Part 10 - Pengertian

5 1 0
                                    

Aroma khas adonan roti yang baru saja keluar dari panggang dan bunyi lonceng yang terdengar setiap pintu terbuka memunculkan pengunjung toko yang ingin membeli sesuatu menjadi suasana tenang tersendiri bagi orang yang tengah menikmati segelas lychee tea ini.

Duduk di bangku pojok dekat jendela yang mengarah pada jalanan ramai di sore hari selalu menjadi pilihannya.

Ponsel di tangannya ia letakkan kembali setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh keponakannya. Setidaknya dia sudah tidak perlu khawatir sebab tadi sempat sedikit risau menunggu gadis itu cukup lama di depan gerbang sekolah yang ternyata sedang bersama sahabatnya.

Pria itu mengalihkan pandangannya saat merasa ada seseorang yang berjalan ke arahnya.

"Lama ya?" tanya Emira dengan suara halusnya yang khas sembari menarik kursi di depan si pria.

"Gak juga" jawab Tio, "Udah selesai laporannya?".

Emira menggeleng, "Belum" balasnya, "Nanti malam aja sekalian tutup toko".

Wanita itu menghela nafas, tangannya meraih minuman yang sudah Tio pesan untuknya itu kemudian meminumnya untuk menyegarkan tenggorokan serta pikirannya.

"Tio" panggil Emira meminta perhatian pria itu sepenuhnya, "Tadi Ibu aku telepon".

"Ada apa?" tanya Tio serius.

"Ibu tanya soal hubungan kita" jawab Emira, "Gimana?".

Tio menundukkan pandangannya begitu mendengar pernyataan Emira, ia kembali memandang wanita di depannya ini sambil meraih jari-jari lembut Emira untuk dia genggam.

"Kamu masih mau tunggu aku kan?" tanya Tio penuh harap.

Emira tersenyum tipis merasakan hangat tangan Tio yang menggenggam tangannya, "Aku mau, Tio" jawabnya.

"Malah di saat seperti ini, aku mau bantu kamu" lanjut Emira mencoba menenangkan Tio yang sepertinya sempat merasa cemas.

"Maaf ya" ucap pria itu, "Harusnya kita udah bisa punya hubungan yang lebih dari ini" Tio menjeda kalimatnya, "Tapi masih ada masalah yang harus aku selesai sebelum kita melangkah lebih serius".

Emira mengangguk, "Iya, aku ngerti" ujarnya, "Kita selesaikan sama-sama ya".

"Makasih" ucap Tio tulus.

Emira hanya tersenyum, "Jadi, kamu masih mau gini terus?" tanyanya sambil melirik genggaman tangan mereka.

Tio tertawakan kecil, "Boleh kan?".

Emira mengangguk saja, dia kira Tio hanya ingin menggenggam tangannya tapi pria itu malah mendaratkan kecupan singkat yang membuat Emira melebarkan matanya kaget lalu melihat ke sekitar.

"Tio!" tegurnya sembari menarik tangannya melepas genggaman mereka.

Si pelaku hanya tertawa melihat wajah Emira yang sudah memerah seperti tomat sangking malunya.

"Mau ngobrol apa tadi?" tanya Emira mengalihkan topik pembicaraan mereka dari yang sebelumnya.

"Kinar marah sama aku" jawab Tio masih terdengar sisa tawanya, "Tapi tadi dia udah kirim pesan, katanya dia ada si rumahnya Kenan".

"Kinar sama Kenan udah temenan lama ya?" tanya Emira.

"Udah dari kecil" jawab Tio, "Kinar yang selalu ikut Kenan, baru pas SMP Kinar punya temen perempuan".

Emira mengangguk paham, "Lucu ya, kayak anak kembar".

"Eh, tapi kok bisa kamu marahan sama Kinar?" tanya Emira.

Cerita KinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang