be the winner until the end.
—
"An garde."
"Pretes?"
"Allez!"
Jeksa Alden Ellion mulai menghitung keberuntungannya setiap kalimat itu selesai diucapkan oleh wasit. Untuk keberuntungannya pada hari ini, besok, satu minggu ke depan atau bahkan untuk bulan ini, Jeksa bertaruh pada pedang yang masih dia pegang erat, untuk setiap poin dalam sentuhan yang bisa dia cetak, atau setiap posisi bertahan yang dia lakukan. Jeksa masih ingat, keberuntungan apa yang dia harapkan saat pertandingan pertamanya— nomor Floret untuk kelas individual junior, yaitu harapan bahwa Alaska Abdinegara akan menerimanya sebagai anggota Redmoon.
Keberuntungan kedua, adalah dia ingin PS5 yang kemarin disita Ayahnya dikembalikan. Keberuntungan ketiga, Jeksa ingin nilai raportnya aman sehingga kegiatan favoritnya tidak perlu dihapuskan dalam rutinitas. Untuk keberuntungan keempat, Jeksa menaruhnya pada Sang Ayah. Semoga laki-laki yang sebentar lagi memasuki kepala empat itu segera menemukan calon istri yang bukan spek LC atau biduan kampung, lagi.
Keberuntungan terakhir waktu itu, Jeksa menaruhnya pada apa yang dia sedang lakukan saat itu. Untuk kejuaraan PON sebentar lagi, semoga saat itu dia sudah menjadi anggota tim nasional anggar, satu-satunya perwakilan dari sekolahnya. Menjadi satu-satunya nama yang terpampang di Mading sekolah, atau akun Instagram sekolahnya, dengan kata 'atlet anggar' dibelakangnya. Salah satu kado kelulusan yang paling Jeksa nantikan.
Ting!
Jeksa bukan laki-laki sombong, tapi siapapun tahu bahwa senyum yang terpatri diwajahnya setelah poin terakhir yang dia cetak itu adalah representasi dari kalimat 'ini loh gue, calon atlet anggar nasional, Jeksa Alden. Jangan remehin gue, makanya'
Usianya saat itu 15 tahun, baru lulus SMP kemarin. Makanya, pada pertandingan ini, Jeksa mati-matian berjuang agar bisa menang. Karena fakta bahwa pemenang untuk kelas individual akan mendapatkan golden tiket untuk masuk ke Bina Bangsa juga langsung menjadi anggota klub anggar di sekolah itu. Salah satu klub anggar ternama untuk sekelas sekolah SMA.
"Attaque."
"Touche."
"Point."
Meski tiga tahun sudah berlalu, sama seperti saat pertama kali dia memenangkan pertandingan anggar di kelas junior waktu itu, Jeksa belum melepas maskernya, menatap tribun penonton yang bersorak ramai dan memberikan tepuk tangan untuknya. Laki-laki itu tersenyum, menatap sang pelatih yang tersenyum puas sambil memberikan dua jempol. Pandangan Jeksa tertuju pada tribun atas, mencari sosok yang selama ini tidak pernah absen melihat pertandingannya. Senyumnya tampil saat melihat lambaian tangan penuh semangat itu.
"Attention."
Mengambil posisi, saling berhadapan dengan lawannya, menatap mata satu sama lain dibalik masker pelindung. Jeksa menatapnya dengan berani lawan yang beberapa jam lalu meremehkannya. Jeksa tidak mengenal dia dari sekolah mana, sepertinya Jeksa juga baru melihat dia.
"Salut."
Jeksa melepas maskernya setelah selesai memberi salam. Menatap lawannya yang masih menatapnya, Jeksa mengalihkan tatapannya kearah tribun demi melihat apa yang dia cari-cari dengan jelas. Begitu mendapatkannya, senyum Jeksa mengembang lebih lebar. Laki-laki itu sedikit tersipu saat melihat kehebohan anggota Redmoon yang membentangkan banner berisi wajahnya sambil berteriak-teriak.
"Jeksa."
Mengalihkan pandanganya, dia melihat lawannya sudah berada didekat garis. Maka tanpa banyak bicara, Jeksa turut mendekat. Menjabat tangan lawannya, kemudian memeluknya singkat. Jeksa merasakan tepukan hangat dipunggungnya, sesuatu yang juga dia balas.
"Senang bisa melawan lo untuk pertandingan pertama gue." Katanya sambil tersenyum lebar, "Bener kata pelatih gue, kalah menang itu biasa. Tapi melawan lo adalah hal luar biasa. Gue bersyukur yang menjadi lawan pertama gue di kelas ini adalah lo. Sukses terus ya, Sa!"
Jeksa memberikan anggukan singkat, membiarkan sang lawan untuk mundur. Sedangkan dia masih berada di tengah lapangan, memberikan beberapa pose untuk kamera yang mengarah kearahnya. Jeksa tebak, mereka adalah media dan klub jurnalistik yang ditugaskan oleh sekolah masing-masing untuk meliput pada pertandingan kali ini.
"Selamat Kak Jeksa atas kemenangannya. Gimana perasaannya karena kembali menang untuk kelas individual Sabre di pertandingan ini?"
Jeksa tersenyum singkat, "Ya senang, tapi gak boleh berpuas diri. Lawan kali ini juga tangguh, meskipun baru pertama kali turun di kelas ini. Saya mengakui sedikit kelabakan diawal tadi."
"Harapannya untuk pertandingan selanjutnya, Kak?"
"Tentu saja berharap untuk kembali menang." Jeksa tersenyum tipis, kemudian melirik kearah pelatihnya yang menggelengkan kepalanya. "Itu tujuan di setiap pertandingan."
"Terimakasih Kak Jeksa! Sukses selalu!"
Jeksa Alden Ellion hari ini sudah 17 tahun, sama seperti tahun-tahun yang lalu, dia berharap bahwa dia selalu memenangkan apapun dalam hidupnya. Dia tahu betul bahwa tidak semua hal harus dimiliki, namun Jeksa meyakini bahwa apa-apa yang sudah diperjuangkan dengan sungguh-sungguh tidak akan pernah lari dari hidup.
Kemenangan pertamanya adalah menjadi anggota klub anggar nasional, kemenangan keduanya adalah menjadi inti Redmoon, kemenangan ketiganya adalah melihat sang Ayah menikah lagi, dan untuk kemenangan selanjutnya, Jeksa sungguhan menantinya dengan senang.
Kemenangannya saat jatuh cinta.
Tbc.
Ini adalah Jeksa Alden Ellion, lahir dari The Ace sebagai salah satu tokoh penting pada cerita pertamaku— Candala. Yang tiba-tiba membuat hatiku tergerak untuk membuatkan satu cerita dengan visualisasi dia.
Jadi, selamat beristirahat! Siapkan energi kalian untuk bertarung dengan Jeksa untuk menemukan kemenangannya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoscope: The Extraordinary J | Park Jisung
Teen FictionNistisha Gantari tidak pernah menyangka jika tahun terakhirnya di SMA akan dihabiskan dengan berurusan dengan pentolan geng, Jeksa Alden Ellion yang selama ini tidak pernah berinteraksi lebih dengannya. Yang membuat Nistisha kaget setengah mati, lak...