4

3 0 0
                                    

"Sekarang latihan, ya."

Mereka mengangguk mendengar instruksi dari Jaki. Pulang sekolah, seperti biasa hari ini adalah jadwalnya latihan basket. Akan ada satu pertandingan lagi, sehingga mereka semangat berlatih dan memenangkan pertandingan itu.

Mereka berlima dan beberapa anggota cadangan berjalan bersama-sama ke lapangan basket sekolah. Nalendra tidak sengaja bertemu dengan Winda saat melewati kelasnya yang sedang jam kosong.

Winda beranjak dari bangkunya dan berjalan cepat ke arah Nalendra. "Mau latihan?"

"Iya."

"Nanti gua ke lapangan buat ngasih lo air."

"Oke, thank's."

Nalendra kembali berjalan menyusul teman-temannya yang sudah berjalan cukup jauh meninggalkannya.

Sesampainya mereka di lapangan, mereka mulai melakukan pemanasan. Nalendra melakukan beberapa gerakan pemanasan sambil memikirkan kejadian pagi tadi, saat dadanya terasa sangat sakit. Apa gua punya penyakit? tanyanya dalam hati pada dirinya sendiri.

...

"Aya naon?"

"Ada apa?"

Arjuna menghampiri Raja Jayendra yang sedang duduk, terlihat sedang kebingungan. Raja Jayendra tidak menjawab, Ia tetap diam dan memikirkan cara agar cucunya selamat dari serangan yang akan datang kapan saja.

Arjuna Putra Radipta, cucu ketiga Raja Jayendra. Dengan lembut Ia memegang kedua pundak Raja dari belakang. "Teu kunanaon, Bah?"

"Gak kenapa-napa, Bah?"

Raja Jayendra menghembuskan nafasnya, menggeleng Ia sebagai jawaban. Saat sedang berdua saja atau tidak ada pelayanan di sekitar mereka, Raja Jayendra selalu dipanggil Abah.

Raja Jayendra merasa hal ini tidak perlu di ketahui oleh cucu-cucunya.

...

Nalendra berlatih dengan serius, tapi tetap santai juga. Mereka sesekali bercanda, membuat rasa penat dari latihan itu sedikit menghilang. Jeffry hendal melempar bola basket pada Nalendra, Ia sudah bersiap dengan posisinya.

Nafasnya tercekat. Rasa sakit itu kembali lagi, membuat tubuh Nalendra benar-benar tidak bisa di gerakan. Matanya membelalak. Kini, jantungnya terasa di genggam dengan sebuah tangan yang besar dan di hiasi kuku yang tajam.

Tangan besar itu menarik jantung Nalendra dengan kasar, benar-benar menyiksa. Waktu terasa berhenti. Nalendra bertanya-tanya, Apa ini? kenapa? Kaki Nalendra melemas, tak kuasa menahan tubuhnya.

Angin berhembus dari sebelah kanan, menubruk tubuh Nalendra. Hembusan angin itu bagai badai yang dapat mengangkat tubuhnya. Nalendra terhuyung saat angin melewati tubuhnya. Ia tergeletak seketika.

"Nalen!"

Bola basket yang sudah di lemparkan Jeffry itu mendarat di atas dada Nalendra yang sudah tak sadarkan diri. Mereka yang ada di sana seketika panik. Berlarian mereka menghampiri Nalendra yang terbaring di sana.

Jaki menggoyang-goyangkan tubuh Nalendra sambil terus berteriak memanggil namamya, sesekali Ia tepuk pipi laki-laki itu.

"Nalen! Lo kenapa?!" Teriak Jeffry memegang kedua bahu Nalendra. Ia pegang tengkuk leher laki-laki itu, lalu berpindah ke dada. Panas. Jeffry mengangkat jersey Nalendra hingga memperlihatkan dada bidangnya.

Mereka terdiam, terlihat tiga garis luka di sana. Jeffry kembali menyentuh bagian yang tadi terasa panas, masih saja sama.

"Kok bisa?" Tanya salah satu dari mereka. Mereka saling bertukar tatap dengan wajah pucat.

Nalendra & NagendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang