November

8 2 0
                                    

13-15

SEBAGAI perayaan hari jadi sekolah, akan diadakan acara besar-besaran untuk menyambutnya, tepatnya 2 hari sebelum hari jadi. Selain acara besar-besaran yang dipersiapkan kurang lebih 2 bulan sebelumnya oleh penyelenggara acara sekolah, diadakan juga pameran seni siswa kecil-kecilan sebagai tempat pengapresiasian karya seni yang dibuat oleh para siswa. Seorang guru yang menggeluti seni—yang jasanya telah mengantarkanku ke galeri seni rupa Oktober lalu—telah menawarkan keikutsertaanku dalam segala bentuk yang berbau seni rupa. Bukan hanya sebagai penyumbang karya saja, kini aku ditawarkan untuk menjadi salah satu panitia di sana. Rencananya, pembentukan kepanitiaan akan diselenggarakan dengan tidak terlalu formal pada suatu hari yang pendek, yang lain dan tak bukan ialah hari Jumat. Anggotanya diambil dari siswa yang memang sudah ia kenal sebagai perupa dan yang ingin sukarela membangun pameran seni siswa. Bersama ketiga teman sekelasku yang mulanya hanya bergurau ketika ditawarkan, gurauan itu malah menjadi suatu hal yang nyata.

Kali ini ialah kepanitiaan pertamaku sedari nyawaku ada. Mengingat pada dasarnya aku ialah orang yang sukar sekali dalam berbicara dan memulai pembicaraan. Semua keingananku teraih dengan adanya sogokan bahwa karyaku sebagai siswa juga akan ditampilkan di sana. "Yang Tak Kan Pernah Terselesaikan" langsung ku taruh dalam kepala. Memperkenalkan kembali kepada khalayak ramai akan melucuti diri sendiri di hadapan dunia. Memperlihatkan bagian terkecil dan paling tersembunyi di antara bagian-bagian lainnya.

Kepanitiaan akhirnya dibentuk dengan seadanya. Orang-orang yang masih sangat asing bagiku berkumpul membentuk lingkaran dan berdiskusi akan pembagian tugas. Ketika penyusunan selesai, maka bubar saja obrolannya. Masih asing juga.

Dari hasil penyusunan dan perencanaan, kami berencana mempersiapkan hanya dalam 3 hari. Sungguh hari yang pendek untuk mempersiapkan sesuatu yang besar. Mulai dari menyewa dinding lepas pasang tempat lukisan digantung di muka, membuat properti dan hiasan seisi ruang pameran—agar tak terkesan sepi terlihat—dengan memanfaatkan barang secukupnya, membungkus hadiah untuk para pemenang karya terfavorit—karena rencananya, kami akan mengadakan pameran sambil menyambi lomba karya terfavorit berdasarkan voting dengan stiker yang ditempelkan di sebelah karya, yang di mana stiker akan dibagikan ketika pengunjung masuk pameran.

Hari Senin kali ini sangat sulit dikatakan sebagai hari terburuk sedunia, sebab mempersiapkan pameran dengan jam pelajaran yang akan dipotong penuh. Senang sekali. Ku bawa pemeran utamanya, "Yang Tak Kan Pernah Terselesaikan", beserta kakak-kakaknya yang sebelumnya belum pernah ku perkenalkan di sebuah dan khalayak ramai. Mereka masih ditelan bumi. Mereka "Masa", "Rumah Ini Jangan Sampai Sepi", dan "Jumpa Aku Di Sana". Agak sedikit serakah kalau dilihat-lihat, membawa karya lebih dari satu. Akan tetapi pada dasarnya kami juga kekurangan karya, jadi, syukur sekali kakak-kakak "Yang Tak Kan Pernah Terselesaikan" bisa diperkenalkan di sana.

Tema, peralatan, hiasan, tata letak lukisan akan kami rangkai menjadi suatu kesatuan yang akan mempresentasikan karya dengan sebaik-baiknya yang diusahakan. Hiasan dari kardus yang ditumpuk lantas diselimuti kertas semen layaknya terumbu karang terbangun kokoh, dibantu mahasiswa semester akhir yang datang ke sekolah kami untuk mengajar. Dijadikan sebagai pemanis penyambutan tamu yang masuk untuk menelaah makna-makna karya seniman muda. Berbagai upaya kami lakukan. Aku dan salah seorang teman sekelasku mempersiapkan logo sebagai penyambut pada gerbang pintu masuk dan serba-serbi yang berhubungan dengan desain grafis, sebagian besar membuat perlengkapan penghias, sebagian kecil—seperti laki-laki—bagian memukul paku untuk kokohnya lukisan yang akan dipasang di muka dinding, demi terealisasikannya pameran terbaik sepanjang masa yang diadakan siswa.

Sebelum berangkat dari rumah, aku memberikan kabar Bapak bahwa hari ini aku akan pulang lebih sore. Mulanya berjanji akan pulang pukul 5 sore, akan tetapi banyak yang harus dibereskan di waktu yang mepet ini. Kawat yang nantinya digunakan membuat terumbu karang palsu masih amburadul, hiasan masih sangat sedikit yang menjadi barang jadi, dan masih banyak barang berserakan di lantai. Sampai suara azan maghrib memanggil, yang disambut selimut senja berlapiskan awan mendung.

Sebuah Mimpi, Kotor, dan Cinta yang DiembannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang