Bab 5 Progres Rumah Baca dan Perseteruan

6 8 2
                                    

Siang ini suasana kampus tetap saja ramai walau jam kampus telah usai. Mahasiswa berbondong-bondong menikmati fasilitas kampus yang di sediakan. Semua mahasiswa berhamburan di lapangan dengan posisi masing-masing menikmati wifi gratis. Ada yang menggunakan untuk belajar, ada juga untuk kesenangan.

“Ron, apa rumah baca yang kita tekuni sekarang bareng Tian akan gitu-gitu aja” ucap Dayat membuka pembicaraan. Mereka semua lagi asyik menikmati wifi di bawah pohon lapangan kampus. “Iya Ron. Apa gak kita kembangkan aja kejenjang yang lebih baik” ucap Andrian menambahi. Imron yang lagi asyik dengan hp nya mulai tertarik dengan pembicaraan mereka dan segera menyimpan hp nya. “Gini ya Ron” ucap Sarah menjelaskan. “Di sudut kota itu, masyarakatnya saling peduli, saling kerja sama dan merekapun haus akan ilmu. Apalagi anak-anak yang ada di rumah baca kita, semuanya cerdas, mudah di arahkan” jelas Sarah semangat. “Jadi menurut kalian kita harus gimana” Tanya Imron penasaran. “Bagaimana kalau rumah baca itu kita jadikan Sekolah Dasar/SD dengan bebas biaya atau gratis, terutama untuk anak yang kurang mampu. Kitapun bias langsung buka lapangan pekerjaan di sana. Jadi, berguna untuk kita dan orang lain” jelas Selfi panjang lebar.
Semuanya merasa bingung dengan usulan Selfi yang panjang lebar itu. Darimana orang gila seperti dia puny aide sebagus itu batin mereka. “Semenjak kamu pakai hijab, otakmu makin waras ya Sel. Alhamdulillah” ucap Sarah sekenanya. “Memang jahannam kali lah mulutmu Sarah” jawab Selfi geram dan mencubit perut Sarah. Merekapun tertawa melihat tingkah laku kedua teman mereka, Sarahpun mengaduh kesakitan. “Tapi semua itu harus punya persiapan yang matang” ucap Imron. “Mulai dari pendanaan, lokasi, perizinan dan tenaga kerja pengajar kita harus punya” lanjut Imron menjelaskan. “Makanya kita harus kerja sama agar semuanya mudah” jawab Dayat. “Kita tinggal diskusi dengan tim yang lain agar kita punya solusi masing-masing” tambah Andrian. “Aku yakin mereka pasti setuju” ucap Sarah semangat. “Apalagi itu untuk perkembangan di tempat mereka” tambah Selfi. “Ya udah, minggu depan coba kita diskusikan dengan yang lainnya” jawab Imron. “Oh iya, tugas untuk besok pagi gimana. Apa kalian udah siap” Tanya Imron. “Ini lagi nungguin kamu ngasi copy annya” ucap mereka bersamaan sambil tertawa puas. “Dasar sinting kalian” jawab Imron sambil memainkan hp nya kembali.
Begitulah pola belajar anak zaman sekarang. Kerja kelompok di kerjakan oleh satu orang  dan di contek berjamaah satu kelompok. Namanya tetap kerja kelompok.

*****

“Lagi buat apa Tian” Tanya ayahnya sembari memasuki kamar anaknya. “Lagi buat beberapa cerita untuk anak-anak di rumah baca besok Ayah” jawab Tian yang masih asyik dengan laptopnya. Ayahnya pun duduk di tempat tidur Tian dan terus memperhatikan Tian yang sibuk dengan laptopnya di meja belajar itu. “Apa progres rumah baca kalian kedepannya” Tanya ayahnya. “Tian mau rumah baca itu di jadikan Sekolah Dasar/SD Yah. Biar semua anak disini mendapatkan pendidikan yang layak dan sama dengan anak yang di kota” jawab Tian antusias sambil membalikkan badan menghadap ayahnya. “Cita-citamu itu mulia nak. Berjuanglah untuk dirimu dan orang lain” ucap ayahnya memberi semangat. “Apa kalian sudah mendiskusikannya” Tanya ayahnya kembali. “Belum Ayah. Tian juga masih bingung mau buat dimana SD nya nanti setelah danannya terkumpul” jawab Tian. “Kalau kalian memang ingin membuat SD itu, ayah kasih tanah kita yang di sebelah air terjun di perkebunan itu. Tanah itu gak ayah pakai untuk pelebaran kebun kita” ucap ayahnya. “Ayah pakai tanah di sebelah gudang untuk pelebaran perkebunan dan akan buat kantor pemasaran di tanah perumahan kita” tambah ayahnya. “Jadi ayah pisahkan gudang sama penjualan” Tanya Tian. “Iya benar. Ayah mau buat gudang khusus buat hasil panen dan tempat menginap pak Tukluk, Agus dan Abdul disana” ucap ayahnya. “Jadi yang mengurus pemasaran siapa Yah” Tanya Tian. “Bagian kantor/pemasaran ayah serahkan sama kamu. Kamu sendiri yang cari rekan kerja sendiri. Di kota langsung di pegang sama om Doni serta arisan Ibu dan tante Nisa” jelas ayahnya. “Jadi semua pengiriman dari sini harus di konfirmasi lagi di kota” Tanya Tian. “Iya, kantornya langsung pakai kantor om Doni” jawab Ayahnya. “Hmhm” jawab Tian. “Tapi, makasih bantuan tanahnya Ayah. Nanti aku diskusikan sama yang lain” tambahnya.
“Apa kamu sudah jumpa dokter Ali tadi siang? Apa perkembangannya” Tanya ayah sambil menatap Tian. “Sudah Yah. Saran dari dokter jangan terlalu banyak berfikir dulu, jangan terlalu capek juga sembari dia cek hasil scanning minggu lalu” jawab Tian datar tanpa melihatkan kesedihan pada ayahnya. “Mudah-mudahan hasilnya cepat keluar dan semoga kamu sehat-sehat saja” ucap sang ayah tersenyum pada buah hatinya. Ayahpun langsung berlalu dari kamar Tian, dan Tian pun langsung beralih menatap laptopnya kembali. Tian sudah tidak semangat lagi melanjutkan cerita karangannya, dia kefikiran tentang pertanyaan ayahnya soal kesehatannya. Dia memilih berbaring di tempat tidur mengingat apa yang di sampaikan dokter Ali tadi siang.

Surga di Sudut Kota Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang