———
Aku bangun tidur dan langsung merenggangkan badanku. Saat menoleh ke samping, aku tidak menemukan Delio di sana. Karena panik, aku langsung mencarinya di sekitar sembari memanggil-manggil namanya.
"Delio! Delio!!" Aku berteriak.
"Aku di sini!" Delio keluar dari dapur sambil tersenyum manis.
Aku berjalan ke arahnya lalu duduk dengan menumpu lututku agar bisa menyamakan tinggiku dengannya. Selanjutnya, aku memeluk pemuda kecil tersebut. "Aku khawatir padamu."
Delio terdiam sesaat. Kemudian, tangannya terangkat untuk membalas rengkuhanku. "Aku juga khawatir padamu, Leya."
Aku mengernyitkan dahi. "Leya?"
Delio mengangkat salah satu tangannya yang memegang jam pocket bewarna keemasan. Lalu, menyerahkannya padaku.
Aku terperangah di tempat. "Kamu.."
"Maaf membuatmu kembali kemari lagi, Leya. Sudah cukup lama, bukan?"
Air mataku menetes tanpa tiba-tiba. Aku berusaha mengusapnya, tetapi Delio langsung menahan tanganku. Dia seolah ingin membiarkanku menangis dahulu daripada aku menahannya.
"Tidak perlu disembunyikan. Aku tahu kau menahannya selama ini." Dia mengusap air mataku perlahan.
Delio mengingatnya. Dia mengingat semua yang pernah kulalui dengannya, bahkan saat dia menjadi roh penunggu perpustakaan. Portal yang muncul dari jam tersebut penyebabnya, penyebab dia bisa mengingat masa lalunya dahulu saat dia masih menjadi Kim Dokja.
"Namun, dari seluruh ingatan tersebut, aku paling bahagia saat kau ada di dalamnya." Dia bercerita.
"Meski seharusnya kenangan itu tidak kuingat lagi karena masa depan mungkin berubah. Tapi, aku tidak akan pernah melupakannya. Kenangan saat kita bersama sewaktu di perpustakaan, akan selalu terputar di dalam benakku."
Kami duduk bersebelahan sambil menekuk kedua lutut. Aku menaruh kepalaku di atas lututku sendiri. Tatapanku tertuju padanya dan telingaku selalu menangkap apapun yang dia katakan.
"Hal yang kuinginkan saat ini hanyalah bahagia di dunia ini. Karena dirimu, aku mungkin bisa menemukan apa arti hidup. Bukan dengan berada di dunia fantasiku sendiri, tetapi berada di dunia nyata."
Delio menghembuskan nafasnya sembari menatap ke langit atap. "Aku ingin melanjutkan hidupku sebagai Delio dan bahagia bersamamu di dunia ini. Ingatanku sewaktu berada dalam Kim Dokja, juga tidak akan kulupakan."
"Karena aku tahu. Hidup saat masih menyatu dalam dirinya merupakan sebuah anugerah bagiku. Aku mengenal diriku sendiri, meski aku hanya salah satu serpihan cerita dirinya. Aku yang mengorbankan diriku demi kebahagiaan teman-temanku, berkali-kali, aku berkali-kali melepaskan nyawaku demi mereka. Terlebih Han Sooyoung, juga Yoo Junghyuk yang rela menyebarkan ceritaku di seluruh dunia agar aku dapat mengingatnya."
"Aku tidak akan melupakan mereka, sebagaimana mereka tidak akan melupakanku."
"Sampai akhir waktuku, aku tidak akan pernah melupakan mereka."
"Walaupun mungkin bahkan eksistensiku terkadang tidak seharusnya ada." Dia melanjutkan.
"Jangan bicara seperti itu!" Aku menyelanya dan berbicara dengan nada yang meninggi.
Delio tertawa kecil. Sekarang aku menatap Delio seolah bukan anak kecil berusia tiga belas tahun. Melainkan pria berumur dua puluh delapan tahun. Tiba-tiba tangan kecilnya menyentuh pucuk kepalaku lalu dia mengelus-elusnya dengan lembut.
"Sekarang kau harus kembali ke tempat seharusnya kau berada." Delio beranjak dari tempatnya sambil menggenggam jam pocket di tangannya.
"Eh, apa?!" Aku berteriak kaget.
Delio berbalik ke arahku. Kita saling berhadapan saat ini. "Sekarang adalah giliranku untuk menunggumu."
Selanjutnya, dia mengulurkan tangan di mana jam pocket tersebut di atasnya. Delio menutup matanya. Kemudian, benda tersebut melayang di atasnya. Aku menatapnya dengan perasaan bingung. Waktu seolah terhenti tiba-tiba. Dan semua berhenti pada tempatnya tanpa ada pergerakan sama sekali. Satu-satunya yang bergerak hanyalah aku, Delio, dan jam tersebut.
Tiba-tiba jam tersebut bercahaya. Lalu, cahayanya memancar dengan cukup kuat dan luas di sekitar ruangan. Bahkan aku harus menutup mataku karena begitu terang. Lalu perlahan, aku bisa merasakan tubuhku mulai menghilang.
Setelah diriku menghilang, Delio kecil mulai membuka matanya. Lalu, jam tersebut berganti sebuah buku novel dengan judul 'Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang Hancur'. Dengan kekuatannya yang tersisa, Delio menaruh novel tersebut ke arah rak buku.
—
—
—
—
—
—
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Star Lost | Kim Dokja
Fiksi Penggemar"Aku pernah mencintai sebuah cerita, bahkan karakter-karakter yang ada di sana. Aku memimpikan mereka dan kebahagiaan yang mereka dapat. Namun, aku tidak pernah memimpikan kebahagiaanku sendiri." --- Delio, tertanda sebagai seorang anak kecil berus...