#9

88 16 4
                                    

Akhirnya semua akan tiba

Pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui

Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri
melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu?
Ketika kudekap kau
Dekaplah lebih mesra, lebih dekat

(Potongan puisi dengan judul "Sebuah Tanya", diambil dari buku "Catatan Seorang Demonstran" karya Soe Hok Gie pada 1 April 1969)

POV Wilona

Cinta

Apakah itu?

Apakah itu bentuk respon psikologis terhadap suatu subjek yang membuat diri ini begitu penasaran untuk menguliknya?

Ataukah sekedar kebutuhan batin untuk mendapat rasa aman dan nyaman dari seseorang?

Bagaimana rasanya? Sering ku baca di novel-novel romansa, katanya, buat jantung kita berdegup kencang terlebih dulu.

Ketika ku genggam tangan Kirana, jantungku berdegup kencang serupa yang dijabarkan tulisan-tulisan itu. Ia balik menatapku dengan matanya yang selalu berbinar meski dalam gelap, seakan menerangi remang malam ini, semakin menambah degup jantung yang tak karuan.

Keyakinanku terhadap cinta bukan sesederhana yang orang lain rasakan. Aku butuh reason yang kuat untuk dapat merasakan dan menjabarkannya.

Namun bagaimana bisa aku bicara soal cinta tanpa pernah merasakannya?

Runtut hubunganku dengan orang yang ku kenal, aku baru rasakan kasih sayang dari seorang teman. Perhatian mereka, meski tak tahu niatnya asli atau palsu, tapi mereka kerap kali tanyai soal kabarku. Perasaan sewaktu diperhatikan itu, sungguh hangat, nyaman, bahkan sering buatku jadi mengantuk.

Lalu apa yang ku dapatkan itu akan sama rasanya ketika aku dapatkan cinta? Pun bukan dari seorang yang ku sebut sebagai pasangan, atau sekedar merasakannya dari orang yang mampir sementara dalam hidup seperti yang Kirana katakan.

Aku penasaran, tapi aku bingung, tak tahu pula bagaimana cara dapatkannya.

"Can I get that from you, Kirana?" Permohonan itu disambut ekspresi terkejut dari Kirana.

Genggamannya mengendur. Kami tetap dalam jarak kurang dari sejengkal namun dalam diriku merasa Kirana telah membuat batas antara kami.

Karena ku takut Kirana merasa tak nyaman, maka aku lepas tangannya, berdeham untuk memecah keheningan yang terasa menusuk sampai ke tulang.

"Anu... Maaf jadi gajelas gini. Oh ya, udah jam setengah 2 pagi, besok kita udah harus pulang pagi-pagi kan? Mending kita pake waktunya buat istirahat." Aku melempar senyum ke arah sebelum pamit berbaring lebih dulu di atas kasur. Aku sengaja memunggungi, tak kuasa tahan malu karena kejadian tadi.

ALTER: Winrina FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang