Alarm berbunyi dengan berisik, mengganggu mimpi indah Felix. Sinar matahari pagi yang lembut memenuhi ruangan. Tubuhnya masih terbungkus selimut kotak kuning. Tangannya menggenggam dada seseorang, terasa begitu nyaman.
Felix dalam keadaan tenang, siapa pula yang peduli dengan alarm bodoh?
"Sayang.. kamu lucu sekali kalau sedang marah"
Tawa kecil itu membuat Felix membuka mata. Felix mempererat cengkeramannya pada kerah baju Jisung. Salah satu kakinya melingkari perutnya. Sengaja ia benturkan kepala dengan bahu Jisung.
"Aku bukan bayi..."
Jisung tersenyum, dengan mudah lolos dari upaya Felix untuk mencekik napasnya. Dia letakkan tangan di kedua sisi kepala Felix, menjebaknya dalam pelukan yang kuat. Felix-nya terlihat sangat kecil seperti ini, polos dan tak berdaya, baru bangun dari tidur.
"Kamu ini marah tapi masih meluk aku maksudnya gimana, hm?"
Felix menatap wajah Jisung di atasnya. Terlalu dekat, Jisung hanya perlu sedikit membungkuk untuk mencuri kecupan di bibir Felix yang mengerut.
"Selamat pagi, adek" Jisung tersenyum sambil mengangkat dagu Felix.
Tangan Felix membelai pipi Jisung, "Pagi juga, Jisung"
Jisung memegang tangan Felix, membantunya berdiri, "Kok Jisung doang??? Harusnya abang dong...."
"Banyak drama! Padahal beda semenit doang..."
"Kejamnya adek..."
Sebenarnya, Felix tidak perlu memanggil kakak pun, Jisung selalu bertingkah sebagai kakak bagi Felix. Mereka kembar, lahir selisih beberapa menit. Namun, perbedaan sifat dan cara bicara mereka membuat orang lain mudah menebak siapa yang lebih tua dan muda.
Sejak dulu, Jisung selalu menjadi kakak. Jisung belajar lebih cepat daripada Felix. Felix masih mengeja, Jisung sudah pandai berbicara. Felix takut mengendarai sepeda, Jisung sudah membonceng Felix keliling taman. Jisung selalu punya lebih banyak teman daripada Felix yang pemalu.
Sekarang, keduanya tumbuh dewasa. Namun, Felix tetap bersikeras untuk tidur sekamar dengan Jisung. Kamar kosong yang tadinya direncanakan untuk kamar Felix saat dewasa, kini menjadi studio tempat ayah menaruh semua dokumen kerja. Si kembar tidur di kamar yang mereka tempati sejak dua puluh tahun lalu.
"Ayo ciuman maafnya."
"Eww ogah! Aku belum sikat gigi!"
Jisung terkekeh. Belakangan ini Felix menolak dicium, padahal biasanya semangat. Felix hanya bersikap pemalu, pikir Jisung sambil memandangi rona merah di pipi sang adik.
"Ya sudah, aku saja yang cium lehermu. Tidak akan jijik kalau di leher, 'kan?"
Tangan Jisung membelai leher jenjang Felix, jatuh ke dada terekspos karena piyama yang kebesaran. Jisung menghirup aroma familiar Felix. Keringat manis yang selalu ia ingat saat tidur bersama setiap malam.
Lidah Jisung menjilat rasa asam di sepanjang nadi Felix. Dia mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat reaksi Felix. Merasakan tatapan Jisung, Felix menunduk. Felix mengangkat ibu jarinya menekan bibir Jisung, "Bibirmu basah sekali, sungie..."
Dia tidak pernah begitu berhasrat untuk mencium bibir Felix. Sudah berusaha keras untuk bergerak dengan lembut, tapi Jisung lebih suka cepat dan berantakan. Itu semua adalah ciuman basah dan lidah mendorong mulut Felix.
"Ahhh sudah! Mandi dan gosok gigi, sungie! Kita bisa lanjutkan sebelum berangkat!!"
"Ahahaha maaf.. maaf.. aku terlalu semangat. Janji ya? Ciuman sebelum ke kampus?" Jisung tertawa.
Felix melempar bantal ke Jisung. Itu adalah peringatan sebelum Felix mencekiknya sampai mati. Jisung dengan cepat meraih handuknya namun tanpa lupa menepuk rambut Felix.
"Sampai jumpa nanti, sayang~"
Mereka mungkin kembar, tapi Felix akan selalu menjadi adik bagi Jisung.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD THINGS COME TO FAMILY THAT LAUGH • chanminsunglix ✔
FanfictionTerlahir di keluarga yang hangat adalah sesuatu yang tidak semua orang bisa miliki. Felix bersyukur sekali tiga orang begitu menyayangi nya hingga membuatnya ingin mengembalikan cinta itu sepuluh ribu kali lipat. Apa pun bisa dilakukan, bahkan jika...