03. Surat dari kuil

222 42 2
                                    

Zayne sedang berjalan-jalan di taman bunga kerajaan karena dia tidak jadi untuk pergi ke kuil, padahal dirinya ingin sekali untuk pergi ke kuil. Namun kakaknya melarangnya dengan alasan dirinya masih belum sembuh dari sakitnya.

Dia melihat salah satu tanamaan yang menarik perhatiannya. Dia berjongkok di salah satu tanaman, merasakan aroma yang harum keluar dari tanaman itu.

"Seperti bunga mawar." Gumam Zayne. dia memegang bunga itu dan mencium bau bunga itu lagi, baunya sangat harum membuat dia tidak ingin melepaskan hirupannya dari bunga itu.

"Itu memang bunga mawar cuman warnanya aja yang berbeda. Biasanya mawar berwarna merah namun di wilayah ini berwarna putih."

Saat sedang asik menghirup aroma bunga yang harum tiba-tiba sebuah suara datang dari arah belakangnya, Zayne membalikkan kepalanya menghadap ke belakang melihat sesosok pria yang tampaknya sama muda dengannya tetapi pria itu agak tinggi darinya.

"Anda sedang jalan-jalan?" Tanya pria itu. Zayne berdiri dan menghadapkan tubuhnya pada pria yang sama mungilnya dengan dirinya.

"Iya aku sedang berjalan-jalan." jawab Zayne, dia lantas membalikkan badan kepada pria itu dan melemparkan senyuman kepadanya, "Kamu siapa?"

Pria mungil itu tersentak, dia langsung membungkukkan badannya 45° menghadap Zayne, "Maaf atas kelancangan saya, Pangeran. Nama saya Noil Roth, saya adik dari kepala pelayan Asher yang melayani anda."

"Oh? Pantas saja kalian mirip." Ucap Zayne yang di sedikiti anggukan.

"Keluarga kami memiliki rambut kuning selama turun temurun." Noil mendekati Zayne dengan mengulurkan sebuah surat padanya. Surat itu tampak berbeda dengan surat biasa.

Surat itu memiliki hiasan yang elegan dengan sebuah cap biru kelinci kecil dengan sebuah bangunan berbentuk seperti kuil yang di lihat olehnya sewaktu di kamarnya yang membuat Zayne semakin penasaran apa isi dari surat itu.

Zayne mengambil surat itu dari tangan Noil kemudian menatap surat itu agak lama kemudian menatap Noil lagi.

"Apa surat ini dari kuil?" Tanya Zayne.

"Benar, pangeran." Jawab Noil dengan anggukkan.

Zayne menganggukkan kepalanya menandakan bahwa dia mengerti, dia kemudian membuka surat itu. Saat membaca surat itu dia terkejut sedikit. Surat itu tertulis bahwa Pangeran Zayne sudah waktunya pergi ke kuil untuk mengetahui kekuatannya serta mendapatkan berkat dari dewa.

Dia kemudian berpikir, jika dia pergi ke kuil mungkin dia bisa mengetahui sesuatu tentang dunia ini yang tidak dia ketahui karena mengingat dunia ini bukanlah novel yang dia baca membuatnya kesulitan.

"Aku akan pergi." Ucap Zayne sembari memasukkan kembali isi surat itu dan memberikannya kepada Noil.

Noil yang mendengar ucapan dari Pangeran agak terkejut, dia tahu sudah pasti Pangeran di larang pergi keluar istana karena kondisi tubuhnya yang belum pulih sepenuhnya apalagi Pangeran Zayne kehilangan ingatannya.

"Tetapi anda di larang keluar istana oleh raja serta putra Mahkota dan pangeran Zayka..." Noil mencoba menghentikan Zayne untuk pergi di karenakan larangan oleh Raja tetapi bukan cuman Raja tetapi para saudaranya Zayne melarangnya.

Zayne yang mendengar itu merasa penasaran kepada kakak keduanya. Ternyata dia bukan hanya punya satu kakak tetapi dua, "Aku sudah tidak apa-apa sekarang, aku sudah sehat."

"Benarkah itu...?" Sepertinya Noil tak percaya pada ucapannya.

Zayne menghela nafas dengan sembari menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak agak kesal karena Noil tidak percaya bahwa sebenarnya dia sudah sangat amat sehat.

"Lihatlah tubuhku, apa aku seperti kelinci yang kurang gizi?" Tanya Zayne sembari merentangkan tangannya lebar-lebar agar Noil dapat melihatnya lebih jelas.

"Uh—! Tidak mungkin saya berani bilang bahwa anda kurang gizi, pangeran!" Jawab Noil, telinganya terkulai karena gugup.

Zayne menyilangkan kedua tangannya didepan dada dengan raut wajah yang agak kesal, dirinya bingung kenapa dia terlihat sangat dilarang untuk berpergian kemanapun bahkan keluar dari Istana?

"Dengar, bilang kepada ayahku bahwa aku sangat bersikeras untuk pergi ke kuil." Ucap Zayne, dia langsung berbalik dan pergi dari sana.

Noil yang mendengar itu masih tidak yakin apakah dia harus membiarkan pangerannya untuk pergi ke kuil atau ikut melarangnya seperti yang lain. Tetapi, saat melihat wajah Zayne yang tampak percaya diri membuat Noil tidak bisa melarangnya.

Saat ini  Zayne sedang bersiap-siap untuk pergi ke kuil, dia yakin bahwa Noil sudah menyampaikan apa yang dia perintahkan kepada para kakaknya serta ayahnya. Saat sedang bersiap-siap suara ketukan pintu terdengar di luar.

Tok tok tok

"Suara ketukan pintu yang terdengar biasa saja, tetapi ada kemarahan di dalamnya." Zayne kemudian berjalan ke arah pintu dan membukanya terlihat laki-laki yang lebih tua darinya. "Dia mirip denganku tetapi itu bukan si putra mahkota."

"Noil bilang kamu ingin pergi ke kuil?" Lelaki itu memulai pembicaraan terlebih dahulu tetapi raut wajahnya terpampang jelas tidak senang.

"Iya." Jawab Zayne dengan singkat padat dan jelas serta dengan wajah datarnya.

"Apa kamu tidak mendengar larangan kami?" Raut wajah lelaki itu semakin marah terdapat sedikit urat yang muncul di wajahnya, tampaknya dia sedang menahan amarahnya.

"Oh? Dia pasti Zayka yang di bicarakan Noil." Zayne menatap malas Zayka dan menghela nafas. Dia tidak senang jika ada orang yang menghalangi jalannya, "Dengar, kakak... Aku sudah sehat."

"Kalian jangan terlalu protektif padaku, itu tidak nyaman." Lanjut Zayne yang kemudian berjalan ke arah cermin untuk melanjutkan dandannya.

Zayka yang mendengar itu hatinya terasa sesak, apakah dia sudah terlalu keras pada adiknya? Tetapi, memang dari dulu mereka tidak pernah dekat. Hal itu membuat hatinya selalu sakit karena dia tidak pernah menunjukkan kasih sayang yang penuh pada adiknya.

"Dengar, aku seperti itu karena khawatir padamu." Zayka masuk ke dalam dan berdiri di samping Zayne.

"Terima kasih telah mengkhawatirkan ku. Tetapi, aku ingin pergi ke kuil." Ucap Zayne yang kemudian menatap kakaknya dengan tatapan tegas.

Zayne kemudian berjalan melewati Zayka begitu saja dan membiarkan ia hanya terdiam melihat adiknya pergi begitu saja. Biasanya adiknya itu lemah lembut dan mudah takut karena itu dia terlalu protektif terhadap adiknya yang akan kenapa-kenapa.

Tetapi sekarang adiknya saat ini tampak berbeda dengan yang dulu, apa karena dia koma saat itu? Apa karena pengaruh dari hilang ingatannya atau memang dia sudah berubah? Ini membingungkan.

Zayka sangat senang sekaligus sedih saat ini, dia senang karena adiknya tidak lemah lagi tetapi dia juga sedih karena adiknya tercinta menjadi berhati dingin terhadapnya.

"Zayne, apa kamu sudah tidak butuh kakak?" Monolog Zayka, dia hendak keluar dari ruangan tetapi dia terkejut melihat seseorang di depan pintu.

Orang itu mendekatinya dengan wajah datarnya yang khas serta suaranya yang dalam, "Kau menjadi lemah, huh? Apa benar kau Alpha Dominant, Zayka?"


To Be Continued

The Prince's Path: Omega DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang