Suasana ramai nya mall menarik perhatian Erin untuk melihat sekelilingnya dengan wajah penasaran. Haris tersenyum kecil melihat sikap gadis itu, ia seperti anak kecil yang polos dengan rasa keingintahuan yang tinggi.
Tiga hari setelah Erin berbaikkan dengan Baim, Haris mengajak Erin jalan-jalan di mall yang beralasan agar hubungan mereka terlihat seperti pasangan pada umumnya. Jadi ajakkan Haris diterima langsung karena gadis itu berpikir jika yang dikatakan pemuda itu ada benarnya.
"Haris, gimana kalau kita mampir ke toko itu?" Erin berhenti berjalan dan ia menunjuk toko yang menjual segala perlengkapan yang dibutuhkan oleh perempuan.
"Hm.. nggak deh. Semua barang yang ada di sana pasti pink semua. Mending kita lanjut keliling aja." Bibir Erin melengkung ke bawah dan mereka melanjutkan berkeliling mall.
"Padahal pas gue sama Baim jalan-jalan dan gue ajak dia ke sana, dia pasti selalu mau."
Haris memutar bola matanya malas. Ia mendengus dan berkata, "Dia udah pasti belok kalau kamu ajak dia ke sana, benarkan?"
"Jangan sok tau. Baim nggak belok." Erin melirik sinis pemuda di sampingnya itu. Dia jelas tidak terima kalau ada orang lain yang menjelek-jelekkan sahabatnya itu.
Selama berkeliling, Erin melewati beberapa toko yang menarik perhatiannya dan mengajak Haris untuk masuk ke dalam. Jelas ajakannya langsung ditolak karena Haris berkata melakukan hal itu hanya membuang uang dan waktu.
Selama itu juga, bibir Erin melengkung ke bawah dan setiap ajakannya ditolak, dia akan bercerita kalau Baim suka ia ajak ke mana pun yang ia mau.
"Kalau Baim, dia pasti mau masuk ke sana."
"Baim suka banget Gramedia."
"Baim juga sering belikan ini dan itu kalau gue minta ke dia."
"Baim suka main di Timezone juga."
Dalam diam, Haris mendengus setiap kali Erin mulai bercerita tentang lelaki itu dan dia akan tersenyum saja walaupun terlihat tidak ikhlas. Entah mengapa ia tidak suka jika gadis itu mulai bercerita tentang 'sahabat baiknya' yang memperlakukan ia seperti putri.
Pada akhirnya, Haris mengajak Erin untuk makan di salah satu restoran seafood di dalam mall. Mereka memesan beberapa menu seperti kepiting, udang dan kerang. Saat semuanya sudah tersaji, Haris mulai memakan semua menu itu tanpa menyadari Erin yang hanya diam dan menatap hidangan seafood yang tersaji.
Pemuda itu menyadari hal tersebut setelah ia menghabiskan hampir setengah porsi semua menu tersebut. Ia menatap Erin dan bertanya, "Kenapa kamu nggak makan?"
"Gue nggak bisa ngupas kulit sama cangkangnya," jawab gadis itu dan ia membalas tatapan Haris.
"Terus?" Pemuda di depannya mengangkat salah satu alisnya, tanda bahwa ia tidak mengerti arti tatapan mata Erin.
"Lo bisa tolong bukain nggak?"
"Kamu benar-benar nggak bisa sama sekali? Padahal buka cangkang sama kulit hal yang mudah." Haris menatap datar orang yang lebih tua 1 tahun di depannya itu.
"Gue nggak bisa. Biasanya kalau makan seafood begini, gue bakal dibukain sama ayah atau abang gue. Pas gue makan seafood sama Baim, Baim juga bakal ngupasin kulit udang, mecahin cangkang kepiting atau buka cangkang kerang dan diambil dagingnya, terus dikasi ke gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
Roman pour AdolescentsKalian percaya hubungan persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak melibatkan perasaan? Kemungkinan besar, akan ada yang percaya dan tidak ada yang percaya. Begitulah yang terjadi dengan Baim dan Erin. Mereka telah bersahabat sejak TK dan su...