01. Meet bocah tengil

64.3K 1.5K 16
                                    

Happy Reading

Btw ini pindahan cerita dari fizzo haha.
Gak punya pembaca di sana jadi mutusin buat update di wattpad aja. Ya lumayan lah ada yang baca dari pada enggak sama sekali.

Peace✌

***

Sinar mentari pagi yang bersinar menjadi saksi bisu bagaimana suasana hati seorang Zeyasha Adiva saat ini. Meskipun hari ini adalah hari pertama ujian semester ganjil diadakan, tetapi Zea tetap bersemangat untuk menjalaninya. Persiapan ujian untuk hari ini sudah ia siapkan jauh-jauh hari, yaitu tadi malam.

"Perfect. Gue yakin nanti bisa naklukin soal ujian."

"Zea, lo udah berusaha semaksimal mungkin belajar sistem kebut semalam. Jangan sampai lo kalah sama mereka yang baru belajar tadi subuh."

Berbicara di depan cermin adalah kebiasaan Zea setiap pagi hari, termasuk hari libur sekalipun. Baginya berbicara di depan cermin adalah salah satu metode agar dirinya tidak merasa gugup ketika berbicara di depan orang banyak, salah satunya saat presentasi kelompok.

Suara ketukan pintu yang terdengar sekilas membuat Zea akhirnya mengakhiri pembicaraannya di depan cermin. Gadis yang sudah menduduki bangku SMA kelas 12 itu pun segera meraih barang bawaannya untuk berangkat ke sekolah.

"Semangat pagi!" sapa Zea saat tiba di meja makan.

Anggota keluarganya hanya menganggukkan kepala membalas sapaan Zea.

"Sarapan dulu, habis itu langsung berangkat," ujar ibunda Zea yang bernama Hasna. Ayahnya bernama Ubay. Zea juga mempunyai seorang adik laki-laki yang duduk di bangku SMP kelas 2.

"Itu rambutnya gak mau dikuncir aja, Kak?" ucap Ubay, sang ayah.

Zea sempat berhenti mengunyah sarapannya dan menatap sang ayah. "Panjang banget, ya, Yah?"

"Enggak juga. Tapi, emangnya kamu gak merasa gerah rambutnya digerai gitu?"

"Enggak kok, biasanya 'kan juga gini. Iya 'kan, Bun?" tanya Zea meminta pendapat pada bundanya.

"Terserah kamu aja. Toh yang merasa gerah itu bukan Bunda. Saran Bunda sih rambut kamu dirapiin lagi."

"Hari ini hari pertama ujian semester, kan?"

"Iya, Yah."

"Udah belajar?"

Zea langsung mengangguk mantap. Ya meskipun memakai sistem kebut semalam, tetapi intinya dia sudah belajar!

"Nanti mau menjawab soalnya jangan terburu-buru. Jangan lupa berdoa," pesan Hasna.

"Siap, Bunda."

"Oh ya, ini adik kamu mana sih? Kok gak turun dari tadi," heran Hasna sambil melihat ke arah anak tangga untuk melihat keberadaan anak bungsunya.

"Halah! Tinggalin aja tuh bocah!" cibir Zea malas ingin bertemu adik laki-laki.

"Sudah, nanti Akbar biar Ayah yang antar ke sekolah."

Zea mengangguk. Setelah sarapan dia pun bersiap-siap untuk berangkat sekolah. "Zea udah selesai. Berangkat dulu, ya, Bun, Yah."

"Hati-hati, Sayang."

"Iya, Bunda. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Dengan langkah riangnya Zea berjalan menuju sepeda motor yang sudah terparkir indah di halaman rumah. Zea tak perlu lagi memanaskan motornya karena itu sudah dilakukan oleh sang ayah setiap harinya. Jadi, dia tinggal berangkat, tidak perlu susah-susah memikirkan apakah bensinnya full atau kosong.

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang