My Desired Endgame

Foreword

Untuk Arjuna Maghani,

Gue udah berapa kali ngutuk alasan kenapa kita dipertemukan. Personally, gue selalu merasa alasan tersebut sangat egois... demi apa yang sahabat tercinta lo yang paling based itu bisa mencapai apa yang dia inginkan, yang toh akhirnya putus juga. Masalahnya, takdir di mana gue ketemu lo dan terlanjur ngerasain semua, nggak semudah itu berakhir.

Gue nggak tahu apa judgement Tuhan untuk sahabat tercinta lo yang paling based itu, tapi gue mulai bertumbuh untuk berhenti menyalahkan dia dan mensyukuri semua detik kehidupan di mana kita akhirnya dipertemukan.

Tanpa lo, akan ada saat-saat di mana gue udah gak ada lagi di bumi ini. Tanpa lo, mungkin gue udah berhenti jalanin Teman Nyaman sejak gue dan mantan gue putus. Lo nggak pernah bener-bener ngasih gue cheap cheesy words tentang berjuang bertahan hidup atau kejar mimpi gue. Lo selalu tau takaran yang tepat untuk ngomong sama gue dan otak bipolar gue.

Semua itu adalah alasan kenapa gue selalu bilang, gue nggak akan mau nikah tanpa lo... baik menemukan kualitas lo dalam diri orang lain, atau sama elo aja sekalian. Or else, I don't wanna get married, at all.

You are the bare minimum I always cheered for.

And for that, I couldn't be more grateful for the most egotistic mistake that your best friend did back in that day.

You deserve to be memorized in my writings, at least let me do it to remember you in a good way. Although I'm not going to die and remembered as a national writer, but someday this writing will be another internet archive, and I hope some 18 years old kid find it and realize that behind every heartbreak that came from friends-to-lovers-to-nothing can also birthed something so warm like what we have right now.

I will always love you, just the same.

Regards,
Ranupadma Ekavira