Bab Dua

1.1K 160 5
                                    

Fabian menatap pemandangan malam itu dari balik kaca kamar hotel sembari menunggu wanita bernama Nadia itu terbangun. "Oh, Bu Nadia sudah bangun!" ujar Reno yang sedari tadi juga berada disana.

Fabian menoleh kebelakang serta membalikan tubuhnya menghadap wanita bernama Nadia itu. "Saya Fabian, salam kenal Nadia," ujar Fabian yang telah membuka dompet milik Nadia di dalam tas wanita itu.

Reno mengerutkan keningnya sedangkan Nadia meraba tubuhnya yang kini sudah menggunakan pakaian kering. Menyadari gelagat jika Nadia mungkin akan salah paham terhadapnya, Fabian langsung meluruskan satu hal tersebut.

"Saya meminta pelayan yang menggantikannya, saya sama sekali tidak menyentuh apapun," ucap Fabian membuat Nadia menganggukan kepala.

"Panaskan makanannya sekarang juga," ucap Fabian pada Reno yang menganggukan kepalanya sebelum akhirnya keluar dari kamar tersebut dan meninggalkan Fabian bersama Nadia di dalam berdua.

Fabian duduk di sofa yang berhadapan dengan kasur tempat Nadia berada. "Saya akan langsung ke intinya saja, apa kamu sudah memiliki pasangan?" tanya Fabian.

Nadia menelan saliva dengan wajah pucatnya lalu menganggukan kepala. "Huh, ternyata aku salah target!" gumam Fabian sendirian.

"Maaf karena memanggilmu dengan panggilan mesra di tempat umum, saya pikir kamu sendirian dan memanfaatkan situasi untuk kepentingan saya sendiri," ucap Fabian membuat Nadia kembali menelan salivanya.

"Apa saya boleh tahu, kepentingan apa yang dimaksudkan disini?" tanya Nadia.

"Saya memanfaatkan keberadaanmu, dengan mengakuimu sebagai tunangan rahasia saya," ujar Fabian sebelum pria itu memilih berdiri karena hendak pergi dari kamar tersebut.

"Kalau begitu anda bisa memanfaatkan saya kembali, tentunya dengan beberapa syarat. Itupun jika anda mau," ucap Nadia membuat Fabian menghentikan langkahnya sebelum menatap lekat mata cantik milik Nadia.

"Saya mungkin akan segera bercerai dengan suami saya," ucap Nadia dengan suara gemetar.

Fabian mengerutkan keningnya dan memandang Nadia dengan tatapan penuh amarah. "Apa kamu baru saja manawarkan saya untuk menjadi selingkuhanmu?" tanya Fabian dengan suara tegasnya.

Dada Nadia terasa sesak saat Fabian mengatakan kata selingkuh karena mengingatkannya akan perselingkuhan suaminya. "Kamu bahkan sedang mengandung anak dari suamimu, bagaimana bisa dengan mudahnya kalimat itu keluar dari mulutmu itu?" ujar Fabian sembari mengepalkan tangannya penuh amarah.

Selingkuh adalah hal yang sangat menjijikan untuk Fabian, alasan itu pula yang membuat hubungannya berakhir dengan penuh emosional. "Apapun alasannya saya tidak bisa menerimanya," ucap Fabian yang kembali melangkahkan kakinya menjauh.

Nanun Nadia berusaha berdiri untuk menyusul Fabian. "Bagaimana jika alasannya untuk membalaskan dendamku, aku ingin suamiku tahu bahwa bukan hanya dia yang bisa melakukannya tapi aku juga," ujar Nadia yang tanpa sadar tak lagi menggunakan bahasa baku kepada Fabian.

"Siapapun kamu, aku akan menerimanya dan janji akan membayarnya dengan apapun setelah aku berhasil membalas suamiku," ucap Nadia.

"Dia telah menyakitiku dan bayiku begitu dalam," ucap Nadia kembali.

"Kamu mungkin tidak tahu bagaimana rasanya diselingkuhi dan dikhianati secara bersamaan oleh orang yang selama ini kamu percayai," ujar Nadia dengan air mata yang mulai mengalir ke pipinya.

"Aku tidak akan menuntut banyak, aku hanya akan meminjam uangmu dan berjanji akan mengembalikannya. Jujur, aku tidak memiliki tujuan bahkan uang untuk hidup setelah ini," ucap Nadia lagi.

Mendengar hal itu Fabian malah tertawa sinis, Nadia tidak tahu bahwa Fabian telah lebih dulu diselingkuhi dan dikhianati oleh orang kepercayaannya.

"Menyebalkan sekali," ucap Fabian seraya mengendurkan dasinya yang mana lehernya ini mendadak terasa begitu menyesakkan.

Fabian hendak membuka pintu kamar saat itu agar ia bisa segera pergi dari ruangan tersebut namun kalimat dari Nadia berhasil membuatnya menghentikan langkahnya sejenak.

"Tujuh tahun! Sudah selama itu aku hidup bersamanya dan mempercayainya, selama itu juga aku menantikan kehadiran seorang anak dihidupku dan hari ini penantian tersebut dikabulkan. Tapi apa kamu tahu, sepanjang hidupku aku menyesal telah meminta penantian tersebut jika pada akhirnya kejutan besar tentang peselingkuhan suamiku terbongkar di waktu yang sama," ujar Nadia.

"Sebagai gantinya aku hanya ingin anak ini memiliki sesosok ayah, tetapi bukan lelaki itu," ujar Nadia.

"Ini akan terdengar sangat aneh. Tapi setelah anakku lahir dan berhasil memanggilmu Papa untuk pertama kalinya, aku akan pergi sangat jauh saat itu juga," ucap Nadia.

"Kamu juga tidak perlu menikahiku," ujar Nadia dengan suara bergetar menahan isakan tangisnya, wanita itu sudah tidak peduli lagi jika ia akan dianggap gila oleh pria di hadapannya itu.

Namun nampaknya ia tak berhasil meyakinkan Fabian, karena lelaki itu masih tetap melangkah pergi keluar dari kamarnya tanpa sepatah katapun.

Fabian meninggalkan Nadia yang sudah kehilangan harapan, wanita itu terjatuh di atas lantai kamar hotel yang beralaskan karpet.

Nadia terisak dan menangisi keadaannya saat ini, karena jujur ia masih sangat mencintai suaminya karena itulah kepalanya terus memutar momen kemesraan mereka namun hatinya terasa seperti disayat-sayat dalam waktu yang bersamaan.

Ditempat lain, seorang pria dengan perangai tampan serta tatapan tajamnya tengah duduk di kursi kerjanya bersama dengan seorang yang tengah tertunduj di hadapannya.

"Kamu sudah menemukan keberadaan istriku?" tanya pria beralis tebal dengan dahi mengerut tersebut.

"Saya telah melacak cctv dan menemukan Bu Nadia masuk ke dalam sebuah taksi, hanya saja sampai sekarang supirnya belum bisa ditemukan," ujar seorang itu.

Pria yang tak lain adalah Damian itu mengepalkan tangannya. "Brengsek, apakah saya membayarmu hanya untuk mendengar jawaban sampah seperti ini?!" ujar Damian dengan pistol yang nampaknya dengan sengaja pria itu keluarkan dari tempatnya.

Tunangan Rahasia Sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang