dan lima menit kemudian, dia kembali melanjutkan membaca isi tulisan Putri.
"Pacar aku mengambil paksa mahkota aku, Syif. Aku sudah kotor. Aku kotor..." Syifa kembali menarik dan membuang napas pelan. "Aku benar-benar tidak sanggup lagi untuk hidup. Aku ingin pergi saja, Syif. Kamu tenang saja, ini bukan salah kamu kok, ini murni salah pacar aku. Tapi sebelum aku pergi, aku ingin kamu dekat sama Aira. Dampingi dia agar bisa memegang teguh prinsip Intan, yaitu say no to pacaran. Kamu juga Syif, jangan sampai pacaran yah. Satu pesan aku, tetap kuat apapun yang terjadi."
Syifa berdiri. "Tidak! Putri tidak boleh pergi. Aku harus bertemu dia. Aku harus bicara sama dia."
"Tapi, Syif, di kertas itu, Putri---"
"Bisa saja kan, Ra, ini bukan tulisan Putri. Ini pasti akal-akalan Intan sama Farel supaya kita tidak bertemu Putri lagi. Mereka itu jahat!"
"TULISAN ITU BENAR-BENAR DI TULIS PUTRI! KALAU KALIAN NGGAK PERCAYA! AYO! IKUT GUE SEKARANG KE PEMAKAMAN PUTRI!""
Tanpa Syifa dan Aira sadari, Farel dari tadi bersembunyi dari balik dinding Rooftop. Dia mendengar semua percakapan mereka saat membaca isi tulisan Putri. Tapi setelah mendengar ucapan Syifa yang terakhir, dia langsung keluar dengan wajah yang sudah memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say No To Pacaran ✓
Novela JuvenilTentang misi Intan Aulia untuk ketiga sahabatnya, yaitu SAY NO TO PACARAN