Maret, 2010
"Bangun, anak sialan!" Harleen bangun dengan kepala yang terasa sangat sakit, selalu seperti ini kalau ia belum bangun. Ibunya akan membangunkannya dengan kasar, suara bantingan pintu seperti tadi semakin membuat kepalanya terasa berat.
Harleen bergegas membersihkan diri dan memakai seragamnya. Hari ini masih sama seperti hari-hari biasanya. Ia akan pergi tanpa makan sarapannya.
"Len, ayo sarapan dulu." Jeremiah mencoba mengajak saudaranya untuk sarapan, yang langsung dilarang ayah mereka.
"Ayah sudah bilang berkali-kali sama kamu Jeremiah, dia gak pantas makan sama kita. Anak sialan itu benar-benar gak tahu terima kasih. Sudah disekolahkan mahal-mahal tapi nilainya sama sekali gak memuaskan. Pulang sekolah selalu main sampai tengah malam."
Harleen belum sepenuhnya keluar rumah, dia masih memegang gagang pintu dan baru bersiap keluar, dia mendengar semua ucapan yang dilontarkan ayahnya.
Dia hanya tersenyum, keluar rumah dan mengendarai sepedanya untuk ke sekolah.
%%%
"Rey, nanti gue dateng agak telat ya. Mau ke RS dulu nanti." Sebelum lupa, Harleen menginfokan temannya kalau dia akan ke RS dulu sebelum pergi bekerja.
"Berobat lo?"
"Ngobatin, ahahaha"
Rey itu teman dekat Harleen, dia tahu semua yang disembunyikan temannya itu. Rey sangat takjub, dibalik semua itu Harleen masih sanggup untuk tertawa dan bercanda dengannya.
Jam belajar berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berbeda. Harleen sedang memperhatikan penjelasan guru di depan dan tiba-tiba menunjuk dirinya.
"Harleen, hidung kamu. Astaga," mimisan adalah hal biasa untuknya. Hampir setiap hari dia selalu mimisan, tapi kali ini dia tidak sadar sampai gurunya melihat hal itu.
Guru itu datang mendekatinya, "kamu sakit ya, wajah kamu sudah pucat banget. Mau saya antar ke klinik?" Semua temannya langsung mengarahkan pandangan mereka ke arahnya.
"Gak apa-apa Pak, saya bisa ke klinik sendiri." Hal itu diangguki gurunya, Harleen mengambil beberapa lembar tisu dan pergi ke klinik sekolah.
Harleen tidak istirahat terlebih dahulu, dan sebenarnya dia tidak jadi ke klinik sekolah. Dia hanya ke kamar mandi untuk membersihkan darah yang tercecer sampai di bajunya. Dia akan mencoba serius untuk belajar dan memperbaiki nilainya yang kurang bagus.
%%%
Sepulang sekolah, Harleen mengendarai sepedanya ke rumah sakit tanpa mengganti seragamnya. Ia sedang tidak ingin menerima pukulan dari ayahnya, jadi sebisa mungkin ia tidak terlambat.
Di sana Harleen langsung menemui dokter yang sudah ditentukan ayahnya untuk mengambil darahnya.
"Sudah siap?" Dokter Sam mencoba mencairkan suasana. Sebenarnya tindakan ini menyalahi aturan. Harleen sedang tidak fit untuk diambil darahnya, tapi mau tidak mau tindakan harus dilakukan. Ayah Harleen adalah pemilik rumah sakit tempat Dokter Sam bekerja.
"Iya, saya siap." Setelahnya Harleen harus menghadapi sakit kepala lagi karena beberapa mililiter darah ditubuhnya diambil.
Dokter Sam selalu iba dengan Harleen. Dia dan Jeremiah adalah saudara, tapi Harleen adalah anak yang harus berkorban untuk saudaranya yang terkena gagal ginjal. Tidak jarang ia menyaksikan anak itu mengalami kekerasan dari ayahnya. Wajahnya selalu pucat dan dia jarang berbicara, berbeda dengan Jeremiah yang selalu terlihat ceria. Orang-orang juga pasti tidak percaya jika Harleen adalah saudara Jeremiah, penampilan keduanya jauh berbeda. Jeremiah selalu menggunakan pakaian yang rapih, sedangkan Harleen sering terlihat menggunakan pakaian yang lusuh dan usang. Tapi Dokter Sam tidak bisa membantu apa-apa, apalagi dia baru pindah ke rumah sakit ini beberapa bulan yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PILU, SUNYI [MARKHYUCK]
FanfictionHarleen selalu bangun dengan harapan ada keajaiban yang datang. Hari-hari berlalu harapan itu tidak pernah datang. Hanya ada keputus asaan, hidupnya hanya dimanfaatkan untuk menghidupi orang lain. Tidak ada perlakuan baik sama sekali dari orangtuan...