———
Aku beranjak dari tempatku sambil menggenggam jam pocket di tanganku. Lalu, tanganku yang lain mulai terarah ke portal tersebut. Sampai akhirnya, portal tersebut menyedot diriku masuk ke dalamnya dan menghilang. Meninggalkan novel dan jendela yang terbuka disertai angin kencang.Aku terbaring di atas lantai yang cukup dingin. Saat kubuka mataku, tatapanku langsung tertuju pada jam yang ada di tanganku. Kemudian, aku segera beranjak dari tempatku. Mataku membola menatap perpustakaan dengan rak-rak buku setinggi langit.
Ini perpustakaan milik Dokja.
Kabut di sekelilingku hampir memburamkan visiku untuk melihat. Namun, itu tidak akan membuatku menyerah untuk berjalan di sekitar perpustakaan ini. Aku menatap ke sekeliling. Dokja terjebak di sini, aku yakin itu.
Aku mulai berlari menyusuri perpustakaan besar ini. Terus mencari Dokja dimanapun. Dari rak-rak buku yang kutemukan berisi seluruh kisah hidupnya. Meja-meja dan kursi yang melayang. Lalu, sampai pada sebuah lorong yang tertutupi kabut. Namun, dari atas sampai bawah terisi oleh buku-buku.
"Dokja, aku akan menemukanmu."
Dengan mata yang berkaca-kaca dan tangan masih menggenggam jam pocket. Aku terus berjalan di lorong berisi buku-buku. Meski kabut itu hampir membuatku tidak bisa melihat apapun. Aku akan tetap terus berjalan.
Terus berjalan demi dirinya.
Waktu demi waktu mulai berlalu. Aku tidak tahu aku sampai di mana. Bahkan sejujurnya apakah ini sudah berganti hari? Aku tidak ingat. Perutku lapar dan tubuhku mulai lelah. Namun, kakiku terus melangkah ke depan. Menuju lorong buku yang tidak terbatas.
Ditemani dengan jam pocket di tanganku. Sesekali aku melirik jam tersebut untuk melihat waktu saat ini. Itu benar, sudah hampir satu hari penuh aku berjalan di lorong ini tanpa berhenti sekalipun. Kakiku yang terus melangkah tiba-tiba terhenti dan membuat tubuhku limbung ke bawah.
Aku bernafas tersengal-sengal, nyaris kehabisan nafas. Saat mulai beranjak kembali pun kakiku mulai tidak kuat. Namun, aku harus berusaha. Aku harus tetap mengusahakan bisa menemui Dokja kembali. Aku harus tetap percaya bahwa jika mungkin dia ada di ujung lorong tersebut. Lalu, bisa membawanya kembali ke dunia nyata. Meski dirinya kembali menjadi roh penunggu perpustakaan, aku akan selalu setia menghampiri dirinya.
Aku mencintai dirinya lebih dari apapun.
Mataku membulat sempurna saat menatap ujung lorong adalah sebuah pintu yang tertutup. Aku berlari meski kakiku sudah menahan kesakitan. Bibirku melengkung senyum. Lalu saat sampai di depan pintu, aku menarik nafas sejenak. Tanganku mulai memegang ganggang pintu, lalu kudorong ke bawah sampai akhirnya bisa terbuka. Setelahnya, aku mendorongnya ke depan dan masuk ke dalam sebuah ruangan.
Setelah menutup pintu, aku memandang ke sebuah ruangan yang kutempati dengan wajah bingung. Ini tampak seperti kereta bawah tanah yang gelap tanpa penerangan sama sekali. Lalu, saat aku menoleh ke arah jendela. Pemandangan seperti bintang-bintang terlihat, bahkan terdapat nebula juga. Samar-samar pun aku bisa melihat sebuah dark hole di sana.
Kereta ruang angkasa.
Kakiku akhirnya mulai melangkah kembali di lorong-lorong kereta yang berjalan. Aku membuka pintu yang memisahkan antar lorong kereta. Di lorong ini, jendelanya tidak lagi menampilkan seisi ruang angkasa. Melainkan sebuah rekaman aneh. Banyak orang-orang yang tidak dia kenal di sana dan tertampil di jendela.
Mulai dari tawa orang-orang, kesedihan seorang anak, pertarungan sengit seluruh cerita yang seolah berasal dari berbagai dunia tertampil pada jendela kereta seolah rekaman. Aku terus berjalan lorong antar lorong kereta api. Sampai akhirnya menemukan diriku sendiri di salah satu jendela lorong yang entah ke berapa.
Aku terhenti sejenak di depan jendela yang menampilkan rekamanku. Itu saat aku masih berumur lima belas tahun. Di sana aku duduk di perpustakaan dan tersenyum. Lalu, orang di sampingku adalah Delio dengan keadaan memar di wajah. Kemudian, aku di sana mengobatinya dengan menaruh perban di sisi wajahnya yang memar.
Tanganku hampir terulur untuk memegang rekaman tersebut hingga tiba-tiba sebuah suara menginterupsiku.
"Kamu... bagaimana bisa kamu di sini?"
Aku menoleh. Orang tersebut masih berada di kegelapan. Karenanya aku tidak bisa mengenali dirinya. Orang tersebut mulai melangkah lagi di depan rekaman. Sampai akhirnya aku bisa melihat dengan jelas siapa orang tersebut.
Rambut yang hampir menutupi dahi. Kulit putih pucat. Jas coat putih yang menutupi tubuhnya. Mata dengan hitam gelam putus asa yang sangat dia kenali. Tubuh kurus kering meski tinggi.
Itu adalah Kim Dokja. Kim Dokja utuh yang selalu dia baca di novel 'Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang Hancur'.
"Kim Dokja." Aku memanggil namanya dengan penuh keterkejutan.
Kim Dokja terlihat kebingungan. "Kamu.. kamu siapa? Bagaimana bisa kamu menembus pembatas kereta ini?"
Mataku berkaca-kaca bahkan ada salah satu yang luluh. Aku segera mengusapnya dengan cepat. Kim Dokja masih menatapku dengan penuh tanda tanya. Lalu, dia menoleh ke arah jam pocket yang kubawa.
"Bukankah itu..? Darimana kau mendapatkannya? Apakah itu yang membuatmu bisa kemari?" Dia kembali bertanya lagi.
Aku menoleh ke arah jam tersebut di tanganku. Lalu, mengangkatnya. "Benar, aku bisa kemari karena jam ini."
Kim Dokja menatapku dengan penuh harap. "Apakah kau mengenalku?"
"Lebih dari apapun."
Kim Dokja membuat senyum yang membuat hatiku berdenyut nyeri. "Katakan siapa namamu? Dari dunia mana kau berada?"
"Leya." Aku menjawabnya.
Sebelum menjawab dunia diriku berasal. Kereta tiba-tiba menabrak sesuatu yang membuat goncangan hebat dan membuat visiku memburam seketika. Bayangan Kim Dokja sudah tidak ada di hadapanku lagi. Dan tampaknya aku juga dikirim di tempat lain karena melanggar peraturan kereta api.
Saat terbangun dengan batuk-batuk, aku sudah berada di perpustakaan kembali. Tunggu, perpustakaan ini berbeda dengan perpustakaan yang kukunjungi seperti biasanya. Aku segera beranjak lalu berlari di antara rak-rak. Tatapanku tertuju pada anak-anak dengan baju sekolah menengah pertamaku yang berbeda.
Tunggu, jangan-jangan?
Masih dengan membawa jam pocket di tanganku. Aku terus berjalan hingga sampai di meja petugas perpustakaan. Dia kelihatan lebih muda. Lalu, di atas terdapat banner dengan tulisan 'Selamat Ulang Tahun Perpustakaan ke-10'.
—
—
—
—
—
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Star Lost | Kim Dokja
Fanfiction"Aku pernah mencintai sebuah cerita, bahkan karakter-karakter yang ada di sana. Aku memimpikan mereka dan kebahagiaan yang mereka dapat. Namun, aku tidak pernah memimpikan kebahagiaanku sendiri." --- Delio, tertanda sebagai seorang anak kecil berus...