nginep dirumah dayra

18 13 2
                                    

Donovan mengendarai Ducati miliknya dengan kecepatan sedang, menyusuri jalan mulus yang sepi. Hanya beberapa pengendara yang melintas di sana. Hembusan angin terasa menenangkan, namun pikirannya justru ramai oleh bayangan seseorang.

"Dia cantik juga ya kalau kain itu dilepas. Tapi kenapa dia tutup wajahnya lagi? Ada apa, sih? Apa dia malu? Tapi ngapain malu sama cogan kayak gue?" Donovan bergumam dalam hati, penasaran dengan cewek berhijab yang baru saja ia tolong di jalan tadi. Donovan merasa semakin tertarik kepada cewek berhijab itu.

Tak lama, ia sampai di kediamannya sebuah rumah besar berwarna putih krem, berlantai dua dengan desain ala Eropa yang megah. Halaman rumahnya dipenuhi tanaman yang rapi, mencerminkan suasana elegan.

Setelah memarkirkan Ducati kesayangan nya di garasi. Donovan berjalan santai ke arah dapur. Di sana, seorang perempuan yang berpakaian sederhana tampak sibuk menyiapkan sesuatu.

"Sala, ini sayurnya,"

Perempuan itu berbalik menghadap Donovan. "Terima kasih, Tuan," jawabnya sambil menunduk sopan.

Donovan tersenyum kecil, menggeleng pelan. "Udah, nggak usah manggil saya 'Tuan'. Panggil aja Novan. Lagian, kita seumuran kok."

Sala mendongak sesaat, ragu. "Tapi... Tuan–eh, Novan, nggak apa-apa saya panggil nama langsung?"

"Ya nggak apa-apa. Nggak usah kaku," Donovan menjawab sambil menaruh bahan-bahan di meja.

"Tuan, eh... Novan mau teh anget?" tawar perempuan itu sedikit gugup.

Donovan menganggukkan kepala sambil tersenyum kecil. "Tentu." Ia pun duduk di kursi meja makan, menyandarkan tubuhnya dengan santai.

Sala tersenyum bahagia. Ia mengambil gelas berisi teh hangat yang baru beberapa menit lalu dibuatnya. Perlahan, ia melangkahkan kaki, menahan keseimbangan agar teh tidak tumpah. Namun, rasa gugupnya justru menjadi bumerang. Langkahnya tersandung sedikit, membuat tubuhnya oleng. Tangannya reflek melepas gelas berisi teh hangat itu.

"Aduh!" seru Sala panik. Sebagian teh memercik mengenai baju Donovan.

"Eh, nggak apa-apa!" Donovan buru-buru bangkit. Ia meraih lengan Sala, menahan tubuh perempuan itu agar tidak terjatuh. Pegangannya kuat, namun tetap lembut.

Untuk beberapa detik, dunia terasa hening. Tatapan mereka bertemu—Sala terpaku, mendapati Donovan menatapnya dengan sorot mata yang hangat, meski cowok itu sedikit basah karena teh. Wajah Sala langsung memerah, menyadari kedekatan mereka.

"Eh, maaf, Novan! Saya nggak sengaja," Sala buru-buru menarik diri, melangkah mundur sambil menunduk.

Donovan tersenyum, mengusap sisa teh di bajunya dengan tangan. "Santai aja, nggak masalah. Tapi, kamu nggak apa-apa, kan? Tadi hampir jatuh."

Sala menggeleng cepat. "Nggak apa-apa, saya baik-baik aja," jawabnya pelan. Namun, debaran di dadanya masih terasa jelas.

"Kamu memang ceroboh, ya," Donovan berkomentar, namun nadanya tidak menyindir. Ada senyum kecil di sudut bibirnya yang membuat Sala semakin salah tingkah.

"Maaf," gumam Sala lagi, wajahnya makin merah. Ia segera berbalik, berusaha menyembunyikan rasa malunya.

Donovan hanya terkekeh pelan. Ia mengangkat gelas teh yang berhasil diselamatkan Sala dari tumpahan tadi. "Kayaknya teh ini makin istimewa sekarang," candanya sebelum menyesap pelan.

Di dapur, Sala tersenyum kecil. Meski malu, ada sesuatu dari kejadian itu yang membuat hatinya terasa lebih hangat dari teh yang baru saja ia sajikan.

*:*
S

Dear best friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang