Puspa Aditya Hermawan itu nama lengkapku, sedangkan aku biasanya dipanggil Dita oleh orang orang terdekat dan yang mengenalku.
Terlahir di keluarga yang menurut sebagaian orang diidam idamkan tidak membuatku berbangga memiliki itu semuanya. Papaku yang merupakan pebisnis dan Direktur Utama Cabang Bank Terkenal Indonesia di Seoul, Hermawan Aditama. Aku tidak akan kekurangan materi sepeserpun dengan gelar papaku seperti itu. Mamaku yang menjadi seorang Ibu Rumah Tangga yang kuharapkan selalu memberikan perhatian dan kasih sayang nya kepadaku.
Dan aku sebenarnya terlahir kembar, karena aku terlahir setelah adikku keluar maka statusku menjadi anak sulung di keluargaku. Saudari kembarku bernama Puspa Adisya Putri Hermawan biasa dipanggil Disya, yang seharusnya bisa merasakan susah senang bersamaku tapi itu semua juga hanya harapanku.
Nyatanya keluarga yang aku harap menjadi tempat terbanyak mendapatkan kasih sayang itu semua hanya angan-angan semata.Semenjak kecil perlakuan berbeda yang dilakukan orang tuaku terhadapku sudah nampak, disaat saudariku Disya dikabulkan semua keinginan nya, aku malah tidak pernah diberikan kesempatan untuk memilih. Titah papa adalah segalanya dikeluargaku.
Disaat aku sama sama terserang sakit dengan Disya dikarenakan kami berdua pulang kehujanan saat sekolah.
Maka pertama kali yang mereka khawatirkan adalah Disya, dan semua kesalahan dilimpahkan kepadaku. Aku yang ajak Disya Hujan Hujanan lah, kenapa kok tidak menunggu di tempat teduh, semua diarahkan kepadaku.Jika kalian rasa itu hal wajar, karena mungkin aku adalah kakaknya dan aku harus menjaga dan mengalah kepada saudariku sendiri, semua itu salah. Itu hanya sebagian kecil saja.
Pernah suatu waktu Disya tidak sengaja memecahkan Aquarium yang berisi ikan hias kesayangan papa. Mama takut papa bakal marah dan menghukum Disya karena papa terkenal memiliki sikap otoriter.
Apa yang mama lakukan? Dia malah menyuruhku untuk menggantikan tanggungjawab Disya atas apa yang dilakukannya. Apa mama kira aku tidak punya perasaan, apa mama kira aku diam dan menurut tidak akan mengingat perbuatannya semua itu?
Dan pada akhirnya papa marah dan menghukumku. Uang sakuku dipotong dengan alasan rasa tanggungjawab dalam mengganti apa yang aku perbuat tidak hanya itu bahkan aku dihukum untuk berdiri diluar disaat terik matahari selama satu jam.Papa kira aku bisa melupakan semuanya?
Puncaknya ketika kelulusan kami dibangku SMP, Disya yang mendapatkan prestasi akademik di peringkat 3 besar pararel sangat diagung agungkan. Sedangkan aku ketika mendapatkan prestasi dibidang non akademik kategori nasional malah dipandang sebelah mata, dan papa malah berkata.
"Mau jadi apa kamu? Bakat cuma menggambar baju baju yang tidak berguna itu, apakah masa depanmu bisa terjamin akan itu semua, contoh adikmu Disya, cita cita itu yang pasti pasti saja Dita, Dokter kek, Banker kek, Pengusaha kek, Kamu cita cita hanya menjadi desainer baju yang tidak jelas pasti suksesnya. Sudah cukup kamu harus ikut perkataan papa. Sekali tidak ...maka tidak...kamu tidak boleh lanjut ke sekolah desainer" Tegas papa dengan nada yang meremehkanku."Cukup pa aku sudah lelah dengan semuanya, papa kira selama ini aku diam dan mengikuti semua kehendak papa, semuanya berjalan baik? Tidak pa, papa sudah menumbuhkan lubang hitam didalam hati Dita. Aku sudah muak dengan semuanya. Jika memang Dita sudah tidak bisa menjadi yang papa inginkan buang saja Dita .Papa tidak perlu menaruh harapan apapun kepadaku, karena sedari awal hanya Disya harapan papa dan mama. Jika papa dan mama izinkan biarkan Dita tinggal dengan nenek di Amerika. Dita tidak akan membuat malu papa dan mama." Itu adalah kalimat terpanjang yang aku ucapkan kepada papaku dan menjadi kalimat terakhir karena sampai detik ini aku tidak pernah bertemu lagi dengannya.
Apa yang dilakukan mama saat aku ingin keluar dari rumah? Dia hanya menangis dalam diamnya tidak ada rasa untuk mencegah papa membawaku ke rumah nenek.
Untuk Disya dia sempat menahan lenganku dan berucap "Maaf kak", tapi aku mencoba melepas cekalan tangan itu. Sambil berucap.
" Hanya satu kesamaan kita selama ini yaitu wajah kita, takdir kita sama sekali berbeda. Aku sangat iri padamu. Jangan pernah memandangku dengan tatapan kasian itu, semoga kamu selalu bahagia " Aku melengos tidak mau menatap saudariku itu.Hanya satu orang yang mencoba menahanku saat itu. Adik laki-laki yang saat itu masih berusia 10 tahun. Dia menangis sejadi-jadinya memohon kepadaku, untuk tetap disini, bermain dan menjaganya.
Ku kuat kan hatiku untuk menulikan pendengaranku saat adik laki-laki kesayangan ku meraung raung memanggilku."Kak Dita... Tidak....Haikal ingin main sama kak Dita, kakak gak boleh pergi kemana mana, tidak boleh kerumah nenek juga, Kak Dita janji jagain Haikal selamanya" Rengek Haikal memanggilku.
Aku pergi dengan harapan tak ingin menginjakkan kaki di rumah ini lagi.***
Selama tinggal dengan nenek di New York aku merasa mendapatkan kasih sayang yang aku dambakan. Nenek sangat memanjakan ku. Kegiatan sehari hariku membantu nenek di kedainya selepas aku sekolah.
Tapi sialnya hal itu hanya aku dapat sebentar, tepat disaat aku memasuki bangku perkuliahan.Disaat itu pula nenek meninggalkanku untuk selama lamanya. Aku terpuruk benar benar terpuruk. Siapa lagi tempatku untuk bermanja menumpahkan keluh kesahku.Di pemakaman nenek aku bertemu keluargaku setelah sekian lama semenjak kejadian itu. Ibuku menawarkanku untuk kembali ikut mereka ke Korea tapi aku menolaknya. Disya pun juga tidak segan segan memaksaku untuk kembali bersamanya. Namun sekali lagi aku menolaknya, bagiku sama saja aku sendiri di New York atau kembali bersama mereka ke Korea jawabnya tetap sama, bahwa aku hanya akan ditinggal sendiri dan diasingkan.
Adikku Haikal yang saat ini sudah beranjak remaja, dia mendekatiku dan berjanji akan selalu menemaniku. Dan hal itu terbukti surat surat darinya selalu menemani ditambah hadiah hadiah yang dia kirimkan bersama suratnya.
Kenapa aku tidak memakai gawai? Jawaban adikku satu, "aku ingin membuat kakak terkesan dan mempunyai semangat hidup saat menunggu setiap surat yang akan aku kirimkan"
Kata katanya membuatku menangis pilu, adikku seakan tau kalau aku benar benar dititik yang terendah dalam hidupku.***
Ada satu hal yang membuatku bersyukur bertahan mengahadapi semua itu dan berada diposisi ini. Setelah lulus kuliah di bidang Fashion Designer di Amerika Academy of Art University dengan beasiswa yang aku dapatkan, aku dirperkenankan bekerja sebagai desainer di sebuah butik yang cukup terkenal di New York. Butik tersebut merupakan milik dari orang tua sahabatku yang merupakan asli Korea.
Alasan aku bisa bekerja di Butik itu, karena Eunji Noona yang menawarkannya, awalnya aku menolak karena aku tidak ingin hanya karena pertemanan aku bisa bekerja dibutik itu dengan mudah. Tapi Eunji noona meyakinkanku bahwa bukan karena pertemanan dia menawariku pekerjaan itu, tapi memang karena kemampuanku yang sangat layak.
Awal mula aku bertemu Jung Eunji eonni saat kita sama sama kuliah,bedanya dia sedang menempuh magister sedangkan aku masih menempuh bachelor. Kami tidak sengaja bertemu di komunitas kampus. Setalah lama kelamaan kita saling nyaman dan saling membantu. Eunji eonni juga akhirnya menganggapku sebagai adiknya dan keluarga nya. Aku sangat rindu perasaan itu.
Jung Eunji memberikan sebagaian hal yang tidak pernah aku rasakan seumur hidupku. Cinta dan Kasih sayang seorang keluarga.
Jangan lupa tekan tanda bintang kalau kalian suka cerita ku

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pengganti ~ Jaehyun_Dita
Fanfiction"Bangunlah yeobo jangan salahkan dirimu atas kepergianku, ini semua sudah kehendak Tuhan. Samahalnya Tuhan telah mengirimkanku kepadamu sebagai obat penenang trauma atas kepergian hyungmu, maka Tuhan jugalah yang mengirimkan Eonniku sebagi obat pen...